⑅⃝⋆ Ƥ𝐚𝓻𝐭 32

11.4K 949 30
                                    

𝓢𝓮𝓵𝓪𝓶𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓬𝓪
________𝓸0𝓸_______________

Ravin saling meremas tangannya dan terus menunduk, meminimalisir tatapan tajam yang keseluruhan mengarah padanya. Ia tidak melakukan apapun selain duduk diam di atas ranjangnya. Udara di sekitarnya begitu sesak, membuat ia kesusahan untuk sekedar menukar kabron dioksida yang telah paru-parunya proses, untuk mengambil oksigen baru.

"Siapa lo?" kini Alkan membuka suara. Ia menyoroti tubuh kecil di sana yang begitu kentara tidak nyamannya.

"Maafin gue. J-jangan usir gue dari sekolah ini." Ravin mengabaikan perkataan Alkan dan mengungkit permasalahan lain. Walau bagaimana pun ia sekarang ketakutan. Ia takut didepak dari sekolah ini sedangkan kelulusannya sudah ada di depan mata. Tinggal menunggu beberapa minggu lagi jika dihitung dari sekarang.

Saga mendelik, ia menurunkan sedikit tubuhnya yang berdiri di antara sahabat-sahabatnya, agar bisa melihat lebih dekat mata di balik kacamata itu. Namun ia tidak akan puas walaupun seperti itu, akhirnya ia melepas kacamata itu, membuat Ravin tersentak. Tapi gadis itu tidak bisa berbuat banyak. Ketakutannya masih mendominasi di sini.

"Lo siapa?" kini giliran Saga yang bertanya.

Ravin menelan ludah kasar. Ia mengangkat kepalanya takut-takut, menatap satu-persatu wajah yang terlihat menyeramkan.
"G-gue." gadis itu langsung menggeleng.

"Siapa?" Levi kehabisan kesabaran. Jika saja tidak mengingat mereka menghadapi seorang gadis, mungkin ia sudah lebih dulu menghajar manusia di depannya tanpa belas kasihan.

"Kita nggak lagi main-main." ujar Alkan.

Levi membuang napas kasar lalu menatap bosnya yang sedari tadi diam dengan wajah gelap.
"Bagaimana ini bos? Malah nangis dia." celetuk lelaki itu memperhatikan kembali jika Ravin kembali menangis tanpa suara.

Levi memberi jalan dan mundur ke belakang saat Laut maju. Ravin menggigit bibir bawahnya dan menatap gentar sosok tegap yang kini merayapkan tangannya di sekitar perutnya.

Ravin memberontak ketakutan.

"Bos? Ini nggak benar." Saga berbicara dengan hati-hati. Bagaimana pun kelakuan bos mereka sudah keterlaluan.

Laut tidak berkata apa-apa, ia masih sibuk mengusap-usap perut Ravin yang semakin menangis. Saga, Levi, dan Alkan saling berpandangan.

"Bos, udah bos." ujar Levi menepuk bahu lelaki itu.

Laut tidak merespon, dengan cepat ia menyikap sedikit kaos milik Ravin, menampakan perut rata gadis itu. Pikiran kotor yang sempat bersarang di otak mereka semua langsung hancur saat Laut menarik sesuatu yang bersarang di lubang pusar di perut Ravin.

Laut menatap alat bulat di tangannya sebelum melemparnya ke lantai, menginjaknya hingga hancur tak berbentuk.

"Peledak." ujar Laut.

Mereka semua terkesiap mendengarnya, terkecuali Ravin yang semakin menunduk dalam sambil menutup kembali kaosnya.

"Benda ini akan meledak jika dia jujur." ujar Laut menyimpulkan dan langsung tetap sasaran, terbukti dengan Ravin yang langsung mendongak, menatapnya tak percaya.

Lautan Ilana ||END||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang