Tubuh Jasmine masih gemetar mengingat kejadian kemarin. Kepalanya turut sakit sebab ia masih sibuk menolak kenyataan jika dia hanyalah 'bank darah' yang sengaja dibiarkan hidup demi memberi kehidupan pada Jenna. Dijadikan bank darah sebab Nino dan Nuri menganggap kehidupan yang Jasmine miliki sebagai pinjaman belaka, yang harus dibayar lewat tetesan darahnya.
Rasa enggan untuk masuk ke dalam kelas meliputi Jasmine. Ia seakan tidak ingin melakukan apa-apa setelah tahu soal dirinya. Ia rasa apapun yang ia jalani hampir tujuh belas tahun ia hidup terasa sia-sia dan begitu memuakkan.
Kedua mata Jasmine menahan laju air matanya agar tidak membasahi pipi. Gadis itu melangkah mundur dengan kepala yang masih berdenyut sakit. Kepalanya menggeleng pelan, ia tidak mau belajar. Pada akhirnya Jasmine memutuskan untuk tidak masuk ke dalam kelas dan memutuskan untuk menjauh.
"JASMINE! JASMINE!"
Jasmine mempercepat langkahnya saat suara Natalie memanggilnya terdengar jelas. Ia memutuskan untuk mengabaikan Natalie hari ini, sembari mengucap maaf dalam hati berkali-kali. Ia tidak bisa menemui Natalie untuk saat ini, sebab perasaan takut dan malu sudah begitu mengganggu Jasmine.
Jasmine menghindari tatapan orang sekitar. Ia akan pergi ke tempat yang bisa membuatnya tenang walau untuk sesaat. Ia ingin menghilang sejenak.
Ia terus membawa langkahnya tidak tentu arah. Pandangannya menunduk, kedua tangannya terkepal kuat. Meneruskan langkahnya, sampai Jasmine berhenti sebab ia tidak sengaja melihat sosok Nayaka yang sudah berhadapan dengannya.
"Nayaka?", lirihnya pada sosok Nayaka yang berdiri menjulang di depannya.
Sosok di depannya itu tidak memberi respons apapun pada Jasmine. Gadis itu menyadari jika ada hawa berbeda yang ia rasakan saat berdekatan dengan Nayaka. Tidak ada senyum lembut yang menghiasi wajah pemuda itu hari ini. Yang membuat Jasmine semakin bingung, Nayaka berlalu dan mengabaikannya. Jasmine sepenuhnya tidak berpikir jika Nayaka akan memperhatikan dirinya, hanya saja sikap abai yang pemuda itu tunjukkan sungguh menambah kesedihan Jasmine, berujung pada Jasmine yang mempertanyakan apa yang salah pada dirinya.
Gadis itu menghela napas, dan kembali melanjutkan langkahnya.
***
Bohong jika Nayaka tidak menyadari jika ada yang salah pada Jasmine. Wajah gadis itu lebih murung, dengan kedua mata sedikit sembap. Tubuhnya gemetar, tampak jelas bagi Nayaka.
Namun, ketika menyadari fakta jika Jasmine memberi tahu Irish soal perasaannya, marah dan bingung melanda Nayaka. Dia marah sebab Jasmine terlihat berusaha membuat Irish menyadari perasaan Nayaka padahal Nayaka sendiri tidak ada niatan untuk memberitahu Irish sampai kapanpun. Disisi lainnya ia bingung apa alasan Jasmine melakukan ini, dan Nayaka menyadari jika perasaannya pada Irish tidak sebesar dulu.
Nayaka sendiri tidak tahu kapan rasa sukanya pada Irish sudah tidak sebesar dulu. Ia tidak menyadari jika rasa malu dan juga sikap salah tingkahnya kala berada dalam radius dekat dengan Irish terkikis begitu saja. Debar yang ia rasakan pada gadis itu memudar perlahan.
Mungkin sejak Nayaka menyadari jika ada tembok besar antara ia dan Irish soal keyakinan, ataukah saat Nayaka tahu jika Irish tidak menyukainya, melainkan Kanaka.
Tetap saja, ia tidak suka perasaannya diketahui dengan begitu mudahnya oleh orang lain. Apalagi Jasmine memberitahu pada Irish. Nayaka sungguh ingin menumpahkan amarahnya pada Jasmine.
"Kenapa?"
Nayaka mengusap wajahnya frustrasi ketika sosok Bisma muncul. Kepalanya menggeleng memberi respons atas pertanyaan Bisma. Bisma tentu saja tidak percaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Teen Fiction"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...