Jam sudah menunjukkan pukul 10.58 WIB ketika Chaerra membuka kelopak mata. Bagian lehernya tidak lagi terasa pegal dan lebih nyaman akibat bantal yang mungkin ditaruh Jeiden entah kapan. Seingat Chaerra, ia tidur tanpa bantal karena melemparkan benda itu sebelum memejamkan mata, tapi benda itu sudah kembali ada di bawah kepalanya begitu ia bangun.
Suasana kamar masih begitu gelap, seluruh lampu termasuk lampu tidur sudah dimatikan. Tirai-tirai biru tua yang menghiasi kaca jendela kamar juga masih tertutup rapat, tak membiarkan sinar matahari menusuk mata sama sekali. Gadis itu menggeliat, meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Matanya tak dapat menangkap tubuh Jeiden di mana pun membuatnya yakin pemuda itu sudah bangun lebih dulu dan membiarkannya tertidur sampai hampir mendekati siang hari seperti ini.
Pintu kamar yang terbuka tanpa diketuk lebih dulu membuat kepala Chaerra bergerak perlahan menoleh. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Jeiden yang jadi terkejut kecil akibat sudah mendapati tubuh Chaerra duduk dengan wajah bangun tidur dan rambut berantakan seperti singa. Pemuda itu jadi melemparkan sebuah senyuman kecil tanpa sadar, menimbulkan tatapan heran Chaerra.
”Pagi,” sapa Jeiden pelan, ”tidur lo nyenyak?"
Chaerra bergumam, mengangguk begitu saja dengan tatapan masih linglung.
”Gue beliin sandal, coba lo pakai. Ukurannya gue samain sama sneakers lo.”
Jeiden menunjuk ke arah bawah ranjang sebelum berjalan lurus ke arah jendela. Chaerra yang semula masih mengerjap mengumpulkan nyawa hanya bisa mengikuti arah tubuh pemuda itu, mengamati gerakan Jeiden yang mulai membuka tirai-tirai kamar. Gadis itu memijit pelan pelipisnya, baru merasakan pusing begitu melihat cahaya matahari sudah begitu tinggi.
Tubuhnya dengan malas bergerak dari tengah kasur terus menuju sisi. Indra penglihatan gadis itu segera menangkap sandal berbulu dengan bagian atas kepala kelinci berwarna merah. Setelah mengamati dengan cukup lama, kaki Chaerra baru berani bergerak turun menyentuh benda lembut itu sebelum berdiri.
”Pas kan?“ Jeiden mendekat, bertanya memastikan. ”Atau mau ganti ukuran?”
”Gue suka warna biru,“ komentar gadis itu lugu masih merasa sedikit linglung.
Suara tawa Jeiden terdengar pelan. “Ya udah, entar beli lagi.”
Bibir bawah Chaerra sedikit maju mengerucut dengan pipi berisinya yang sedikit turun cemberut. Gadis itu menoleh pada Jeiden yang kembali berbalik, mengambil bungkus rokok di meja. Gadis itu mengerjap, menggeleng kecil dengan kesadaran yang lama-lama kembali.
Helaan nafas berat menjadi hal pertama yang Chaerra lakukan setelah kembali ke alam nyata. Gadis itu sedikit menyisir rambutnya dengan tangan, cukup membantu walaupun helai-helai rambutnya masih mengembang dan berantakan. Mata Chaerra masih fokus pada Jeiden yang tengah sibuk, menata selimut di atas kasur dan merapikan letak bantal.
”Lo mau mandi dulu atau sarapan?”
”Sarapan.”
Jeiden menoleh, memandang cukup terkejut pada jawaban spontan yang diberikan gadis itu. ”Keluar aja, di meja udah ada makanan.”
Chaerra menurut, mengikuti intruksi Jeiden dengan baik. Gadis itu berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Jeiden yang tampaknya masih sibuk mengembalikan bentuk kamarnya seperti biasa. Nyawa gadis itu seolah masih berada di angka 80% dari 100%, membuat 20% dalam dirinya belum sadar sepenuhnya jika menata kasur seharusnya jadi tanggung jawab Chaerra karena gadis itu yang menempatinya tidur.
Tidak banyak makanan yang dapat Chaerra lihat di meja depan. Boar Chaerra jelaskan sedikit, apartemen Jeiden tidak punya sekat-sekat khusus selain untuk kamar dan kamar mandi luar. Begitu masuk, retina mata akan bisa langsung menangkap ruang tamu sekaligus TV di bagian paling depan yang langsung disusul dengan meja dan kursi untuk makan dan dapur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi... Boyfriend
FanficJeiden & Chaerra from Win Crown Lebih baik baca Win Crown dulu, tapi kalau mau langsung baca ini juga gak papa :) Rated: 17+ . . . . . Bagaimana jika gadis yang mendapatkan julukan Singa IPA bertemu dengan pemuda dengan julukan Idol Boy School di da...