32

38 8 2
                                    

Jasmine terus mengekori Nayaka kemanapun pergi. Jasmine hanya ingin tahu apa kesalahannya. Disikapi dengan dingin oleh Nayaka jelas membuat Jasmine tidak enak.

"Lo sampai kapan mau ngekorin gue?" Nayaka lama-lama juga terusik dengan keberadaan Jasmine yang terus mengikutinya.

"Sampai lo bilang salah gue apa." Jasmine meringis sembari menunduk. "Di sekolah lo nggak kayak biasanya. Gue pikir karena lo lagi sibuk ngerjain tugas atau ngerjain hal penting lainnya. Tadi pas ngeliat gue lo beneran beda. Gue baru sadar dan pengen tahu salah gue apa."

Nayaka menggeleng pelan. "Gue beneran nggak pengen bahas apa-apa. Gue pusing."

"Nggak mau. Pokoknya harus dibahas!" Jasmine mendekat dan menahan pergelangan tangan Nayaka. "Gue nggak mau kehilangan teman lagi. Sejak temenan sama lo, gue jadi punya orang-orang yang bisa gue kenal dengan baik."

Mata Nayaka tertuju pada tangan Jasmine yang melingkari pergelangan tangannya. Nayaka merasa aneh sebab Jasmine tidak pernah bertingkah seperti ini. Hanya karena ingin tahu kesalahannya, sisi lain Jasmine terkuak di depan Nayaka.

"Lo bisa lepasin tangan gue, nggak?", tanya Nayaka melirik Jasmine.

"Nggak mau. Gue pengen tahu salah gue apa. Gue nggak mau tiba-tiba dimusuhin kayak begini!", balas Jasmine keukeuh dan malah mempererat tangannya ke pergelangan tangan Nayaka.

"Gue nggak nyangka lo bisa kepala batu kayak gini juga," gumam Nayaka dengan wajah pasrah.

Jasmine meringis. "Gue udah nganggap lo sebagai salah satu teman yang paling baik. Sebisa mungkin, gue bakal berbuat baik sama lo."

"Berbuat baik ke orang sejatinya nggak butuh timbal balik, Jasmine." Nayaka memberi balasan atau perkataan Jasmine.

Jasmine mengangguk. "Lo benar. Tapi, beberapa kebaikan yang kita lakukan ke orang lain, kita sendiri tanpa sadar butuh timbal balik buat itu. Isi hati orang nggak ada yang bisa tahu, kan?"

"Jadi sekarang mau lo apa?", tanya Nayaka berusaha sabar.

"Lo kasih tahu salah gue apa. Biar gue nggak ngelakuin kesalahan yang sama." Jasmine tetap mengotot agar Nayaka paham yang ia inginkan.

Nayaka berdecak. "Gue langsung tanya deh mumpung lo di sini. Kenapa lo kasih tahu ke Irish kalau gue punya perasaan ke dia? Tujuan lo apa?"

Jasmine tersentak. Ia mengerjapkan mata, seperti ia baru saja menerima lemparan bom yang membuatnya dipukul mundur. "Lo... "

"Irish sendiri yang kasih tahu." Nayaka langsung menyela. "Kenapa?"

Jasmine menggigit bibir bawahnya. Padahal ia hanya berusaha membantu Nayaka agar Irish tahu perasaannya. Ditambah lagi, Jasmine sudah mewanti-wanti agar Irish tidak memberitahu Nayaka jika Jasmine yang membeberkan soal itu. Pada akhirnya yang Jasmine takutkan telah terjadi.

"Selama ini lo selalu baik sama gue. Makanya gue ngelakuin ini. Ini yang gue takutkan, kalau lo sampai tahu kalau gue yang kasih tahu ke Irish. Gue rasa cuma ini hal yang bisa gue lakuin demi bantu lo."

Kepala Nayaka menggeleng. "Yang lo lakuin sama sekali nggak ngebantuin gue, Jasmine. Gue ngerasa situasinya lebih sulit sebelum Irish tahu perasaan gue."

"Maaf, Nayaka." Gumaman kata maaf itu meluncur dari mulut Jasmine. Ia tidak pernah memikirkannya sampai sejauh ini. Dia pikir, dengan Irish tahu perasaan Nayaka, gadis itu bisa menyadari kehadiran Nayaka. Jasmine juga berharap jika Irish punya perasaan yang sama dengan Nayaka. Walau di satu sisi, ada sudut yang akan terasa hampa dalam hati Jasmine.

"Udahlah. Udah kejadian juga. Gue harap ke depannya lo bisa pikirin dampak perbuatan lo ke orang lain." Nayaka tersenyum tipis pada Jasmine. "Gue maafin lo."

Batas RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang