42

80 6 0
                                    


"Yukki bagaimana keadaan Vion?" Tanya Liana, saat ini dia meminta Yukki untuk mengobati Vion setelah pertarungan mereka tadi.

Jika saja Yukki tidak muncul mungkin Liana akan kalah oleh Snow Red, tapi untungnya Yukki muncul tepat waktu dan dia membantu Liana melawan Snow Red, saat kendali Snow Red terlepas saat itulah Vion terluka.

"Tenanglah, dia baik-baik saja. Untung saja aku datang tepat waktu. Jika tidak entah seperti apa jadinya kalian."

Liana menunduk menatap wajah damai Vion yang terlelap di pangkuannya, perasaan Liana menjadi sedih melihat tubuh Vion yang terluka. Rasanya dia juga ikut merasakan sakit itu.

Mata emerald Liana berkaca-kaca, dengan tatapan yang dalam dia menatap Vion, "syukurlah, lukamu tidak parah." Gumam Liana. Tangannya membelai lembut wajah Vion yang tidak tertutup oleh topeng lagi. Dapat Liana lihat tanda kutukan itu. Hitam dan berbentuk aneh. Seperti yang Vion katakan setengah wajahnya rusak oleh kutukan.

'Kasar sekali, pantas saja banyak orang yang tidak suka dengan Vion. Jika wajahnya seperti ini, separuh rusak oleh kutukan.'

Yukki menepuk bahu Liana pelan, dia tahu jika Liana sedang bersedih. "Bagaimana denganmu, apa kau baik-baik saja?"

Liana mengangguk, "tapi...bagaimana cara kita membereskan tempat ini?"

Yukki mengedarkan pandangannya, "rusak sekali, pertarungan tadi hampir merusak tempat ini. Lalu perbuatan Snow Red tadi membuat tempat ini jadi mengerikan."

Sekeliling mereka rusak bekas pertarungan Liana dan Snow Red ditambah serangan dari Yukki. Belum lagi mayat-mayat yang di kumpulkan Snow Red berserakan. Membuat tempat itu menjadi mengerikan, siapapun yang melihatnya pasti akan syok.

"Lebih baik kita kuburkan saja dulu mayat-mayat itu."

"Kau benar, hal itu serahkan saja padaku dan juga tempat ini. Biarkan aku yang mengurusnya. Mungkin Vion akan sadar sebentar lagi, sebaiknya aku memindahkan kalian ketempat yang lain berada. Bersiaplah!"

"Kau yakin itu?"

"Huh? Kau pikir aku siapa? Tentu saja aku bisa mengurusnya."

"Baik kalau begitu." Liana tersenyum pada Yukki, dia sangat berterima kasih padanya karena selalu ada disaat Liana membutuhkannya.

"Terima kasih.." perlahan tubuh Liana dan Vion memudar saat cahaya hijau menyelimuti tubuh mereka berdua.

"Perpindahan ruang dan dimensi!"

Swossh.

Seketika itu juga mereka berdua menghilang, meninggalkan Yukki dengan seringainya.

"Okeh sekarang tinggal yang ada disini."

***

Disebuah toko makanan tengah duduk manis Rith yang dengan santainya memakai berbagai cemilan tanpa tahu keributan apa yang telah dia sebabkan.

"Eumm~enak sekali makanan disini!" Kata Rith dengan antusias yang luar biasa. Dia terlihat sangat menikmati makanan yang diberikan untuknya.

Disisi Rith berdiri gadis kecil berambut jingga, dia tersenyum lebar melihat Rith yang puas akan makanan yang dia berikan, "terima kasih, jika kakak ingin lagi, bilang saja."

Rith mengangguk, jika saja Grisa ada di situ mungkin kepala Rith akan dipukul oleh Grisa dengan kipasnya. Kelakuan Rith sungguh tidak tahu malu, sudah di beri makan ingin nambah lagi. Dan lagi cara makannya yang sangat gegabah. Walau begitu gadis kecil itu malah tersenyum, dia merasa senang jika Rith suka dengan masakan yang dijual di tokonya.

"Nak, kenapa kau sendirian di kerumunan?" Tanya wanita paruh baya yang duduk di depan Rith, sedari tadi dia menyaksikan aksi makan Rith. Wanita itu adalah pemilik dari toko makanan itu, dan juga ibu dari gadis kecil yang menolong Rith.

"Saya tersesat nyonya Garnet." Jawab Rith dengan tenang sambil menikmati makanannya, kebiasaan Rith saat sudah berkumpul dengan makanan, dia akan lupa segalanya.

Nyonya Garnet atau Emma Garnet ibu dari Annatte Garnet, hanya bisa tersenyum, tatapan lembut terpancar dari matanya yang berwarna jingga kelam tatapan seorang ibu menyorot Rith dengan teduh.

Rith yang telah selesai, menunduk sedikit. "Terima kasih untuk makanan yang telah kalian sajikan, saya sungguh merasa tersanjung dan untuk membalas budi—" Rith menghentikan perkataannya sejenak, dia mengambil sesuatu dari kantong yang tersampir di saku gaun sederhananya. Setelahnya dia menyerahkan hal itu ke tangan Emma. "Mungkin ini tidak seberapa dengan kebaikan yang telah kalian berikan pada saya..tetapi ambil-lah."

Saat Emma memeriksa tangannya, ia terkejut sebab Rith memberikannya sebuah batu Ruby seukuran telapak tangan kucing, berbentuk oval. Batu itu bersinar saat terpantul cahaya lampu. Terlihat indah dengan warna merahnya.

Emma menggeleng, "tidak nona! Saya tidak bisa menerimanya, saya rasa ini terlalu berlebihan, saya tidak keberatan ataupun mengharapkan imbalan atas hal yang saya lakukan pada anda, sungguh saya tulus membantu anda." Bagi Emma, batu Ruby yang diberikan Rith terlalu berlebihan, harga makanan yang dia berikan tidak sepadan dengan harga dari batu Ruby itu. Mungkin jika diperkirakan, harga batu Ruby itu cukup membeli dua rumah dan sebidang tanah atau bahkan lebih dari itu.

Rith tersenyum. "Saya tidak bisa mengambil apa yang telah saya berikan, bagi saya kebaikan anda lebih mahal dari pada batu Ruby ini, bahkan mungkin lebih bersinar. Maka dari itu saya mohon terimalah,  dan sekali lagi saya sangat berterima kasih pada anda dan putri anda." Rith berdiri lalu membungkuk sedikit. Setelahnya dia berbalik,  dia ingin keluar lalu mencari keberadaan teman-temannya yang lain.

Sebelum Rith keluar, dia mengusap pelan puncak kepala Anna. "Terima kasih juga untukmu manis, kakak harap kita bisa bertemu lagi." Setelah mengatakan itu Rith keluar lalu menghilang bersamaan pintu di tutup.

Anna memandang Rith dengan takjub sambil memegang kepalanya yang telah di usap oleh Rith, "cantik." Gumamnya.

***

Saat semua orang panik dengan alasan yang berbeda, lain lagi dengan Grisa dan Rachel. Mereka menikmati waktu berdua. Saat ini mereka sedang berjalan-jalan dengan santai sambil melihat-lihat keadaan sekitar yang lumayan ramai.

"Rachel, apa kita tidak terlalu lama pergi? Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang terjadi." Kata Grisa, dia merasa gelisah, ada sesuatu yang mengganjal perasaannya, dia takut sesuatu yang buruk terjadi pada yang lain.

Grisa memiliki firasat yang kuat karena dia memiliki darah dari keturunan seorang peramal, itulah mengapa dia memiliki firasat yang dapat menebak masa depan, walaupun begitu masih ada kelemahan dari kemampuannya, yakni firasatnya tidak selalu benar terjadi. Kemampuan meramal Grisa tidak sekuat garis keturunan pertama, sebab jarak hubungan mereka telah terlalu jauh.

Rachel yang berjalan di sisi Grisa terlihat santai-santai saja, dia memang orang apatis lebih dari Nicold. Mungkin jika dunia akan berakhir Rachel tetap tidak akan peduli, bisa saja dia akan duduk santai sambil menikmati cemilannya.

"Tenanglah Gris, aku yakin merek—lho Rith?!" Perkataan Rachel terhenti saat melihat kembarannya Rith, berdiri tidak jauh dari mereka.

Mendengar Rachel menyebut nama Rith membuat Grisa dengan cepat menengok ke arah pandangan Rachel.

Dan benar saja, Rith berdiri di tengah kerumunan dengan wajah yang terlihat linglung, seolah-olah dia sedang tersesat...atau mungkin iya.

"Ayo kita susul dia!" Ajak Grisa.

Rachel mengangguk. Mereka mendekati Rith, untuk memastikan hal apa yang terjadi padanya hingga ia berdiri seorang diri di tengah kerumunan.

***

Huh~akhirnya keluar lagi satu chapter. Apa kalian masih menantikan cerita ini?




The Forsythia and Gladiol (first) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang