"Hormat kami kepada yang mulia, semoga anda diberkahi sang Dewi."Yang tertua dari mereka membuka percakapan, perkiraan umurnya sekitar 69 tahun.
"Untuk apa kalian kemari?"
"Yang mulia, kami tidak bisa memanggil hujan, di karenakan awan sihir tidak di temukan."
"...." Tampang Raja mengeras.
Orang yang disisi tetua gemetar, "iy-iya yang mulia, kami berusaha mencari awan itu bahkan kami telah berusaha untuk membuat tiruannya tetapi gagal, kami telah berusaha sebaik mungkin, kami bahkan memakai cara apapun dan itu tetap tidak bisa. Kami rasa tahun ini ri-" ucapannya terhenti secara mendadak akibat sihir milik Raja.
Nasib penyihir itu sama seperti Jen, tapi bedanya-lengannya terputus tidak cukup sampai di situ, kilatan cahaya itu melesat cepat ke arah dadanya hingga menembus keluar, terlihat di ujung tombak itu terdapat jantung yang masih berdetak. Seketika itu juga, penyihir itu ambruk dengan tubuh penuh darah
Dengan tampang yang menggelap, Raja mendekati para penyihir. "Aku telah memperingatkan kalian, bahwa aku tidak menyukai keluhan apapun, tetapi mengapa!!"
Para penyihir merosot ketakutan, saat manik mata yang berwarna Aqua itu menatap mereka dengan sorot yang mengerikan, kali ini aura Raja lebih besar dan menguat, bahkan mereka dapat merasakan banyak tombak sihir berbentuk cahaya tertuju pada mereka.
"Kalian mengeluh?!" Tekan Egar dengan wajah dingin.
Para penyihir benar-benar ketakutan, mereka berlutut di kaki Raja. Tubuh-tubuh mereka gemetar tidak terkendali, "a-ampuni kami yang mulia, k-kami akan mencob-anya sekali lagi!"
Permohonan mereka tidak di gubris sama sekali oleh Raja, dia malah menatap hina para penyihir-penyihur itu. "Aku tidak suka memberikan kesempatan kedua pada orang yang tidak berguna! Jen seret mereka ke penjara bawah Tanah dan siksa mereka sampai mereka sendiri yang ingin mati!" Mata itu menatap angkuh para penyihir yang bersujud di bawah kaki Raja.
Jen menunduk, sesuai dari perintah Raja-nya, dia mengikat para penyihir dengan rantai yang terbuat dari api.
"Untuk Dewi, berikanlah aku anugerah mu. Biarkan rantaimu mengikat para pendosa, sihir api, tingkat pertama. Rantai yang membara!"
Selepas Jen mengucapkan mantra sihir, munculah rantai besi yang sangat panjang, rantai itu seperti habis dari api. Bagaikan pedang yang baru saja di angkat dari tungku. Sangat panas dan membara.
"Akhhh! YANG MULIA! AMPUNI KAMI!"
Para penyihir berteriak kesakitan, saat rantai milik Jen bersentuhan langsung dengan kulit mereka, membuat pakaian mereka sobek, dan bahkan mengoyak daging mereka.
"BERIKAN KAMI KESEMPATAN YANG MULIA!"
"Y-ANG MULIA!!"
"AKHHHH!"
Teriakan demi teriakan mengiringi langkah Jen saat menyeret mereka ke arah portal yang disiapkan oleh Louzi.
"Beritahukan kepada rakyat, jika ritual hujan tahun ini di batalkan."
"Yang mulia! Hal itu terlalu berisiko! Bagaimana jika ada rakyat yang tidak setuju lalu memberontak?"
Raja menoleh ke arah Louzi, manik mata yang berwarna Aqua itu berkilat tajam. Tatapannya memancarkan hawa untuk membunuh.
Louzi merasa seluruh tubuhnya meremang akibat tekanan yang dipancarkan oleh mata sang penguasa.
"Hilangkan saja mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forsythia and Gladiol (first) END
FantasyIni adalah cerita tentang seorang gadis kecil yang berpetualang dalam dimensi yang berbeda melalui sebuah pintu usang dengan simbol-simbol berbentuk abstrak yang sulit dipahami apalagi oleh gadis kecil itu. Tetapi herannya, mengapa gadis itu dapat m...