38. Perubahan Axel

954 136 10
                                    


.
.
.
.
.
Lily, Fatma, Salma dan Nita menatap bingung pada Resta yang sedang berbicara serius dengan Kendra juga Bagas. Entah apa yang di bahas oleh tiga pemuda itu, tapi yang pasti mereka bisa melihat jika itu bukan lah hal yang buruk.

"Kalian ngapain?" Resta, Bagas dan Kendra menoleh saat mendengar teguran dari lily.

"Gak ngapa-ngapain ma, cuma lagi bahas beli kepiting dimana. Di pasar ada gak ya?" Para ibu serempak saling tatap mendengar jawaban Resta.

"Kepiting? Kamu mau makan kepiting?" Resta menghela nafas.

"Bukan Resta, tapi Rain. Tadi pas Resta tanya dia mau makan apa, jawab nya kare kepiting. Makanya Resta bangunin Kendra, siapa tau Kendra tau resep nya ibuk." Lily menatap ke arah Kendra yang mengangguk.

"Kendra tau ma, tapi memang ada kepiting kalau beli di pasar? Takutnya gak ada." Lily tersenyum mendengar ucapan Kendra.

"Kamu bisa pilih kepiting gak?" Kendra menggeleng, begitu pula Bagas dan Resta.

"Ya udah, ayo beli sama bunda. Kita cari kepiting sampai dapet, nanti bunda bantuin pilih." Wajah Kendra langsung berbinar.

"Beneran ya bun? Sebentar Kendra ambil jaket dulu." Para ibu menggeleng melihat Kendra dengan cepat meninggalkan dapur.

"Terus Rain mana sekarang?"

"Rain tidur ma, tadi habis sholat subuh dia baru tidur." Lily mengernyit mendengar jawaban Resta.

"Kenapa gak di bangunin lagi?"

"Jangan ada yang bangunin bang Hujan, bang Hujan semalem kebangun jam satu gara-gara mimpi buruk." Noah yang baru daja bangun langsung menyahuti ucapan Nita.

"Kamu begadang lagi?" Noah mengangguk saat sang bunda bertanya.

"Ngerjain tugas bun, bukan begadang nonton anime." Fatma mengangguk saat mendengar jawaban putra bungsunya itu.

"Ya udah kamu sini aja, nanti bantuin mama Lily, mama Salma sama mama Nita buat bangunin yang lain. Bunda mau ke pasar dulu sama Bagas, Resta sama Kendra." Noah hanya mengangguk.

"Bun, nanti beliin susu ya?" Fatma mengangguk, pesanan putra bungsunya tidak akan berubah jika dia pergi ke pasar.

"Ya udah, sana kamu mandi dulu."
.
.
.
.
.
Rain tau tubuhnya belum benar-benar pulih, karena kadang kalah dia akan merasa panik saat membayangkan jika dia akan di tepuk seseorang. Padahal biasanya dia tidak akan mengalami itu jika phobianya tidak kambuh.

Pagi ini Rain juga kembali panik saat bangun tidur, padahal tidak ada siapa pun di kamar nya. Nafasnya tersengal namun sebisa mungkin Rain mencoba menenangkan dirinya sendiri, karena dia tidak ingin merepotkan Kendra.

"Ibuk." Rain rasanya ingin menangis, karena biasanya jika dia seperti ini sang ibuk lah yang akan datang pertama kali dan memeluknya.

"Ibuk, Rain kangen." Rain memilih meringkuk di atas kasur, menutupi tubuhnya dengan selimut agar tidak ada yang tau.

Rain mungkin bisa terlihat kuat sebelumnya, karena dia harus menguatkan Kendra, namun saat sendiri seperti ini Rain ingin menyerah. Pemuda mungil itu ingin bebas melepaskan beban dan rasa sedih nya.

Rain tidak sadar jika sebenarnya sejak tadi Noah berdiri di ambang pintu kamar, namun melihat Rain yang akhirnya meringkuk, Noah memilih kembali menutup pintu kamar dan meninggalkan Rain.

"Loh katanya mau ke kamar?" Noah menggeleng dan justru memilih kembali ke kamar Gala.

"Bang Hujan lagi pingin sendiri kayaknya." Gala mengernyit saat mendengar ucapan Noah.

"Maksud kamu?"

"Kalau ada gue di kamar, bang Hujan gak akan ngeluarin rasa sedih yang selama ini dia pendam, makanya gue gak jadi masuk ke kamar. Gue mau biarin bang Hujan lega dulu." Gala akhirnya mengangguk paham.

"Hidup jadi bang Rain berat ya?" Noah mengangguk, setuju dengan ucapan Gala.

"Bang Hujan kelihatan baik-baik aja tapi ternyata di balik itu tetap ada luka yang dia sembunyikan, bahkan dari adik kandung nya sendiri." Gala menghela nafas panjang.

"Kendra sering cerita kalau selama ini bang Rain selalu ngelakuin apapun buat Kendra, gak pernah ninggalin Kendra sendirian dan selalu jadiin Kendra prioritas."

"Kendra juga bilang kalau bang Rain sering ngelupain dirinya sendiri cuma buat ngurusin Kendra, dan sekarang bang Rain juga ngelakuin itu ke kita." Noah tersenyum tipis.

"Bang Hujan selalu bersikap sebagai abang yang baik buat kita semua, sampai bang Hujan lupa kalau sebenarnya bang Hujan juga bisa bertingkah layaknya adik ke bang Resta."
.
.
.
.
.
"Bang Rain." Rain sedikit terkejut saat melihat Axel berdiri tidak jauh dari nya yang baru saja keluar kamar.

"Ada apa Xel?" Axel terlihat menunduk saat mendengar suara Rain.

"Maaf." Rain mengerjap.

"Hah? Maaf buat apa?" Axel memberanikan diri mendongak dan menatap lekat pada Rain.

"Maafin aku bang, maafin semua tingkah ku selama ini. Maafin semua kejahilan ku ke abang selama ini, aku cuma iri sama abang. Kenapa mama selalu minta aku jadi kayak abang, dan sekarang aku tau maksudnya. Maafin aku." Rain tersenyum tipis.

"Udah aku maafin dari lama Xel, lagi pula aku gak pernah ngerasa kamu punya salah sama aku. Udah jangan nunduk gitu lagi, jangan jahil lagi ya?" Axel mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

"Aduh jangan nangis, aku gak bisa meluk sama nenangin kamu." Axel mengusap air matanya dan tersenyum.

"Kenapa aku baru sadar kalau abang sebaik ini?" Rain menggelengkan kepalanya.

"Udah ayo kebawah, kamu udah sarapan?" Axel mengangguk.

"Sudah, tinggal bang Rain yang belum sarapan." Rain tersenyum dan mengangguk.

"Bang Rain, beneran udah maafin aku?" Rain mengangguk saat berjalan melewati Axel.

"Udah aku maafin, gak usah khawatir. Nanti Noah juga bakal maafin kamu, mungkin Noah masih perlu waktu buat itu." Axel memutuskan mengikuti langkah Rain turun.

"Rain sudah bangun? Mau sarapan gak?" Rain menggeleng saat Lily menyapanya.

"Kendra belum bangun ya ma?" Lily tersenyum.

"Kendra sudah bangun, cuma lagi ikut bunda Fatma ke pasar, sama Bagas sama Resta juga." Rain akhirnya mengangguk.

"Mama buat kacang hijau nih, sarapan sama itu ya biar perut nya anget." Rain akhirnya mengangguk saat menatap mata indah Lily yang serupa dengan milik Resta.

"Sebentar, kalau gitu." Lily dengan cepat mengambilkan semangkuk kacang hijau untuk Rain.

"Nah makan dulu." Rain tersenyum, perlakuan Lily mengingatkan Rain pada sang ibuk.

"Terima kasih ma." Lily mengangguk dan tersenyum pada Rain.

"Axel mau kacang hijau juga?" Axel mengangguk kecil.

"Axel bisa ambil sendiri ma." Axel dengan cepat mencegah Lily yang akan berdiri.

"Rain, inget kata-kata mama kan? Kalau ada apa-apa jangan sungkan buat cerita ke mama, bunda atau ke Resta." Rain hanya diam menatap ke arah Lily.

"Kamu memang abang disini, tapi kamu juga adik buat Resta. Kami bisa cerita ke Resta kalau kamu belum siap cerita ke mama, bunda atau papa." Rain hanya tersenyum tipis.

"Rain takut ngerepotin ma." Lily tidak terkejut mendengar jawaban Rain.

"Mana ada bang Rain ngerepotin, kalau bang Rain ngerepotin terus aku apa?" Lily tertawa kecil mendengar Axel menimpali ucapan Rain.

"Axel ternyata cerewet sama kayak Kendra."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Grantha up nih
Ada yang nungguin gak?
Sebentar lagi grantha tamat ya...
Kira-kira Rain bakal bahagia gak?

Selamat membaca dan semoga suka

See ya

–Moon–

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang