Mata dengan garis memanjang naik itu masih berbinar sejak tadi, tak dapat teralih dari pemandangan wajah bulat seseorang di depan sana. Kulit putih pucat Chaerra yang dipadukan dengan warna cerah bibir gadis itu tampak sempurna. Struktur wajahnya begitu pas, mata gadis itu tak bisa dikatakan sipit, namun kadang tampak kecil saat wajahnya tenang seperti ini sehingga bukan kategori mata lebar, begitu pula bibirnya yang punya ketebalan dan lebar sempurna bagi proporsi garis mukanya.
Saat diam seperti ini, Chaerra tampak begitu kalem. Wajah ayu-nya tampak jelas khas Jawa yang lembah lembut dengan perpaduan kulit pucat yang menambah kesan gadis baik-baik. Sebenernya bukan hanya saat diam, tapi juga ketika gadis itu menghadapi orang-orang seperti Eli, Arina, Chacha, dan anak perempuan yang lain pun perawakan gadis itu langsung berubah layaknya Ibu Ratu yang baik hati. Tapi saat sudah bersama Jeiden, atau menghadapi orang-orang begal lainnya, perangan gadis itu sudah seperti kobaran api yang siap disiram oleh bahan bakar.
“Kenapa?”
Gadis itu pada akhirnya angkat suara, mendorong kembali benda pipih persegi panjang berwarna hitam di tangannya ke arah Jeiden. Sudah sepuluh menit berlalu sejak keduanya sama-sama mengatupkan bibir. Chaerra yang sibuk entah melakukan apa dengan ponselnya, dan Jeiden yang hanya bersandar pada punggung kursi dengan mata jatuh lurus pada gadis itu.
“Apanya yang kenapa?”
”Lo bosen gue diem aja?“ tanya Chaerra menaikkan pandangan.
Jeiden menggeleng pelan. ”Enggak.”
”Terus?”
Kepala pemuda itu kembali bergerak menggeleng pelan. ”Besok Dance ada acara apa?”
”Jalan doang, ke pantai, wahana permainan, ya pokonya main-main.”
”Jam berapa?”
”Sepuluh.”
”Pagi bisa nemenim belanja dulu kan berarti?”
Gadis itu jadi menghela nafas panjang, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. ”Gak bisa, gue bukan morning person kayak lo. Gue tidur kemaleman, ya bangun kesiangan.”
”Biar gue bangunin kalau gitu.”
”Gak mau!“
Sentakan kesal gadis itu membuat tawa pelan Jeiden kembali terdengar mengalun. Mengisi sudut-sudut kosong yang sudah begitu sunyi. Tak ada lagi suara apapun selain deruan nafas kedua orang itu yang terdengar seirama karena Chaerra kembali fokus pada ponselnya dan Jeiden yang juga hanya diam. Lampu di bagian depan sudah dimatikan sejak tadi, sehingga cahaya di sekeliling mereka hanya diisi oleh lampus di atas meja makan, membuat suasana temaram semakin terasa.
Bahkan di cahaya remang-remang itu, kulit Chaerra tetap bersinar dengan wajah gadis itu yang tampak semakin terlihat layaknya anak kecil. Wajah bulat, pipi berisi, mata berbinar, kulit bedak bayi, bibir pink cerah, rambut lurus tergerai, helai-helai poni tipis di bagian dahinya, ditambah dengan pakaian yang Chaerra gunakan malam ini. Benar-benar seperti anak perempuan berusia tujuh tahun yang tak bisa menutup mata karena besok adalah hari pertamanya memasuki sekolah dasar.
”Mau staycation gak, Chaer?”
”Di mana?”
”Bali?” Jeiden bertanya tak yakin. ”Bang Jenan habis dari sana, jadi ngurus keperluannya bisa gue serahin ke orangnya.”
”Kapan?”
”Nunggu liburan semester akhir kelamaan gak ya?”
Chaerra berdecak, akhirnya mengangkat pandangannya kembali ke arah Jeiden. ”Kelamaan, cari yang hari Kamis tanggal merah aja. Jadi Rabu sore berangkat, Minggu pulang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi... Boyfriend
ФанфикJeiden & Chaerra from Win Crown Lebih baik baca Win Crown dulu, tapi kalau mau langsung baca ini juga gak papa :) Rated: 17+ . . . . . Bagaimana jika gadis yang mendapatkan julukan Singa IPA bertemu dengan pemuda dengan julukan Idol Boy School di da...