”Pagi.”
Tidak heran lagi begitu gendang telinga Chaerra langsung mendengar suara yang sudah ia hafal pemiliknya menyapa. Gadis itu bergumam pelan, melenggang begitu saja tanpa menoleh ke sisi dapur di mana Jeiden masih berkutik di sana. Tujuan pertama yang menjadi tempat Chaerra berhenti adalah meja makan, di mana satu gelas air dingin sudah tersedia di sana.
”Chaer,” panggil Jeiden mencegah, ”bekas gue, ambil yang baru aja.”
Chaerra menoleh aneh, menggerakkan tangannya kembali yang sempat terjeda untuk membawa gelas ke dalam bibirnya. ”Kenapa kalau bekas lo? Lo juga biasanya makan bekas gue kan?”
Dengan santai gadis itu menguap lebar, duduk di kursi meja secara lesu. Ini lebih pagi dariapada apa yang bisa ia bayangkan. Kelopak mata Chaerra tak bisa tertutup dengan tenang sejak semalam, apalagi setelah ia berkaca dan melihat tanda kemerahan di bagian lehernya. Bagian bawah mata gadis itu sedikit menggelap. Ditambah pakaiannya semalam yang sudah diganti dengan pakaian kebesaran, membuat Chaerra benar-benar seperti orang sakit.
Jeiden menggeleng kecil dengan senyum tipis memandang gadis di hadapannya sudah kembali merebahkan kepala di atas maja. Pemuda itu masih menata sarapan yang ia beli di atas piring, tidak lupa dengan dua gelas air mineral dingin baru. Ia lebih dulu beranjak untuk mengantarkan piring makanan Chaerra dan gelas minuman gadis itu di atas meja, membuat gadis itu sedikit mendapatkan kesadarannya.
”Lo bisa makan di kaki lima kan? Ini gue beli di pinggir jalan soalnya.”
”Gak tau, belum pernah nyoba,” ujar gadis itu menarik piringnya supaya lebih dekat dengan tubuhnya yang sudah terangkat ke atas kursi seluruhnya. ”Tapi kayaknya gak papa sih,“ lanjut Chaerra memandang nasi uduk di hadapannya.
”Tidur lo gak nyenyak ya sampai jam segini udah bangun?”
Chaerra kembali bergumam pelan, mulai memasuki satu suapan nasi ke dalam mulutnya sehingga sibuk mengunyah. Jeiden jadi menutup bibirnya, ikut fokus pada makanannya sendiri. Matanya dapat menangkap tubuh Chaerra yang tengah duduk di hadapannya, dengan satu tangan menggerakkan sendok dan satu tangannya bermain ponsel.
”Nanti jadi belanja?”
”Jadi. Lo mau ikut?”
”Sampai jam delapan aja, habis itu kita balik buat gue siap-siap.”
Sebelah alis tebal pemuda itu terangkat heran. ”Siap-siap dua jam sendiri?”
”Perjalanannya kan dihitung setengah jam,” jawab Chaerra malas, mendongakkan wajahnya.
”Dari sini ke SMA Pelita tuh gak ada 20 menit lho, Chaer.”
”Gue kan masih harus mandi, make up, belum nanti nata rambut. Mana perlengkapan di sini minim banget lagi, pasti jadinya lama,” omel gadis itu sudah menunjuk-nunjuk Jeiden dengan sendok yang ia miliki.
”Coba list kebutuhan lo apa aja?” minta Jeiden pelan. ”Biar next time gak ribet kalau lo nginep di sini.”
”Skincare gue mahal.”
”Gak bakal lebih mahal daripada perawatan motor gue,” cibir pemuda itu mengikuti nada suara sengak gadis di hadapannya.
Chaerra hanya menyinyir kecil, menggerakkan bibirnya mengikuti bicara pemuda itu berlebihan. Setelah menyuapkan sendok terakhir, Chaerra segera menaruh ponselnya, membawa dua gelas bekas minuman dan piringnya ke dapur. Mata Jeiden masih mengikuti kepergian gadis itu dengan sedikit terkagum dan senyum kecil.
”Kenapa lo senyum-senyum sendiri?”
Jeiden menggeleng pelan. ”Makanannya lo habisin.”
”Terus kenapa?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi... Boyfriend
FanfictionJeiden & Chaerra from Win Crown Lebih baik baca Win Crown dulu, tapi kalau mau langsung baca ini juga gak papa :) Rated: 17+ . . . . . Bagaimana jika gadis yang mendapatkan julukan Singa IPA bertemu dengan pemuda dengan julukan Idol Boy School di da...