Nisan yang bertuliskan nama Julia Maheswari binti Rizal Mahaswara berhasil meluluh-lantakkan isi hati Jasmine. Tatapan Jasmine berpindah pada waktu lahir dan waktu kematian Julia dengan kedua mata memerah. "Ulang tahun lo tinggal dua hari lagi, tapi lo malah pergi." Jasmine menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis lagi.
Satu persatu orang yang ada di area pemakaman sudah beranjak pergi, kecuali anggota keluarga Julia dan Jasmine yang berdiri agak berjauhan dengan posisi keluarga Julia. Tentu yang rasa kehilangan terbesar dimiliki keluarga Julia. Dibanding kesedihannya yang merupakan sahabat Julia yang belum menyentuh angka dua tahun, keluarga Julia punya kesedihan yang Jasimine sendiri tidak bisa ukur seberapa dalam kesedihan itu.
Keluarga Julia adalah kumpulan orang yang menyaksikan Julia ada di dunia ini. Mulai dari Julia lahir ke dunia ini, lalu melihat tumbuh kembang Julia di depan mata mereka sendiri. Julia melewati masa tumbuh kembangnya dibawah pengasawan keluarganya. Lantas, kehilangan Julia menjadi pukulan terkuat bagi keluarga mereka.
Jasmine yang sudah sedih seperti ini saja begitu menyesakkan, dan bagaimana dengan keluarga Julia sendiri?
"Jasmine," Panggilan dengan nada pelan itu berasal dari Nayaka. Pemuda itu tersenyum begitu tenang di sebelah Jasmine.
Setiap kali mendengar atau sadar jika Nayaka sama sekali tidak meninggalkannya dalam kabut duka ini, Jasmine senang dan bahagia. Bagaimana Nayaka dengan sabar menghadapinya kala kesedihan itu menyerang tanpa ampun. Bahkan, Nayaka sudah melihat air mata Jasmine tumpah. Di sisi itu, Jasmine malu. Ia merasa begitu lemah di hadapan Nayaka yang selalu menebar senyum tanpa ragu padanya.
"Jasmine?" Sekali lagi Nayaka memanggil namanya, membuat Jasmine memberanikan diri menatap Nayaka lebih lama dari yang seharusnya ia lakukan.
"Iya?", balas Jasmine dengan suara pelan nyaris hilang.
"Nggak papa. Cuma manggil doang. Mastiin keadaan lo gimana. Kuat, yah?", balas Nayaka menatap tepat kedua mata Jasmine, seolah sedang menyalurkan semangat yang ia miliki.
Jasmine menarik kedua sudut bibirnya, membentuk senyum tipis. "Iya. Makasih yah, Nayaka."
Tak ada lagi obrolan antara Jasmine dan Nayaka. Keduanya menatap dalam keluarga Julia yang masih tidak beranjak dari makam Julia. Baik Jasmine dan Nayaka bisa merasakan pilu yang dirasakan keluarga Julia. Mereka pun pasti memikirkan banyak hal mengapa mereka begitu terlambat mengetahui aksi yang Julia lakukan.
"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?"
Pertanyaan itu muncul dari Jasmine. Nayaka yang menjadi satu-satunya orang di sebelah Jasmine menoleh cepat. Nayaka bingung mengapa Jasmine menanyakan soal itu. Masih dengan wajah sedikit bingung, Nayaka akhirnya memberikan jawabannya. "Orang tua yang lengkap itu salah satu hal yang harus disyukuri."
Jasmine memejamkan kedua matanya. Terasa berat sekali ketika ia hendak menghirup udara lalu mengembuskannya kemudian. Kedua matanya berair lagi. "Orang tua lengkap? Disyukuri? Itu benar. Orang tua adalah nama lain dari harta berharga, yang tidak bakal bisa diukur sama nilai apapun saking berharga dan pentingnya punya orang tua yang lengkap. Orang tua lengkap yang benar-benar lengkap, yang beneran jadi figur orang tua buat anak mereka. Baik senang ataupun susah."
Nayaka semakin kebingungan saja mendengar balasan dari kalimat Jasmine. Ia agak sedikit tertampar dengan definisi orang tua lengkap dalam pemaparan Jasmine. Seketika Nayaka dirundung rasa khawatir, apa Jasmine membicarakan soal dirinya?
"Juli nggak dapatin orang tua lengkap seperti yang dia mau."
Jasmine kembali bersuara, dan hal itu mematahkan asumsi Nayaka jika Jasmine akan menjadi pihak yang ia akan khawatirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Teen Fiction"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...