29

85 6 0
                                    


Kami berpencar memilih gaun atau dress yang cocok.

Aku pergi ke arah rak yang menunjukkan warna biru, yah karena biru adalah warna kesukaanku. Tetapi saat aku mencoba menyentuh gaunnya rasanya berat. Bisa saja badanku akan patah jika aku memakainya saat di pesta.

Sibuk melihat-lihat tanpa sadar aku melewati rak gaun berwarna biru, langkahku terlalu jauh meninggalkan teman-teman yang lain. Sampai mataku terpaku pada dua siluet orang kurasa. Satu siluet terlihat duduk di depan siluet yang berdiri sambil berkacak pinggang.

Karena penasaran aku mendekat, hingga suara kegaduhan terdengar.

"Dasar rendahan! Merancang satu gaunku pun kau tidak becus! Bisa-bisanya kau merusak gaunku!"

"Ma-maafkan saya nona."

Karena penasaran aku mencoba mendekati mereka.

"Tid-"

"Maaf mengganggu nona, tuan. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Melihat kedatanganku gadis itu menatapku dari atas hingga ke bawah. Jika kutebak dia pasti seorang gadis bangsawan terlihat jelas dari cara dia berpenampilan, MEWAH!

"Hufp! Dia merancang gaunku dengan salah dan tidak teliti, sungguh tidak profesional."

"Benarkah itu?" Aku menoleh pada laki-laki itu yang sedang duduk bersimpuh dilantai dengan kepala yang menunduk.

"Sa-saya tidak ta-ahu nona?" Dengan ragu dia menjawab.

"Tidak usah berpura-pura! Kau telah menghilangkan satu butir mutiaraku! Bukankah awalnya aku memintamu untuk memasangkan seratus butir di gaunku, tapi mengapa kau menghilangkannya! Kau bahkan tidak akan bisa menggantinya meskipun menggunakan lima tahun gajimu!" Kata gadis itu dengan menggebu-gebu, bahkan wajahnya pun memerah menahan emosi.

Aku mendelik padanya saat mendengar alasan kemarahannya, jahat sekali, bukankah dia gadis bangsawan? Memangnya semahal apa untuk membeli sebutir mutiara lagi? Bukan bermaksud mengatakan mutiara itu murah tapi kan dia seorang bangsawan yang bahkan memiliki puluhan pelayan, ataupun puluhan gaun berhias berlian!

"Maaf nona, bukankah anda masih memiliki 99 butir lagi? Tidak ada salahnya kan membiarkan satu butir itu?"

"APA?!"

Mataku terpejam saat dia berteriak tepat di wajahku, rasanya rambutku terlempar kebelakang.

"Hanya satu butir! Heh! Kau itu siapa hah?! Satu butir mutiaraku sangat berharga dan lagi mutiara itu adalah mutiara terbaik yang didapatkan dengan susah payah! Aku minta ganti rugi, bukan uang tapi mutiara itu kembali! Jika tidak aku akan mengadukannya sehingga dia dipecat!" Ancam gadis itu.

Mendengar ancamannya, laki-laki itu mendongak, terlihat jelas wajahnya pucat. Segera saja dia bersimpuh di kaki gadis itu. "No-nona maafkan saya! Saya tidak sengaja melakukannya! Saya mohon ampuni saya!"

Aku iba melihatnya, dia menangis di kaki gadis itu tanpa harga diri sedangkan gadis itu hanya memandang jijik laki-laki yang bersimpuh di kakinya.

Aku tidak bisa menerimanya, "hei nona! Ternyata hanya rumahmu saja yang besar sedangkan hatimu sempit seperti rumah tikus mondok, upss aku keceplosan." Sindirku sinis.

Aku mendekat kearah laki-laki itu, lalu memegang bahunya, "berdirilah, kau tidak layak bersujud di kaki gadis menyedihkan ini."

Mendengar itu malah semakin membuat gadis itu mencak-mencak sendiri, seperti menyiram api dengan solar.

"Jaga ucapanmu jelata! Kau tidak tahu aku siapa hah?! Aku ini adalah putri dari Duke Ardel, lady Rosetta De Kyosa Ardel, aku bisa saja meminta pada ayahku untuk menangkap mu!"

The Forsythia and Gladiol (first) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang