17 (REVISI)

108 7 0
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading


.

.

(Selesai di Revisi)

***

"Huh~ini membosankan, Yukki!" Rengekku pada Yukki, aku benar-benar merasa kebosanan saat ini.

"Bisakah kamu berhenti berkata bosan? Kamu sudah mengatakannya 25 kali, itu membuatku sedikit kesal." Terang Yukki, suaranya terdengar dari dalam kepalaku.

Kugembungkan pipiku, dengan alis yang menukik ke bawah. Menandakan aku sedang kesal padanya. "Kau tidak mengerti sama sekali, aku saat ini benar-benar bosan!" lagi, aku merengek padanya, kali ini dengan wajah yang cemberut.

"Sana! Pergilah, cari permainan yang mungkin bisa menghilangkan rasa jenuhmu itu, aku sudah pusing mendengar rengekanmu yang seperti bocah ingusan."

Hah? Bocah ingusan? Seketika dahiku mengernyit heran, aku merasa bingung dengan perkataan Yukki, 'memangnya aku ingusan?' pikirku sendiri, refleks aku mengusap hidungku dengan punggung tangan, masa iya dengan kaki.

"Tidak ada ingusnya, tuh. Palingan ini." Kataku, seraya menyodorkan punggung tanganku yang kugunakan untuk mengusap hidungku sendiri, punggung tanganku bersih dari ingus tetapi ada kotoran hidungnya, hehe.

Dapat kurasakan Yukki bergidik jijik melihatnya, "eww~kau jorok sekali Liana! Cepat bersihkan itu!" Pekiknya kesal, padahal kan itu hanya kotoran hidung. Tidak perlu dia melengkingkan suaranya di dalam kepalaku, bisa saja telingaku menjadi tuli gara-gara suaranya; Tapi tunggu, apa dengan telepati telingaku bisa tuli?

"Pemikiranmu itu terlalu berlebihan Liana, asal kau tahu saja, suaraku ini termasuk suara surgawi, orang-orangku sendiri mengakuinya."

Wajahku mendatar mendengar itu, astaga tingkat kepercayaan dirinya patut di acungi jempol kaki. Kuputar bola mataku dengan malas, "ya, ya, ya, aku akan membersihkannya."

Kusapukan tanganku pada kain basah yang terletak tidak jauh dariku, kain itu tergeletak begitu saja di pojok lantai kamarku. 'Kain apa yah kira-kira?' tanyaku pada diriku sendiri setelah aku menyapukan kain itu pada tanganku sendiri.

"Liana itu kain pel!"

"Huh?" Aku terdiam berusaha mencerna perkataan Yukki. "Oh, tidak masalah lah yang penting juga lap, kalau ke kamar mandi kan susah."

"Kamar mandinya kan tidak jauh-jauh juga, kau hanya perlu berjalan dengan kakimu itu."

"Malas!" Secara singkat, padat, dan jelas aku menjawab. Aku rasanya malas sekali berjalan ke kamar mandi, jadi apa yang kulihat itu saja yang kugunakan. Kenapa tadi aku tidak menggunakan bajuku sendiri?

The Forsythia and Gladiol (first) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang