01. Perintah

2.5K 196 5
                                    


.
.
.
.
.
Jakarta, 12 maret

Seorang pemuda tinggi menatap tidak suka pada laki-laki yang duduk di ruang tamu rumah nya, terutama saat melihat sang ibu masih menjamu laki-laki itu dengan baik.

"Wah ada apa gerangan bapak Sabian Bayu Malendra datang kesini?" Laki-laki yang di sebut hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Ngapain papa kesini?" Laki-laki itu menghela nafas saat mendengar nada ketus dari putra pertamanya itu.

"Resta, yang sopan. Gimana pun dia papa kamu." Pemuda yang di panggil Resta itu hanya bisa mendengus dan duduk di sebelah ibu nya.

"Resta, papa minta maaf. Papa tau kamu marah sama papa, papa sudah mengkhianati mama kamu, bahkan sudah membiarkan kalian hidup hanya berdua." Resta yang mendengar itu hanya mendengus, dia terlalu sebal dengan papa nya jika sudah mulai membahas itu.

"Papa minta maaf ke Resta sama mama, tapi apa papa juga minta maaf ke mantan istri dan anak-anak papa yang lain?" Ucapan Resta jelas membuat laki-laki itu terdiam.

"Setelah ini papa akan mendatangi mereka dan minta maaf." Resta hanya mengangguk sebelum kemudian mengulas senyum tipis.

"Jadi sekarang apa tujuan papa datang langsung? Biasanya cuma sekedar telpon?" Bian tersenyum tipis saat nada suara Resta kembali ceria, sama seperti kepribadian pemuda itu.

"Papa mau menyampaikan sesuatu, hal ini sudah papa rundingkan sama mama kamu dan mama kamu setuju." Resta mengernyit.

"Maksudnya? Setuju apa?" Baik Bian, atau pun Lily sang mama hanya tersenyum.

"Kamu tau kan papa punya rumah di Solo?" Resta mengangguk kecil.

"Tau, papa pernah bilang ke Resta soal itu."

"Nah, sekarang papa mau kamu tinggal disana sama saudara-saudara kamu yang lain." Resta cukup terkejut mendengar ucapan Bian.

"Tinggal disana? Pindah ke Solo maksud papa?" Bian mengangguk, hal itu membuat Resta menatap lekat pada kedua orang tuanya.

"Sebentar, jadi ini papa mau Resta sama anak-anak papa yang lain tinggal di satu rumah? Barengan gitu?" Bian kembali mengangguk.

"Mama gimana?" Lily menatap putra nya lembut.

"Ya mama tetap disini dong sayang, kan kerjaan mama semuanya di jakarta." Resta terdiam mendengar hal itu. Dia terlalu bingung mau menjawab apa.

"Papa mau kamu juga kenal sama anak-anak papa yang lain, kalian saudara. Jadi papa juga mau liat kalian akrab." Lagi-lagi ucapan Bian sukses membuat Resta menghela nafas panjang.

"Kalau mama setuju, Resta berangkat." Jawaban Resta jelas membuat Bian dan Lily mengulas senyum.

"Berangkat nak, jadi akrab dan jaga adik-adik kamu disana nanti." Resta tersenyum manis saat Lily mengatakan itu.

Saat ini Bian tau, Lily membesarkan Resta dengan sangat baik. Istri pertamanya yang dia khianati itu tetap wanita berhati lembut yang bahkan tidak menyimpan dendam pada para madu nya.

"Terima kasih Resta, nanti papa kasih alamatnya setelah papa memberi tahu adik-adik kamu ya." Resta mengangguk.

"Papa gak perlu bilang terima kasih, ini sudah tugas Resta buat nurut sama papa juga mama. Selama itu baik buat Resta kenapa gak?"
.
.
.
.
.
Jogjakarta, 17 maret

"Rain, ibuk mau bicara sama kamu." Pemuda yang baru saja masuk kedalam rumah itu langsung tegang saat mendengar ucapan ibu nya.

"Iya buk." Pemuda yang akrab di sapa Rain itu segera mengikuti sang ibu untuk pergi ke ruangan nya.

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang