PART 19

19.8K 1.2K 6
                                    

Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...

--------------------------------------
WHO IS HE?

Rasa lelah begitu terlihat dari wajah Yuna yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Melakukan operasi selama hampir dua jam lamanya di tambah dia terus berdiri, membuat sebagian tubuhnya merasakan pegal.

Dengan pakaian operasi yang masih melekat di tubuhnya, Yuna melangkahkan kakinya menuju ruangannya untuk berganti baju. Namun, baru beberapa langkah keluar dari ruang operasi, handphone yang berada di saku bajunya bergetar.

Anya is calling ...

Melihat nama sang sahabat di layar handphonenya membuat Yuna dengan cepat mengangkat panggilan tersebut.

"Masih ingat punya sahabat?"

Kekehan dari seberang sana membuat Yuna mendengus.

"Maaf ya Yuna sayang. Namanya juga menikmati peran jadi pengantin baru."

"Cepetan balik deh, gak usah lama-lama di kota orang. Menuh-menuhin aja lo."

"Kangen ya lo sama gue? Ah, gue sih emang ngangenin."

"Percaya diri sih boleh. Tapi, sadar diri juga penting. Gue nyuruh lo cepat balik karena pasien laki lo pada nungguin."

"Lah? Apa orang-orang lagi pada banyak punya masalah hidup ya?"

"Yang namanya hidup pasti punya masalah lah. Kalau gak punya masalah ya orang meninggal aja. Eh, tapi orang yang udah meninggal juga punya masalah sih, masalah akhirat."

"Terus? Lo nyuruh laki gue buat buka praktek untuk orang-orang yang udah meninggal gitu?"

"Nya, gue bersyukur banget lo nikah sama Andre. Andre pinter dan lo, ya you know lah. Menurut gue lo berdua saling melengkapi satu sama lain."

"Sialan lo, Yuna! Awas aja lo, gue labrak ke rumah sakit!"

Yuna yang malas meladeni ucapan sahabatnya itu pun langsung mematikan sambungan tersebut dan tanpa terasa ternyata dia sudah berada di ruangan miliknya.

Baru saja mendudukkan dirinya, handphonenya pun kembali bergetar. Namun, kali ini bukan dari sahabatnya, melainkan seseorang yang Yuna percayakan untuk menjaga makam adiknya, Laura.

Yuna yang melihat itu tentu saja merasa heran, tidak biasanya penjaga makam itu menghubungi dirinya seperti ini.

Dengan rasa penasaran yang memupuk di hatinya, Yuna dengan cepat menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

"Halo, pak."

"Maaf, bu. Saya ingin memberitahukan jika makam adik ibu sekarang sedang di acak-acak oleh seorang lelaki yang sering datang kemari."

Deg!

Jantung Yuna seketika berdetak dengan begitu hebat ketika mendengar penuturan tersebut.

Yuna tau siapa lelaki yang di maksud oleh penjaga tersebut. Bahkan, Yuna sangat-sangat mengenal lelaki itu.

Yuna menarik nafasnya dan memejamkan matanya sejenak. "Tolong tahan dia, pak. Bagaimana pun caranya, tolong tahan dia sampai saya datang ke sana."

"Baik, bu."

Yuna langsung mematikan sambungan tersebut dan mengambil kunci mobil milik Sakti di atas mejanya yang entah mengapa lelaki itu titipkan kepadanya tadi.

Dengan langkah yang cepat, Yuna keluar dari ruangan miliknya. Namun, secara bersamaan suster Rini yang ingin masuk ke dalam ruangan itu seketika terkejut ketika melihat Yuna yang berjalan dengan tergesa-gesa.

"Dokter Yuna!"

"Dokter!

"Dokter, anda ingin pergi ke mana?"

"Dokter Yuna!"

Panggilan nyaring yang berasal dari suster Rini di hiraukan begitu saja oleh Yuna.

"Apa ada pasien gawat ya makanya dokter Yuna tergesa-gesa seperti itu?" gumam Suster Rini heran.

*****

Dengan kecepatan yang tinggi, Yuna mengendarai mobil milik Sakti melewati jalanan ibu kota untuk menuju ke makam adiknya.

Rasa cemas begitu terlihat dari wajah Yuna. Jari-jemari Yuna pun begitu mencengkram setir mobil dengan kuat karena perasaan cemasnya itu.

"Jangan lagi, ku mohon."

"Tolong jangan lagi."

Sampai di tempat tujuannya, Yuna dengan segera turun dari dalam mobil dan tak sengaja menutup pintu mobil terlalu kencang.

Mengabaikan dentuman kencang akibat pintu mobil yang di tutupnya, Yuna mempercepat langkahnya untuk segera sampai di makam sang adik.

Dari jauh, Yuna bisa mendengar suara keributan seorang lelaki yang berteriak marah.

"LEPASIN GUE!"

"LEPAS!"

"LAURA MASIH HIDUP!"

"LAURA TUNGGU AKU! AKU BAKAL NOLONGIN KAMU!"

"LEPAS GUE BILANG!"

Dengan nafas yang naik turun, Yuna menatap lelaki yang sedang berteriak itu tajam. "APA YANG KAMU LAKUKAN? HAH?"

Teriakan lelaki tadi sontak terhenti ketika mendengar suara dari Yuna.

"Kak ..." lirih lelaki itu.

"Lihat apa yang kamu lakukan di makam Laura. Kamu menghancurkannya!" tekan Yuna marah.

"Pak, tolong bereskan semua ini. Kembalikan semuanya seperti sedia kala."

"Baik, bu."

"Dan kamu, jangan lakukan hal seperti ini lagi. Dengan begini kamu sama saja menghancurkan dan menyakiti Laura. Jangan menyakiti diri kamu sendiri. Ini bukan salah kamu. Jangan terus merasa bersalah."

Yuna menarik nafasnya dan kemudian membuangnya secara kasar. "Ini sudah beberapa tahun berlalu, Laura sudah tenang di sana. Kamu harusnya tau itu."

"Tolong, jangan sakiti diri kamu sendiri. Jangan bersikap seperti ini. Hidup kamu masih panjang, jangan pernah kamu sia-siain kaya gini."

Setelah mengatakan itu, Yuna berlalu meninggalkan tempat tersebut. Namun, sebelum pergi dia melihat kembali bagaimana kondisi makam sang adik yang sangat berantakan.

Tatapan Yuna lalu mengarah kepada laki-laki yang berdiri di depannya. Tatapan laki-laki itu terlihat kosong ketika menatap makam adiknya.

"Ra, maafin aku."

Lirihan yang di sertai isakan itu membuat Yuna menatap iba pada lelaki tersebut.

Tak ingin berlama-lama di sana, Yuna pun melangkahkan kakinya meninggalkan pemakanan tersebut.

-bersambung-

MEET AGAIN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang