Sequel from Side Stories (4)

2.6K 400 23
                                    

_04_

Leonard, dia mengaku kini memang dia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sosok yang dulu sempat ia rendahkan ketika berkunjung ke kediaman Albraight yang ada di Korea.

Jeno, yang dulu sempat memberinya peringatan, yang ia anggap rendah, ternyata bukan orang sembarangan. Keturunan Midford, meski Jeno baru mengetahui garis keturunannya, tapi jika boleh jujur, Leonard itu sebenarnya sudah merasakan aura mengerikan dari sosok Jeno, namun dia menahannya.

Dan saat ini Leonard menyesal meminta sekretarisnya mengirim surat jamuan kepada Midford. Dia sempat berpikir jika mungkin sosok Lord baru itu akan terlihat 'kampungan', namun nyatanya, dia salah besar, Jeno benar-benar di luar ekspektasinya.

"Ah, hahaha... Senang bertemu dengan Anda, Young Lord Midford, saya terkejut jika Anda menerima undangan dari saya." Leonard, Count Scoth, tersenyum tipis penuh dengan kegugupan.

"Kebetulan sekali undangan Anda memiliki warna yang sangat mencolok dan menarik mata saya." Jeno duduk dengan pandangan lurus, tepat ke mata Leonard, tanpa senyuman, hanya wajah datar, topeng bangsawan sangat melekat, meski Jeno baru belajar dua minggu.

"Ha haha begitukah? Saya memang suka warna yang mencolok agar bisa menarik perhatian orang-orang." Jeno tersenyum miring saat mendengarnya.

"Tidak heran, pakaian Anda waktu itu juga sangat mencolok, biru dengan corak emas, terlihat seperti merak yang baru mendapatkan bulu cantiknya. Itu pujian, jangan tersinggung, Anda tahu kan merak itu sangat cantik, terlalu cantik sampai dia menjadi angkuh?" Leonard tersenyum tipis, meski dalam hati mengumpat tiada henti.

"Mirip seperti seseorang yang aku kenal beberapa waktu lalu, saya yakin itu bukan Anda." Leonard hanya mengangguk.  Di belakang Jeno, terlihat Rafael dan Theo yang berusaha keras menahan diri untuk tidak tertawa. Seandainya saja di sana ada Alexander dan Damian, keduanya pasti sudah melupakan tata krama bangsawan dan tertawa sembari berguling-guling di tanah.

"Jadi, apa yang ingin Anda bicarakan, mengingat di dalam surat yang Anda tulis, Anda mengatakan, ingin mengenal dekat sosok saya. Bukankah itu sama saja dengan Anda ingin menjalin bisnis dengan saya setelah mengetahui bagaimana karakter saya?" Leonard akui, Jeno sangat pandai membaca situasi. Sejujurnya Leonard terkejut, karena Jeno, dia sangat pandai membuat orang kesal dengan tutur kata yang halus, seulas senyum, namun matanya menatap lurus tepat ke mata lawan bicaranya, membuat orang itu menjadi kikuk dan tak bisa membalas.

"Anda sangat cepat membaca maksud dari pesan yang saya kirim. Untuk ukuran bangsawan yang baru saja mengetahui garis keturunannya, Anda termasuk sosok yang sangat cepat tanggap dan cerdas." Jeno tersenyum tipis, pria di depannya ini tidak mau kalah dan berusaha menjatuhkannya.

"Oh tentu saja, saya adalah tipe yang cepat belajar dan cepat memahami situasi, pekerjaan saya, membuat saya harus bisa membaca suasana keadaan sekitar saya, saya harus bisa bersikap cepat tanggap di depan kamera. Saya memanfaatkan semua pengalaman saya di depan publik, dan sepertinya itu sangat berguna. Ah benar, meski bahasa yang saya gunakan masih terpatah-patah, saya harap Anda bisa memakluminya. Dan saya harap Anda belajar bahasa saya jika ingin bekerja sama dengan saya. Tamu harus tahu bagaimana bersikap pada pemilik rumah, bukan begitu?" Leonard tersenyum kecil.

"Saya sudah bisa bahasa ibu Anda, meski sama, saya juga masih terpatah-patah, jadi saya rasa, kita berdua telah impas." Jeno mengangkat sebelah alisnya dan mengangguk.

[BL/NOMIN] Our Dreamies BabiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang