⑅⃝⋆ Ƥ𝐚𝓻𝐭 30

11.4K 887 15
                                    

𝓢𝓮𝓵𝓪𝓶𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓬𝓪
________𝓸0𝓸_______________


Felicia kebingungan saat tiba-tiba Angela menelponnya di pertengahan malam. Namun wanita itu tak ayal langsung mengangkatnya.
"Iya halo kak? Ada apa?" tanyanya.

"Felicia, apakah kakak mengganggu? Maaf kakak lupa jika di sana malam hari." ujar sebuah suara dari balik telpon saat mendengar suara berat milik saudaranya.

Felicia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kasur.
"Nggak masalah. Ada apa kak?" tanyanya mengulang.

"Kakak dan Parker sekarang ada di bandara dan pesawat kami akan take off setengah jam lagi. Kami akan pulang menemui Ibu dan Mayleen." ujarnya.

Felicia menegakan tubuhnya. Wanita itu memeluk guling miliknya sambil bertanya-tanya dalam hati.
"Tumben kak?" ujarnya. Wanita yang tidur sendirian dikarenakan Ellard belum pulang dari luar negeri itu hanya bisa menunggu jawaban dari Angela.

"Oh apa Logan belum memberi tahu kamu kalau kami sudah membuka kembali penyelidikan kematian Ilana?" sekarang gantian Angela yang bertanya.

"Kak Logan belum mengatakan apapun." tutur Felicia.

"Ya begitulah Felicia, sebentar lagi kita akan berjumpa. Doakan perjalanan kami berjalan lancar." ujar Angela.

"Y-ya tentu."

Percakapan mereka dilanjutkan dengan perbincangan ringan sebelum Angela mematikan secara buru-buru karena mereka dipanggil untuk menaiki pesawat.

Felicia meletakkan kembali ponselnya pada tempat di awal. Wanita itu tampak berpikir keras.
"Harusnya mereka tidak banyak bergerak dan diam saja. Mereka hanya bisa memperkeruh keadaan dan memperlambat pergerakan Ellard dan sahabat-sahabatnya." ujarnya bergumam.

Sedangkan di sisi lain wanita tua yang sedang terbaring di atas ranjang itu tiba-tiba membuka matanya. Pelan-pelan ia duduk, tangannya yang berkeriput membuka jendela yang berada tepat di sisinya. Dari posisi ini ia bisa bebas melihat gundukan tanah di bawah sana.

Aster menyendu dan mengusap sudut matanya yang berair.
"Apa yang harus aku lakukan untukmu Ana? Mereka terlalu menakutkan dan berkuasa untuk nenek yang lemah ini." ujarnya. Ana, nama Ilana yang merupakan cucu kesayangannya.

"Nenek ketakutan, setiap saat mereka selalu menekan nenek yang sudah tidak tahan ini. Ingin sekali nenek berteriak dan menunjuk para bedebah itu. T-tapi nenek tidak bisa, nenek juga menyayangi yang lain. Maafkan nenek Ana." ujarnya.

Krekkk

Mata tua itu gemetar. Ia menoleh pelan-pelan ke arah pintu kamarnya. Aster mematung dengan wajah memucat seperti baru saja melihat malaikat maut.

"Pergi!" Aster berteriak saat sosok di pintu mendekat.

"Harusnya kau mati saja manusia tua. Atau menjual aku organ-organ rentanmu itu di pasar gelap. Tapi sial sekali mereka tidak mengizinkannya." ujar datar manusia itu.

Nenek Aster meraih vas bunga dengan susah payah, ia mengangkatnya di depan.
"Berhenti di sana! Pergi dan jangan ganggu saya." ujarnya.

Sosok di depannya terkekeh. Namun diwaktu selanjutnya ia menarik kasar vas itu dan meletakkannya kembali di tempat awalnya. Tangannya menarik kerah baju nenek itu dan membantingnya di atas lantai beralas kayu.

Lautan Ilana ||END||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang