Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...------------------------------
BALIKAN YUK?Yuna kini menatap malu ke arah Sakti yang sedang duduk di depannya.
Yuna merutuki dirinya sendiri karena bersikap lemah di hadapan Sakti. Apa pun yang berkaitan dengan Sakti, Yuna selalu merasa lemah dan dengan gampang mengungkapkan perasaannya, sama seperti yang di lakukannya dulu.
Sial, sekarang Yuna benar-benar merasa tidak memiliki muka lagi di hadapan lelaki yang tengah asyik memakan makannya itu. Bisa-bisanya dirinya kelihatan begitu menyedihkan di depan mantannya tersebut.
"Makan, Na. Jangan di diemin aja."
"Masih kenyang."
Kruyuk ....
Sial, Yuna rasanya ingin sekali menenggelamkan dirinya di lautan ikan piranha. Yuna benar-benar merasa sangat malu karena suara perutnya itu.
"Mulut kamu emang bisa bohong. Tapi perut kamu enggak" ledek Sakti.
Yuna yang sudah kepalang malu pun langsung menyuapkan nasi goreng di depannya itu ke dalam mulutnya.
"Em, enak ..." ucapnya tanpa sadar.
Sakti yang mendengar ucapan Yuna pun hanya bisa tersenyum dan melanjutkan makannya.
*****
Sehabis makan, Sakti langsung mengajak Yuna untuk pulang.
Di perjalanan hanya ada suara musik yang mengiringi kedua orang tersebut.
"Kamu sekarang tinggal di mana?"
Yuna yang tadi asyik memandangi pemandangan lewat kaca mobil pun langsung mengalihkan tatapannya kepada Sakti. "Kalau aku bilang tempat tinggal aku sama kamu, kayanya kamu bakalan kaget dan gak nyangka."
"Di mana sih? Penthouse? Apartment? Pondok Indah?" tebak Sakti.
"Tetot" ucap Yuna sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Di mana sih?" tanya Sakti penasaran.
"Di rumah Ayah."
Suara decitan ban mobil yang bersentuhan dengan aspal terdengar sangat nyaring karena Sakti yang tiba-tiba mengerem mobilnya secara mendadak.
"Sakti! Kamu gila hah? Untung gak ada mobil di belakang kita" jerit Yuna.
Sakti mengindahkan ucapan Yuna dan malah memandang lekat gadis tersebut. "Kamu serius tinggal satu atap sama Ayah kamu?"
"Terpaksa, karena keadaan" jawab Yuna tersenyum getir.
"Semenjak Laura meninggal, semuanya berubah. Ayah tau kalau bunda udah nikah lagi dan tinggal di Inggris bersama suami barunya. Bahkan, Ayah tau kalau aku di tinggal oleh Bunda bersama dengan seorang asisten rumah tangga. Ayah tau semua itu dari salah satu temannya. Tapi satu yang Ayah gak tau, Ayah gak tau apapun tentang Laura."
"Semenjak Ayah tau, Ayah kembali mengurus hak asuh tentang aku. Akhirnya, hak asuh jatuh pada Ayah. Kamu tau respon bunda, Sak? Dia menyerahkan aku begitu aja tanpa banyak berdebat. Bahkan, bunda berpikir jika Ayah sudah tau mengenai keberadaan Laura sebagai anaknya. Padahal nyatanya enggak. Ayah sama sekali belum tau sampai sekarang."
"Singkat cerita, akhirnya aku tinggal bersama Ayah. Dan pada saat aku tiba di rumah Ayah, aku baru tau bahwa Ayah sudah menikah kembali. Istri Ayah itu memiliki satu orang anak laki-laki dari pernikahannya terdahulu. Mereka baik dan menerimaku."
"Aku kira jika saat itu aku tinggal bersama Ayah, Ayah akan peduli terhadapku. Tapi ternyata pikiranku salah. Ayah justru bersikap acuh kepadaku. Bahkan, kami tidak layak di sebut sebagai pasangan Ayah dan anak. Kamu tau kenapa? Karena hubungan kami rumit dan kami tidak sedekat itu. Jika orang lain merasa sangat sedih kehilangan orang tuanya, maka aku gak akan pernah merasakan itu. Mungkin aku lebih baik kehilangan mereka dari pada aku harus kehilangan Laura. Rasa sakit yang mereka berikan kepadaku meski sudah di obati beberapa kali, tetap aja bekasnya akan tetap selalu ada sampai kapanpun."
"Kan, jadi curhat gini jadinya" kekeh Yuna.
Sakti benar-benar tidak tau seberapa besar gadis di sampingnya ini menanggung rasa sakit karena perlakuan kedua orang tuanya. Tapi yang Sakti tau, Yuna adalah gadis yang sangat kuat. Buktinya, dia mampu bertahan sampai di titik ini.
"Gak papa curhat aja sama aa Sakti" ucap Sakti sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Jijik, Sak" geli Yuna.
"Jijik jijik gini juga mantan kamu" sahut Sakti.
"Kayanya waktu itu aku khilaf deh Sak pacaran sama kamu" ucap Yuna bercanda.
"Khilaf kok bertahun-tahun" celetuk Sakti.
"Namanya juga gak sadar" sinis Yuna.
"Na, aku serius nih. Kita balikan aja yuk" ajak Sakti.
"Ngajak balikannya kaya ngajak main ya pak dokter" ceplos Yuna.
"Lebih baik kita pulang sekarang. Ingat besok kerja" lanjutnya.
"Gak asik emang. Yaudah, kamu langsung aku anter aja ke rumah" ucap Sakti.
"Aku juga males kali kalau harus ngambil mobil dulu ke rumah sakit. Yuk, pak supir jalan."
"Siap, neng."
Mobil Sakti pun kembali melaju menuju perjalanan pulang.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET AGAIN (END)
Literatura FemininaBertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Yuna tidak pernah menyangka jika dia kembali...