⑅⃝⋆ Ƥ𝐚𝓻𝐭 17

11.5K 856 18
                                    

𝓢𝓮𝓵𝓪𝓶𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓬𝓪
________𝓸0𝓸_______________



"Kenzo, bisa kamu antar makanan ini ke Neneknya Mayleen sayang?"

Pemilik nama yang sedang menulis di meja belajarnya itu segera menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh, menatap Felicia yang sedang menggoyangkan sebuah rantang di depan pintu kamarnya yang terbuka.

"Buat apa Bun? Dia masih bisa membeli makanan sendiri kan." ujar balas Kenzo.

Felicia mendengus.
"Kamu itu nggak boleh ngomong gitu sayang. Suami tante Angela adalah anak Nenek Aster. Kita adalah keluarga." tegur wanita itu.

Kenzo menarik napas kasar. Ia langsung berdiri dan meletakan earphone yang melilit lehernya.
"Yaudah." ujar pasrahnya.

"Hati-hati di jalan ya, kamu bawa mobil putih Ayah saja." ujar Felicia dan dibalas anggukan oleh Kenzo.

"Jangan membuat Nenek Aster marah, tante bilang beliau sosok yang tempramental dan darah tinggi." pesan Felicia lagi.

Lagi-lagi Kenzo mengangguk.
"Hm."

Kenzo mengendarai mobil ayahnya dengan kecepatan sedang. Walaupun dirinya belum mendapatkan izin mengemudi dari perintah, namun ketangkasannya dalam berkendara tidak perlu diragukan lagi. Felicia saja lebih memilih disopirin Kenzo dari pada anak sulungnya jika ingin pergi kemana-mana.

Hanya dengan menempuh jarak 45 menit, akhirnya Kenzo sampai di depan rumah kayu berlantai dua. Rumah minimalis ini hanya dihuni oleh nenek Aster seorang. Sedangkan suaminya sudah meninggal puluhan tahun dan dimakamkan di negara asalnya, Belanda.

Setelah kepergian suaminya, nenek Aster yang kini berumur 80 tahun itu memilih kembali ke halaman rumahnya dan menetap di sana sampai sekarang.

Kenzo turun dari mobil dan berjalan menuju pintu kayu itu. Sebenarnya ia malas ke sini. Alkan pernah bercerita saat mengantar Mayleen saat mereka baru pulang dari bandara ke rumah ini. Suadaranya itu berkata jika nenek Aster sangat galak, sampai-sampai Alkan berjanji tidak akan menginjakan kaki lagi di sana.

Tok tok tok

Kenzo mengetuk pintu.

Tok tok tok

Karena tak ada tanggapan, Kenzo mengetuk lagi.

Tok tok tok

Hening. Kenzo yang tidak sabaran ingin mengetuk lagi namun pintu lebih dulu dibuka dari dalam.

Sosok bungkuk dengan rambut putih secara keseluruhan menatapnya dari atas sampai bawah. Nenek tua itu menyipitkan matanya di balik kacamata bulat dan besar itu. Kedua tangannya yang saling berpegangan pada tongkat kayu itu tampak gemetar karena tak kuat berdiri.

"Kamu siapa?!" tanyanya.

Kenzo berdehem dengan wajah datarnya.
"Saya anak Felicia, sepupu Mayleen." balasnya.

"Apa?! Saya tidak bisa dengar!" ujar nenek tua itu.

"Saya anak Felicia! Sepupunya Mayleen!" ulang Kenzo dengan nada sedikit meninggi.

Lautan Ilana ||END||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang