Perkataan Nayaka agar tidak ada kasus Julia lain lagi di keluarga gadis itu cukup memengaruhi Jasmine. Ketika Jasmine sudah tiba di rumah, kalimat itu terus mengiang. Jasmine tidak ada niatan untuk mengabaikan atau melupakan fakta itu. Hanya saja, fakta itu sudah seperti alarm pengingat yang akan mewanti-wanti Jasmine sepanjang hari.
Belum lagi misteri dalam keluarganya yang sudah beberapa hari ini Jasmine sering dengar. Soal penyakit Jenna, tindakan yang dulu Nuri lakukan, bahkan dendam yang Nino simpan untuk seseorang yang Jasmine tidak ketahui siapa. Kepala Jasmine mendadak sakit memikirkan itu semua.
Sekembalinya di kamar, Jasmine langsung membereskan perlengkapan sekolahnya. Sesekali ia melirik ke arah luar jendela. Sudah mendung lagi rupanya.
Tubuh Jasmine rebah di atas tempat tidurnya. "Hah, harusnya gue minta nomor hp-nya si Nayaka. Biar gue bisa nanya-nanya kalau gue bingung." Jasmine sudah tersenyum lebar, lalu ia malah menepuk pipinya sendiri. "Nggak, nggak. Gue harus tahu diri! Nayaka nggak suka sama lo, Jasmine! Halu terus kerjaannya!"
Jasmine menggigit bibir. "Tapi kan gue sadar Nayaka suka siapa. Harusnya gue bisa bantuin Nayaka, kan? Selama ini dia banyak banget ngasih bantuan ke gue." Gadis itu menghela napas. "Beruntung banget si Irish. Irish beruntung bisa disukai sama cowok sebaik Nayaka. Apalagi keluarga Nayaka semuanya baik, semuanya bisa menerima orang baru dengan tangan terbuka. Kalau gue jadi Irish gue pasti bakalan jaga Nayaka baik-baik. Tapi gue bukan Irish."
Decakan sebal keluar dari mulut Jasmine. Ia lalu menutup matanya dengan satu lengannya. Ia memutuskan untuk tidur saja saat ini.
***
"Yaka, Yaka!"
Nayaka yang sibuk memberi makan ikan hias milik ayahnya di belakang rumah menoleh saat mamanya menghampiri. "Iya, Ma?"
"Di depan ada Irish," kata Orane sembari mengambil sedikit makanan ikan itu dan turut melemparnya perlahan ke air.
Nayaka mengangguk pelan. "Oh, emang Naka nggak di rumah, Ma?"
Orane mengerutkan kening. "Kok Naka? Emang Naka kenapa?"
Nayaka menggigit pelan lidahnya. Ia hampir saja keceplosan jika Irish sering bertandang ke rumah hanya untuk melihat Kanaka walau sebentar saja. Nayaka tersenyum kecil untuk menyamarkan kegugupannya. "Kan Naka sama Irish sekelas, Ma. Siapa tahu mau kerja tugas bareng, atau mereka ada kerja kelompok?"
"Oh, gitu. Tapi katanya Irish mau ketemu kamu. Makanya Mama cari kamu sampai ke sini."
Gerakan tangan Nayaka yang semula hendak memberi makan ikan terhenti begitu saja saat Orane mengatakan jika Irish memang datang mencarinya. Nayaka menelan salivanya dan menatap Orane dengan wajah penasaran. "Kenapa Irish nyari Yaka?"
Orane menggeleng. "Nggak tahu. Irish cuma bilang dia mau ketemu sama kamu. Udah, kamu ketemu aja sama Irish."
Dengan embusan napas berat, Nayaka bangkit dan akan menemui Irish. Pemuda itu sibuk menebak-nebak alasan yang mendorong Irish ingin bertemu dengannya. Kalau ingin bertemu Kanaka, Irish punya alasan yang cukup kuat karena mereka teman sekelas.
Nayaka tidak langsung menemui Irish. Ia malah berdiam diri dan memutuskan untuk mengamati gadis itu dalam diam. Ia sibuk menerka mengapa Irish mau menemuinya? Atau apakah Nayaka saja yang berpikir berlebihan seperti ini?
"Nayaka!"
Nayaka terkesiap saat Irish berhasil menemukannya. Gadis itu terlihat bangkit dari duduknya dan segera menghampiri Nayaka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Rasa
Fiksi Remaja"Hidup dengan orang tua yang bersikap adil itu, bagaimana rasanya?" Nayaka Akhilendra bingung ketika seseorang itu menanyakan hal itu padanya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah, 'apakah orang itu hidup dengan baik, atau justru ia bertemu dengan h...