Prologue

847 39 0
                                    

Happy reading.

(Telah di revisi)

.

.

***

Di tengah malam yang gelap tanpa adanya cahaya bulan, dengan kelap-kelip bintang karena tertutup oleh gumpalan awan hitam menghiasi langit pada malam itu. Tidak mampu menahan beratnya air, akhirnya awan itu melepaskannya seolah-olah dia sedang menangis, amarahnya dia luapkan pada petir yang bersuara menggelegar seakan meluapkan rasa kesalnya.

Kala itu ada seorang anak laki-laki berdiri seorang diri, tanpa takut akan suara dari petir serta gelapnya malam yang berusaha menelannya. Saat petir itu mengeluarkan kilatannya, secara sekilas tanah yang dipijak oleh anak laki-laki itu seperti berwarna merah pekat.

Bukan seperti genangan air berlumpur namun seperti terlihat genangan darah dengan beberapa potongan tubuh yang tercebur di dalamnya.

Anak laki-laki itu berdiri tepat di tengah genangan darah--jderrr!!!

Sekali lagi sang petir bersuara, kali ini kilat yang dikeluarkannya lebih besar pada sebelumnya, karena cahaya itu membuat siluet samar anak laki-laki itu terlihat lebih jelas.

Tubuhnya basah kuyup, kemeja putih yang dikenakannya bercampur dengan kotornya lumpur dan pekatnya darah. Tercium bau amis darinya. Rambut yang berwarna biru kehitaman itu basah oleh air hujan membuat beberapa helai rambutnya menutup separuh wajahnya.

Wajah yang tadinya menunduk, kembali mendongak, mata yang awalnya menutup secara cepat terbuka menampilkan warna merah yang menyala, sorotan pada mata itu tidak terlihat wajar, mata yang seperti hewan buas.

Namun ada yang janggal dari wajahnya, yakni separuh wajahnya terdapat simbol aneh berwarna hitam dengan bentuk yang berbeda-beda, serta seringai kecil yang tidak semestinya terpampang di wajah anak yang baru berumur sebelas tahun.

***

"Ma! Pa! buka pintunya! Ana takut..."

Seorang gadis kecil terisak di depan pintu dengan cat berwarna coklat, tangan kecilnya mengetuk pintu itu dengan cepat.

Gadis bersurai biru keperakan itu menangis keras kala gemuruh petir bersuara, sebelah tangannya menenteng sebuah boneka kecil berjenis rubah.

Jderr!

"Aaaaa!! Ma! Pa! Cepat buka pintunya!!" teriak gadis itu dengan keras ketika suara petir kembali bersuara.

Suara pelan langkah kaki terdengar mendekati pintu-Ceklek, pintu terbuka dari dalam menampilkan dua orang dewasa yang mengenakan piama.

"Ana?" Ucap wanita paruh baya bersurai merah muda, wanita itu menunduk menyamakan posisi tubuhnya dengan gadis itu. Wajah yang teduh serta cantik dapat dilihat oleh gadis itu walaupun dengan cahaya yang temaram. Tangan wanita itu terulur mengusap lembut cairan bening yang mengalir di pipi gadis mungil yang menangis itu.

"Jangan menangis." Ucap wanita itu lembut sembari tersenyum.

Secara perlahan hati gadis dengan nama Ana itu merasa sedikit tenang, dengan beberapa isak kan kecil dia mengadu pada ibunya. "Ma, Ana takut suara petirnya terdengar keras." terang gadis itu sambil memeluk ibunya.

Pria paruh baya yang berdiri tidak jauh dari ibunya tersenyum. "Tenang Ana, papa dengan Mama ada di sini, jadi Ana jangan takut." ucap pria dengan surai merah itu sambil menepuk pelan kepala putrinya.

"Tapi Ana masih takut."

Ibunya kembali tersenyum lalu mengelus puncak surai putrinya "Ana ingin mama temani?"

Mendengar perkataan itu, iris emerald-nya berbinar-binar, dengan senyum lebarnya gadis itu mengangguk, "ungg! Ana mau!"

Melihat reaksi putrinya, kedua orang itu terkekeh.

"Baik, ayo Ana." ucap ibunya sambil menggandeng tangan gadis itu. "Glen, aku akan temani Ana tidur." pamitnya.

Pria itu mengangguk. "Hm, mimpi indah Liria, Ana." balasnya.

"Papa juga!"

Setelah mengatakan ucapan selamat malam, kedua ibu dan anak itu pergi menuju kamar putrinya.

"Gadis kecil mama masih takut ya dengan petir?" Tanya ibunya. Saat ini mereka telah berada di kamar gadis itu.

"Ana tidak takut karena petirnya, namun malam ini Ana bermimpi buruk." cerita gadis itu sambil merebahkan dirinya di kasurnya yang berukuran queen size lalu disusul oleh ibunya.

"Mimpi apa itu sayang?"

Dahi gadis itu bertaut, jarinya bergerak gelisah, "Ana melihat seorang anak laki-laki yang terlihat seram, tubuhnya kotor oleh lumpur dan rambutnya basah oleh hujan. Lalu..lalu suara petir membangunkan Ana." Cerita gadis itu dengan jujur.

Sang ibu tersenyum, "Sini tiduran di samping mama, ada sesuatu yang ingin mama katakan."

Dengan wajah yang heran, gadis itu mendekat pada ibunya, dia merebahkan tubuhnya tepat di samping ibunya. " Apa itu?"

"Sayang, yang terjadi itu adalah mimpi. Hal itu tidaklah nyata, itu hanya imajinasi dari Ana yang luar biasa." Ucap ibunya, tangannya mengusap lembut dahi anaknya.

"Benarkah?"

"Tentu saja. Sudah, ayo tidur tidak baik terjaga sepanjang malam."

Secara patuh gadis itu mengangguk.

"Iya mama, selamat malam-hoamm~"

Ibunya tersenyum lalu mengecup singkat pipi anaknya, "selamat malam juga Liana sayang, kali ini semoga kesayangan mama mendapat mimpi yang indah." Setelah mengatakan itu, mereka berdua menutup mata mereka dan membiarkan suara rintik hujan menemani malam mereka.

Selang beberapa menit, mereka pun terbuai oleh mimpi yang sederhana namun dapat membuat mereka tersenyum kembali.

***

To be continued

The Forsythia and Gladiol (first) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang