22

102 6 0
                                    


Happy Reading

.

.

(...)

***

"Tu-tunggu Liana! Apa kamu lupa tentang perkataan ibunda sema—"

Sebelum Vion melanjutkan perkataannya, aku langsung menarik tangannya, agar ia segera menggerakkan kakinya. Vion benar-benar cerewet.

"Dengarkan ini baik-baik Vion! Aku tidak peduli apapun yang dikatakan orang lain tentangmu, ini hidupmu, lalu hidup itu hanya sekali maka manfaatkanlah dengan baik! Kamu layak untuk melihat festival itu, kamu itu pangeran Forsythia, jika seorang rakyat biasa bisa menikmati festival itu, berarti kamu yang seorang pangeran juga harus menikmatinya. Jangan dengarkan apa yang dikatakan orang lain mengenai kutukan atau apalah itu!" Sejenak aku menarik napas, "aku tidak ingin kamu bersedih, kamu adalah sahabatku yang berharga." Ucapku di sepanjang jalan.

Tanpa menoleh padanya, aku terus-terusan berbicara. Aku tidak bisa menghentikan diriku jika menyangkut tentang Vion.

Perasaanku menjadi sakit melihat perilaku orang lain pada Vion. Aku mengatakannya agar Vion tahu jika dirinya berharga, dia layak menghargai dirinya sendiri bukan merendahkan seperti orang lain.

'Aku harap kamu mengerti.'

----

Wushhh~

Angin berhembus mengiringi setiap untaian kalimat yang terucap dari bibir kecil Liana.

Beberapa kalimat yang diucapkannya, terasa hangat. Baru pertama kali ku dengar, selama aku tumbuh di istana Forsythia, rasanya seperti ada secercah harapan di setiap perkataannya itu.

Tanganku yang di genggam olehnya terasa hangat, lalu iris emerald itu memancarkan banyak harapan terlihat bercahaya dan bersinar.

Mataku tidak lepas dari wajahnya, senyum polos yang terlihat begitu menawan; aku berharap dia selalu tersenyum padaku dan hanya untukku.

Sesaat aku terkejut dengan keinginanku sendiri, 'ada apa denganku?' Aku merasa seperti tidak rela jika Liana dilihat orang lain, aku hanya ingin Liana untukku.

"Vion?"

Pandanganku beralih pada wajah Liana, yang menampilkan ekspresi bingung. Dahinya berkerut sedikit, lalu pipinya berwarna kemerahan yang pudar seperti menyatu dengan kulit.

'Aku ingin menjaga senyumannya.'

Aku tersenyum, sembari menatap matanya. Tangan yang ia genggam, kueratkan.

"Ayo kita pergi ke festival."

Sesuai kukatakan, Liana memekik kesenangan, matanya semakin bersinar, ia berbalik menarik tanganku, genggamannya kuat sekali.

Karena Liana berjalan lebih, aku dapat melihat punggung kecilnya yang tertutup oleh jubah berwarna hitam. Melihat punggung kecil itu, aku membayangkan jika ada sayap di sana. Aku rasa Liana akan menjadi seorang malaikat.

'Liana, Bolehkah aku berharap, jika kita lebih dari sekedar sahabat?'

Tanganku menggenggam tangan Liana lebih erat.

Tanganku menggenggam tangan Liana lebih erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Forsythia and Gladiol (first) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang