⑅⃝⋆ Ƥ𝐚𝓻𝐭 50

10.3K 763 25
                                    

𝓢𝓮𝓵𝓪𝓶𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓬𝓪
________𝓸0𝓸_______________


Laut dan Devian terpaku saat tembok pembatas itu terbuka. Tumpukan salju langsung keluar dan berhamburan di bawah kaki keduanya. Laut merasakan darahnya berdesis walaupun dinginnya salju menembus pori-porinya. Matanya memerah melihat sesuatu yang tertimbun.

"Aku akan membunuh kalian." desisnya dengan rahang mengetat. Laut berlari menghampiri Ilana yang sudah tidak sadarkan diri. Lelaki itu berjongkok, melepaskan salju yang menenggelamkan gadis itu. Laut membawa gadis tak berdaya itu ke dalam dekapan hangatnya. Lelaki itu melepas jaket kulitnya, memasangkannya di tubuh ilana yang membeku. Hanya napas putus-putus yang memberi tanda jika gadis itu masih bernapas, mungkin untuk saat ini.

Laut mengelus pipinya dengan lembut.
"Jangan tinggalin gue hm? Gue nggak nerima penolakan." bisiknya yang tak mendapatkan balasan.

Lelaki itu mengangkat Ilana ala bridal style. Laut berjalan lurus dengan tatapan datar dan penuh amarah. Dan Devian hanya bisa membututinya dengan mulut terkunci rapat.

Tit tit tit tit

Bunyi samar tertangkap di telinga tajam Laut. Tatapannya menajam dan bergerak ke segala arah. Devian di belakangnya berkerut melihat keterdiaman lelaki itu.

"Ada apa?" tanyanya.

"Lari!"

Laut berlari cepat saat matanya menatap sesuatu yang menempel di dinding samping kakinya. Bom.

Mendengar ada suara tapakan kaki yang semakin mendekat, Laut segera memindahkan Ilana pada Devian.
"Bawa dan berlindung di belakangku." ujarnya. Devian mengangguk patuh dan sedikit gemetar takut.

Laut mengambil dua pistol di pinggangnya dan siap menembak saat satu-persatu musuh mulai terlihat.

Dor

Dor

Dor

Dor!

Laut terus melesetkan pelurunya sambil berlari menerobos untuk bisa keluar dari tempat itu.

Dor!

"Shhhh sial." Laut menatap musuh yang berhasil melukai lengan kirinya untuk kedua kalinya. Lelaki itu tanpa belas kasihan langsung menembak mati mereka dengan brutal. Devian di belakangnya ingin menangis saja. Seumur hidup ia baru menyaksikan pembunuhan tepat di depan mata.

Dor!

Tembakan terakhir untuk musuh yang berada di pintu masuk. Kekacauan di luar lebih bringas lagi. Laut menuntun Devian menuju mobil mereka sesekali melepaskan pelurunya.

Setelah sampai, lelaki itu mendorong Devian masuk dan memerintahkan sopir untuk segera pergi ke rumah sakit. Zeus dan yang lain juga ikut masuk ke mobil lain begitupun dengan anak-anak buahnya.

Laut memangku Ilana dengan napas memburu. Tepat setelah mobil itu bergerak, ruangan itu langsung meledak meruntuhlatahkan segalanya. Kobaran api terasa panas walaupun mereka sudah menjauh dari tempat kejadian.

"Siapa dia?" Zeus menatap Devian dari atas sampai ke bawah membuat lelaki itu ketakutan. Tentu saja tatapan itu benar-benar menakutkan setelah pria itu tahu jika dia adalah anak buah musuh.

"Jangan mengganggunya Pa. Dia penting untuk seseorang." ujar Laut.

Drtt drtt

Dering ponsel Laut memecahkan keheningan setelah beberapa saat tak bersuara. Lelaki itu langsung mengecek ponselnya, sebuah panggilan dari nomor asing. Laut tak lupa menyambungkannya ke seluruh jaringan bluetooth yang tersambung di telinga Zeus, Matias serta Felix dan Ellard yang berada di mobil lain.
"Siapa?" ujar Laut tanpa basa-basi.

Lautan Ilana ||END||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang