Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...---------------------------------
SINTIABeberapa hari berlalu semenjak ajakan makan Sakti kepada Yuna, entah mengapa hubungan keduanya semakin bertambah dekat. Dan semakin dekat hubungan Sakti dan Yuna, maka semakin banyak pula bahan gosip yang selalu membicarakan keduanya di rumah sakit.
Gosip mengenai hubungan Sakti dan Yuna begitu menjadi santapan para suster dan beberapa dokter yang penasaran akan hubungan kedua orang tersebut. Ada yang mendukung hubungan mereka, namun ada pula yang tidak mendukung hubungan tersebut. Salah satu orang yang tidak mendukung kedekatan Sakti dan Yuna adalah Sintia.
Sudah menjadi rahasia umum jika dokter gigi yang tak lain adalah Sintia itu menaruh hati kepada Sakti sejak pandangan pertama. Apalagi semenjak mengetahui jika Sakti adalah anak pemilik rumah sakit Pratama, Sintia semakin gencar untuk mendekati lelaki tersebut.
Banyak hal yang Sintia lakukan untuk mencuri perhatian Sakti. Namun, tidak ada satu pun dari perbuatan Sintia yang mampu membuat Sakti mengalihkan perhatiannya kepada perempuan dua puluh tujuh tahun tersebut. Sakti justru merasa risih tiap kali Sintia selalu berusaha mendekati dirinya. Dan respon Sakti kepada Sintia tersebut tentu saja di ketahui oleh semua orang yang bekerja di sana.
Bukannya merasa iba, orang-orang di sana justru mendukung sikap yang di lakukan oleh Sakti tersebut. Menurut mereka, Sintia terlalu buruk untuk menjadi pasangan seorang Sakti. Sedangkan Sakti butuh seorang pasangan yang mampu membuat sikap dingin lelaki itu lenyap. Dan menurut mereka orang yang pantas bersanding dengan Sakti adalah Yuna.
Sintia tentu saja merasa kesal ketika tau semua orang mendukung kedekatan Sakti dan Yuna. Dan itu membuat perempuan tersebut hilang akal dengan melabrak Yuna di ruang kerjanya seperti sekarang ini.
"Jauhi dokter Sakti. Dokter Sakti gak pantas bersanding dengan perempuan seperti dokter Yuna. Yang pantas menjadi pasangan dokter Sakti adalah saya."
Mendengar ucapan yang berisikan sebuah peringatan dari salah satu rekan kerjanya membuat Yuna benar-benar merasa malas untuk mengurusi dan berdebat dengan hal yang tidak penting seperti ini.
"Kalau tidak ada hal penting yang ingin dokter Sintia katakan, lebih baik dokter keluar dari ruangan saya."
"Sombong sekali anda dokter Yuna. Baru dekat dengan anak pemilik rumah sakit ini saja sudah membuat anda bersikap sombong kepada saya, apalagi jika anda benar-benar menjadi menantu dari pemilik rumah sakit ini" sinis Sintia.
"Saya bukannya bersikap sombong, dokter Sintia. Saya hanya bersikap profesional. Kita sekarang sedang berada di lingkungan kerja, dan menurut saya ucapan anda tadi sangat tidak etis jika kita bahas di saat jam kerja seperti ini. Seharusnya dokter Sintia paham dan mengerti jika di saat jam kerja seperti ini kita tidak boleh mencampur adukkan masalah pribadi. Dokter Sintia adalah wanita terpelajar dan saya yakin dokter paham akan hal itu. Tapi, kalau dokter Sintia tidak memahami ucapan saya, berarti ucapan saya kepada dokter Sintia tadi adalah salah."
Ucapan Yuna yang kalem dan santai itu justru membuat Sintia semakin kesal di buatnya. Dan hal tersebut membuat dokter gigi itu langsung keluar dari ruangan Yuna dengan sedikit membanting pintu tersebut.
Yuna kira setelah kepergian perempuan itu dari ruangannya akan membuat dia tenang. Namun, setelahnya muncul seseorang yang menjadi akar permasalahan antara perempuan itu kepada dirinya. Siapa lagi kalau bukan bapak Sakti yang terhormat.
"Kenapa tuh muka, kok keliatan gak suka pas aku ke sini?"
Yuna seketika mendengus mendengar ucapan tersebut. "Pergi aja deh kamu, Sak. Nanti banyak orang yang salah paham lagi sama aku. Dan yang lebih parahnya ngelabrak aku."
"Emang ada yang labrak kamu? Siapa? Bilang sama aku?" tanya Sakti dengan wajah yang berubah serius.
"Kalau aku bilang emang mau kamu apain? Kasih peringatan? Gak usah deh, makasih" sahut Yuna dengan menatap lelaki di depannya malas.
"Sintia yang labrak kamu?" tanya Sakti.
"Kok tau?" kaget Yuna.
"Jadi benar dia yang labrak kamu? Oke aku ngerti" ucap Sakti dengan menganggukan kepalanya.
"Kamu tadi barusan nebak doang?" tanya Yuna tak percaya.
Sakti menganggukan kepalanya singkat. "Kamu tenang aja, biar aku yang ngomong sama dia."
"Gak usahlah, Sak. Entar dia malah makin ngibarin bendera perang sama aku. Tadi aja mukanya kaya orang nahan kesal. Ini pasti gara-gara gosip itu" ucap Yuna lemas.
"Kamu gak mau merealisasikan gosip mereka yang bilang kalau kita punya hubungan special?" tanya Sakti.
"Bukannya kita emang punya hubungan ya? Mantan kan?" sahut Yuna.
"Bukan itu maksud aku, Na. Maksud aku kenapa kita gak benar-benar punya hubungan seperti yang mereka sering bicarain? Kamu tau sendiri, dulu kita putus bukan karena kita udah gak cinta, tapi karena keadaan yang memaksa kita harus melakukan itu. Kamu juga tau gimana cintanya aku sama kamu. Dan sampai sekarang rasa cinta itu selalu ada untuk kamu, Na. Kali ini aku benar-benar gak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya. Cukup yang kemaren, dan itu gak akan terulang lagi."
Yuna yang mendengar itu tentu saja terdiam di tempatnya. Jujur saja, Yuna tidak menyangka jika Sakti akan mengungkapkan perasaan kepadanya. Dari dulu sampai sekarang, sikap dan rasa peduli yang di perlihatkan Sakti kepadanya tidak pernah berubah.
Menurut orang-orang, Sakti adalah seorang lelaki yang dingin. Tapi menurut Yuna, Sakti adalah lelaki yang sangat hangat. Bahkan, kehangatan itu bisa di lihat dari perbuatan dan perlakuan yang di berikan oleh lelaki itu kepadanya. Dan rasa hangat yang di berikan Sakti kepadanya tidak pernah dia rasakan lagi dengan orang lain, siapa pun itu, termasuk Ayah kandungnya sendiri.
"Na?"
"You okay?"
"Sak, bisa tinggalin aku sendiri dulu. Aku lagi banyak yang di kerjain."
Sakti yang mendengar permintaan Yuna hanya bisa tersenyum, meski hatinya bertolak belakang dengan wajahnya. "Oke, aku keluar. Maaf kalau aku ganggu kamu."
Setelahnya, Sakti pun langsung keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan yang campur aduk.
"Maaf, Sak" gumam Yuna.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET AGAIN (END)
ЧиклитBertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Yuna tidak pernah menyangka jika dia kembali...