Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...-------------------------------------
AJAKAN YUNAKetiga orang yang sedang bercengkrama di ruang tamu seketika menghentikan obrolan mereka ketika melihat keberadaan satu orang anggota keluarga mereka yang hendak melewati mereka.
"Yuna ..."
Panggilan lembut dari ibu tirinya membuat Yuna sontak menghentikan langkahnya dan tersenyum kepada wanita paruh baya tersebut. "Kenapa, ma?"
"Kamu mau berangkat ke rumah sakit?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Yuna sontak menganggukan kepalanya. "Iya, ma. Aku mau berangkat ke rumah sakit."
Susan, ibu tiri dari Yuna itu langsung bangkit dari duduknya dan mengambil sebuah paper bag untuk di berikan kepada anak sambungnya tersebut. "Karena kamu tadi gak turun sarapan, mama sengaja bawain kamu bekal buat kamu sarapan nanti. Di makan ya, awas loh kalau enggak."
"Makasih ya, ma. Nanti bakalan aku makan" ucap Yuna dengan senyumannya.
"Mau berangkat sekarang?" tanya mama Susan.
"Bentar la---"
Dret! Dret!
Yuna langsung mengecek handphonenya dan ternyata ada satu pesan masuk yang berasal dari Sakti yang mengatakan jika lelaki itu sudah berada di depan rumahnya. Melihat itu, Yuna dengan cepat memasukan kembali handphonenya ke dalam tas dan menatap wanita paruh baya di depannya dengan lembut. "Aku berangkat dulu ya, ma. Bye ..."
Setelah kepergian Yuna, ketiga orang di sana menatap kepergian gadis tersebut dengan tatapan yang berbeda-beda.
*****
"Selamat pagi, my queen ..."
Sapaan hangat dari Sakti ketika Yuna masuk ke dalam mobil membuat gadis itu tersenyum.
"Selamat pagi juga, my king ..."
"Siap berangkat?"
"Siap ...."
"Let's go!"
Mobil pajero hitam milik Sakti pun berjalan meninggalkan halaman rumah besar tersebut.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Yuna tak henti-hentinya menceritakan bagaimana kesibukannya di rumah sakit sebelum lelaki di sampingnya itu bekerja di sana.
Sakti dengan serius menjadi pendengar yang baik bagi Yuna. Bahkan, sesekali lelaki tampan itu tampak menanggapi obrolan tersebut sehingga membuat keduanya larut dalam cerita itu.
Tak lama, mobil hitam yang di kendarai oleh Sakti memasuki kawasan Rumah Sakit Pratama. Kedua orang yang berada di dalam mobil tersebut pun segera turun secara bersamaan.
Ketika keduanya turun, banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, khususnya para staff di rumah sakit tersebut.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi di rumah sakit ini jika kedekatan Sakti dan juga Yuna membuat sebagian orang patah hati karena mereka. Bagaimana tidak patah hati, banyak para dokter yang berusaha mendekati Sakti atau pun Yuna, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil mendapatkan hati dokter tampan dan cantik itu.
"Ku dengar salah satu perawat ada yang tidak sengaja mendengar ucapan dokter Sakti kemaren yang mengatakan jika dokter Yuna adalah kekasihnya."
"Benarkah? Wah, ternyata gosip kemaren itu benar."
"Pantas saja mereka terlihat begitu akrab ketika bertemu di rumah sakit ini."
"Mereka benar-benar pasangan yang cocok, baik itu dari segi pendidikan, maupun dari penampilan."
"Tapi ku dengar, dokter Sintia terlihat marah ketika tau jika dokter Yuna adalah kekasihnya dokter Sakti."
"Untuk apa dia marah? Dia bahkan bukan siapa-siapanya dokter Sakti."
"Di banding dokter Sintia, dokter Yuna jauh di atas segala-galanya. Bahkan, dari yang ku dengar, dokter Sintia selalu iri terhadap dokter Yuna."
"Heh, diam. Lihat! Dokter Sakti dan dokter Yuna menatap ke arah kalian."
Segerombolan orang yang bergosip tadi seketika terdiam ketika melihat kedatangan dua orang yang menjadi bahan gosipan mereka.
Sakti yang hendak mendatangi orang-orang tersebut langsung di tahan oleh Yuna.
Melihat gelengan kepala dari Yuna, membuat Sakti mengurungkan niatnya dan kemudian menggenggam tangan gadis tersebut menjauh dari sana.
Segerombolan orang yang bergosip tadi seketika bernafas lega ketika melihat kepergian dua orang tersebut.
*****
"Kenapa kamu tadi nahan aku buat negur mereka?" tanya Sakti yang kini berada di ruangan milik Yuna.
"Gak papa. Lagian mereka gak ngomongin yang jelek-jelek tentang kita."
Mendengar sahutan Yuna itu membuat Sakti menghela nafasnya. "Tetap aja, Na. Ini rumah sakit, bukan pasar yang bisa seenaknya menjadi tempat gosip. Rumah sakit ini punya aturan, Na. Dan mereka harus menaati aturan tersebut."
"Oke, aku salah. Tapi kamu gak harus menegur mereka di depan umum seperti itu, Sak. Apa kata orang lain nanti? Kamu mau mereka jadi tontonan semua orang?" sahut Yuna.
"Ini yang kadang bikin aku gemes sama kamu, Na. Kamu itu terlalu baik jadi orang" greget Sakti.
"Aku cuman ngeluarin pendapatku aja, Sak. Gak lebih" tukas Yuna.
"Iya, Na. Iya. Heran aku tuh. Gak kamu, gak Laura, baiknya kebangetan jadi orang" sahut Sakti gemas.
Mendengar ucapan Sakti, membuat Yuna menjadi ingat akan sesuatu. "Sakti ..."
Nada suara yang berubah dari Yuna membuat Sakti menatap lekat gadis tersebut. Sakti seketika merutuki mulutnya ketika dia mengungkit nama adik dari gadis yang cintanya. "Na, aku--- ak---"
"Sak, kamu mau menemin aku gak besok?" potong Yuna.
"Kemana, Na?" tanya Sakti bingung.
"Ke makam Laura. Besok merupakan peringatan kematian Laura. Aku mau minta temenin kamu ke sana. Pasti Laura bakalan seneng kalau tau kamu berkunjung ke makam dia" jawab Yuna tersenyum.
"Kamu mau kan nemenin aku?"
Tanpa pikir panjang Sakti langsung menganggukan kepalanya mantap. "Aku bakal temenin kamu besok ke makam Laura."
"Makasih ya, Sak" ucap Yuna tulus.
"Kamu ingatkan perkataan ku kemaren? Kamu sekarang punya aku. Jadi, manfaatin aku sepuas kamu" sahut Sakti dengan tatapan lembutnya ke arah Yuna.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET AGAIN (END)
Literatura FemininaBertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Yuna tidak pernah menyangka jika dia kembali...