46. His House

101 14 5
                                    

Suara bel pintu yang baru saja terdengar membuat Jeiden menoleh ke arah kamar orang tuanya. Belum ada tanda-tanda kehidupan dari sana, entah apa yang dibicarakan oleh kedua orang itu sejak sang ibu berhasil dijemput oleh ayahnya dari rumah Oma kemarin. Tiga hari ini pemuda itu juga hanya mengurung diri di kamar karena seluruh fasilitasnya disita, keluar jika ia membutuhkan makan dan minum seperti saat ini saja.

Selama dua hari, Jeiden hanya berlalu lalang bersama sang ayah, hidup dengan rasa canggung dan dingin masing-masing. Setelah seluruh apa yang diutarakan oleh ibunya, pemuda itu tak berniat membuka suara sama sekali. Sebenarnya Jeiden sendiri sudah tau mengenai pernikahan kedua orang tuanya yang tak mendapat restu dari Opa karena dulu ibunya tak lebih dari seorang model majalah fashion biasa.

Tapi secara jujur, pemuda itu tak tau sama sekali sang Opa sampai memfitnah Ibu melakukan perselingkuhan di saat tengah mengandung Jeiden. Yah, pantas saja ayahnya selalu tak bisa berperan sebagai ayah. Rasa cinta dari ayahnya yang terlalu besar pada sang ibu pasti membuat perasaan denial itu muncul begitu saja, apalagi Jeiden juga jadi alasan perempuan paling laki-laki itu cintai hampir mati dan harus melakukan pengangkatan rahim. Kebencian itu pasti terpupuk begitu baik dan menutup mata sang Ayah mengenai kebenaran apabila Jeiden anak kandungnya sendiri.

Hey, wajah mereka saja mirip! Semua orang pasti akan langsung sadar mereka punya garis wajah yang sama!

”Lo?”

Jeiden tak dapat menyembunyikan wajah tercengangnya setelah memutuskan mengalah membuka pintu. Gambaran gadis yang tiga hari ini memenuhi kepalanya kini tampak nyata, sangat nyata. Wajah dengan garis kesal gadis itu juga persis dengan Chaerra setiap kali sudah siap mengomel pada siapapun.

”Keparat lo sialan.”

Ditambah suara dan umpatan gadis itu yang membuat Jeiden makin sadar jika gadis jenjang dengan seragam berantakan di depannya benar-benar Chaerra. Kepalanya dengan cepat kembali menoleh panik, memastikan pintu kamar orang tuanya masih tertutup dengan rapi. Akar masalah dari segala masalah yang muncul, dan bahkan belum sempat Jeiden luruskan kini muncul di hadapan rumahnya seolah sedang menyerahkan diri.

”Lo ngapain? Tau alamat ini dari mana?” tanya pemuda itu dengan suara tertahan panik.

Rambut Chaerra yang masih digerai menambah kesan berantakan bagi gadis itu bergerak mengikuti wajahnya yang melengos dengan dengusan remeh. ”Kenapa nada suara lo seakan emang gak mau ketemu gue?”

”Gak! Bukan-” Jeiden terbata sendiri, masih menahan diri di depan pintu dengan kepala bergerak dari satu sisi dalam ke dalam sisi luar. ”Masuk tanpa suara oke, langsung naik tangga ke lantai atas,” minta Jeiden pelan menyingkirkan tubuh memberikan Chaerra ruang.

Chaerra adalah gadis dominan keras kepala yang selalu suka memberontak, Jeiden sangat tau tentang itu. Jadi begitu kaki jenjang dan ramping Chaerra melangkah masuk berniat menuju ruang tamu, tangan besar Jeiden sudah lebih dulu menyeruak membekap bibir gadis itu dan menuntunnya langsung ke tangga. Tak peduli sekeras apapun Chaerra memberontak, tenaga gadis itu sebagai gadis tetap saja akan lebih menguntungkan Jeiden sepenuhnya karena ia bisa langsung mendorong tubuh di dekapannya itu ke dalam kamar.

”Denger!” Jeiden lebih dulu bicara sebelum suara protes terdengar. Pemuda itu mengunci pintu kamarnya memastikan kedua orangnya tidak tiba-tiba masuk atau sekedar gadis di hadapannya yang tiba-tiba kabur ke luar. ”Gue bakal ngajuin banyak pertanyaan ke lo. Tapi yang paling utama, alasan lo datang ke sini?”

”Alasan?”

Jelas gadis itu menunjukkan ekspresi tersinggung. Bibir Chaerra mungkin sedikit terangkat tersenyum, tapi itu jauh lebih menakutkan bagi Jeiden daripada wajah sebal chubbynya. Mata tajam Jeiden berusaha tak lepas dari gerakan gadis itu, mulai dari Chaerra yang melemparkan ponselnya sendiri, melepaskan tali tas di bahunya, dan yang membuat Jeiden lengah di bagian paling akhir adalah ketika gadis itu langsung melemparkan benda berwarna biru itu ke tepat ke wajahnya.

Hi... BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang