Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...--------------------------------
KEVIN RINALDOBelum selesai permasalahan di rumah sakit, kini Yuna harus kembali berhadapan dengan seseorang yang sangat tidak ingin dia temui, siapa kalau bukan Mahendra, ayah kandungnya sendiri.
Niat hati ingin beristirahat ketika dia pulang ke rumah, namun apa yang dia inginkan ternyata tidak sesuai dengan realitanya. Nyatanya, rumah yang dia tinggali itu bukanlah rumah untuk dia pulang. Ibaratnya, dia hanya sekedar menumpang di rumah tersebut. Ingin pergi, nyatanya tidak semudah itu. Dia harus berhadapan langsung dengan kepala keluarga dari rumah tersebut, dan tentu saja tidak semudah itu untuk dia pergi meninggalkan rumah tersebut.
"Seharusnya kamu tidak perlu menjadi seorang dokter. Apa bagusnya menjadi seorang dokter? Lihat kakak kamu, Kevin. Seharusnya kamu bisa mencontoh dia."
Di dalam hati Yuna berdecih ketika mendengar ucapan tersebut. "Pertanyaan anda tadi begitu menarik, bapak Mahendra. Apa bagusnya menjadi seorang dokter? Jelas bagus. Tanpa adanya dokter di dunia ini, apakah semua orang yang sakit akan bisa sembuh? Tidak kan? Bahkan, ketika anda sedang sakit saja, anda sendiri memanggil seorang dokter."
"Semua profesi itu sama, mereka semua punya kelebihan di bidangnya masing-masing. Jangan pernah menuntut saya menjadi seseorang seperti anda. Saya punya impian dan saya berhak menentukan bagaimana saya hidup. Jangan seakan-akan anda punya peran yang begitu besar di dalam hidup saya sehingga membuat anda bisa menuntut saya seperti keinginan anda. Nyatanya anda tidak punya andil apapun di dalam kehidupan saya, sejak dulu maupun sekarang."
"Saya permisi."
Setelah mengatakan semua itu, Yuna langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan ketiga orang yang sedang duduk di meja makan yang terdiam akan ucapannya tadi.
"Sudah cukup luka yang selama ini Yuna rasakan. Jangan membuat dia terus-terusan menganggap rumah ini sebagai neraka di dalam hidupnya. Aku selesai."
Kevin Rinaldo, atau yang kerap di sapa Kevin itu merupakan kakak tiri dari Yuna. Usia Kevin dan Yuna hanya berjarak tiga tahun. Meski tinggal di dalam satu rumah, Kevin dan Yuna tidak terlalu dekat. Mereka hanya berbicara sekedarnya saja.
Kevin, dia begitu menyayangi Yuna seperti adik kandungnya sendiri. Namun, sikapnya yang dingin dan tidak terlalu pandai dalam berkomunikasi membuat lelaki tampan itu sulit untuk mendekatkan dirinya kepada adik tirinya tersebut. Kevin sendiri tidak terlalu mengetahui bagaimana kehidupan ayah tirinya dan adik tirinya dulu. Namun, dari sikap sang adik kepada sang Ayah, dia bisa menilai jika ada sesuatu yang membuat adiknya itu bersikap demikian.
Tatapan Kevin tak lepas melihat Yuna yang duduk di halaman belakang rumah dengan kepala menunduk dan bahu yang sedikit bergetar. Dia tau saat ini gadis itu tengah menangis. Melihat itu, muncul rasa ingin melindungi gadis tersebut dari ayahnya sendiri.
Langkah kaki Kevin pun mendekat untuk menghampiri Yuna. Kevin lalu merogoh kantongnya dan mengambil sebuah sapu tangan berwarna biru miliknya untuk di berikan kepada sang adik. "Ambil."
Yuna awalnya terkejut ketika melihat kakak tirinya itu ternyata menghampirinya dan memergoki dirinya tengah menangis di sini. Kepalang malu karena ketahuan, Yuna akhirnya mengambil sapu tangan tersebut. "Makasih."
"Jangan menangis" ucap Kevin dengan wajah datarnya.
"Siapa yang nangis. Orang kelilipan" elak Yuna.
"Ya, anggap saja seperti itu" sahut Kevin.
Mata Kevin tidak sengaja menatap ke arah sebuah foto yang berada di tangan Yuna. Matanya menelisik ketika melihat sebuah foto gadis itu dengan seorang perempuan yang terlihat lebih muda darinya. Rasa penasaran seketika muncul di hatinya ketika melihat foto tersebut. "Dia, siapa kamu?"
"Maksudnya?"
"Itu" tunjuk Kevin pada foto yang berada di tangan Yuna.
Yuna dengan cepat menyembunyikan foto tersebut ke samping badannya.
"Kenapa di sembunyikan? Siapa dia?" tanya Kevin penasaran.
"Gak papa. Dia--- dia orang yang sangat berarti di dalam hidupku. Seseorang yang begitu aku sayangi."
Kevin bisa melihat jelas senyum Yuna ketika gadis itu menjelaskan perempuan yang berada di foto tersebut. Dan ada binar kerinduan yang sangat terlihat jelas di mata gadis itu. "Dia cantik, mirip seperti kamu."
"Ya, orang-orang sering menyebut kami kembar. Nyatanya tidak" ucap Yuna tersenyum kecil.
"Apa dia sahabat kamu?" tanya Kevin.
"Sahabat? Mungkin" jawab Yuna.
"Mungkin?" bingung Kevin.
"Ya mu---"
Dret! Dret!
Suara panggilan telepon yang berasal dari handphone Yuna membuat gadis itu dengan cepat menghentikan ucapannya dan langsung mengambil handphonenya yang ternyata berasal dari rumah sakit.
Melihat itu, Yuna langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Baik, saya akan segera ke sana. Siapkan ruang operasinya sekarang."
Setelah panggilan terputus, Yuna dengan cepat bangkit dari duduknya dan menatap kakak tirinya. "Aku pergi."
"Jaga kesehatan kamu. Jangan terlalu lelah."
Yuna sempat terdiam beberapa saat ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut kakak tirinya itu. Namun, kemudian Yuna menganggukan kepalanya seraya tersenyum kecil. "Pastinya. Terima kasih."
Setelah mengucapkan itu, Yuna langsung berjalan pergi meninggalkan Kevin yang menatap punggung belakang gadis itu dengan tatapan yang lekat.
Ada kebahagiaan di hati Kevin ketika dia bisa berbicara berdua dengan adik tirinya itu. Kevin berharap, hubungannya dengan gadis itu benar-benar seperti kakak adik di luaran sana.
-bersambung-

KAMU SEDANG MEMBACA
MEET AGAIN (END)
ChickLitBertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Yuna tidak pernah menyangka jika dia kembali...