31

45 9 2
                                    

Sesuai dengan keinginan Nuri, Jasmine benar-benar ikut serta bersama keluarganya memeriksakan kondisi kesehatannya di rumah sakit. Menolak pun akan terasa percuma saja. Jasmine tidak ada kuasa untuk melawan.

"Kamu memang sengaja bikin kondisi kamu nggak baik?"

Jasmine melirik Nuri ketika mereka baru saja keluar dari ruang pemeriksaan. Gadis itu memutuskan tidak menanggapi, dan cenderung mengabaikan Nuri. Menjadi bank darah demi anak kesayangan Nuri akan menjadi hal yang nantinya menuntut Jasmine terbiasa dengan kenyataan ini.

Nuri menarik kasar tangan Jasmine agar gadis yang sejak tadi mengabaikannya itu memandanginya. "Berani kamu nggak ngejawab saya?"

Jasmine sama sekali tidak gentar dengan cara Nuri memperlakukannya. Ia sama sekali tidak terkejut lagi jika sikap Nuri menjadi lebih kasar padanya. Ini bahkan tidak akan sesulit bayangannya, sebab ia bisa memastikan jika Nuri tidak harus pura-pura bersikap sedikit lebih baik padanya.

Jasmine merasa lega jika Nuri bersikap jahat begini daripada berpura-pura belaka. Perasaan lelah yang mendera Jasmine meluruh perlahan.

"Nggak. Mana mungkin aku sengaja biarin diri aku sakit?" Jasmine menatap nyalang Nuri.

"Kurang ajar kamu," gumam Nuri hendak maju selangkah lagi, namun dicegah Jenna.

"Sudah, Ma. Kita lagi di rumah sakit. Aku nggak mau orang-orang itu ngeliat keributan yang nggak perlu." Jenna melirik Jasmine, lantas memalingkan wajah kembali. Jenna dan Nuri sudah berjalan lebih dulu, sementara Jasmine mengekor di belakang mereka.

Jika dulu Jasmine sedikit iri bagaimana Nuri ataupun Nuri memperlakukan Jenna dan Jella dengan penuh kasih sayang, sekarang situasinya berbeda. Kenyataan jika Nuri memang wanita yang melahirkannya karena berselingkuh dengan lelaki lain, membuat Jasmine merasa sangat tersiksa. Nuri memang ada, tapi sosoknya sebagai seorang ibu sama sekali tidak pernah mencurahkan kasih sayang pada Jasmine.

Hari ini baik Jella dan Nino tidak turut mendampingi Jenna untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Nino sedang sibuk di perusahaan, sedangkan Jella mulai sibuk dengan keperluan tugas akhirnya.

Nuri dan Jenna sudah tiba di area parkir rumah sakit lebih dulu. Barulah tak berselang lama, Jasmine sudah muncul di area parkir rumah sakit.

"Kamu pulang naik taksi saja, kami masih ada urusan," kata Nuri lantas menyerahkan beberapa lembar uang pada Jasmine. "Jangan sampai kamu berbuat sesuatu yang bisa membahayakan kesehatan kamu. Paham?" Nuri lalu masuk ke dalam mobil bersama Jenna, lalu meninggalkan area rumah sakit.

Sepeninggal Nuri dan Jenna, Jasmine masih di sana. Ia memperhatikan lamat-lamat uang yang diberikan Nuri padanya. Untuk ongkos naik taksi, Jasmine merasa uang itu sedikit berlebih. "Nggak papa. Sisa uangnya lumayan buat beli kebutuhan lain dan buat makan."

Jasmine merasa tak apa menggunakan semua uang yang telah diberikan Nuri kepadanya. Ia pun tidak bisa menampik jika ia masih membutuhkan uang demi menyambung hidupnya sebagai anak yang menumpang di rumah ini. Sia-sia rasanya jika dia mengedepankan ego dan emosinya dengan tidak mempergunakan uang yang sudah diberikan itu. Karena itu, ia akan menggunakan uang itu sebaik mungkin.

"Lapar," gumam Jasmine menghela napasnya. Akhirnya, ia pun meninggalkan area rumah sakit dan akan mencari makan untuk menghalau rasa laparnya.

Menemukan gerobak yang menjual aneka makanan lezat dan murah di sekitar area rumah sakit tidaklah sulit. Jasmine sudah banyak menemukan pedagang makanan kaki lima yang menjajakan banyak makanan yang lezat. Kalau urusan makanan, Jasmine memang kesulitan untuk memilih seperti ini.

Setelah cukup lama memutuskan, Jasmine akhirnya memilih gado-gado untuk menjadi santapannya kali ini. Sembari menunggu gado-gadonya dibuat, Jasmine memperhatikan sekitar. Cukup banyak yang berlalu lalang rupanya. Jasmine yakin, di antara orang-orang yang ia lihat ini, dari mereka ada yang baru saja mengunjungi sanak keluarga mereka di rumah sakit.

Batas RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang