.
.
.
.
.
Seorang lelaki paruh baya tersenyum jahat saat melihat pesan yang baru saja dia kirim terbaca, lelaki itu tampak puas, tatapannya beralih pada foto seorang pemuda berambut hitam yang terpasang di dinding kamar sempit nya."Saat dewasa kamu semakin mirip dengan ibu mu, cantik." Sosok itu terlihat mengerikan saat tatapan nya berubah menjadi tajam dan penuh nafsu.
"Bian harus dapat balasan dari kelakuannya, dia akan lihat anak emas nya gila setelah ini."
"Rain.... Rain.... Kasihan, kamu harus menanggung kesalahan ayah mu itu." Sosok itu Bima, lelaki yang baru saja keluar dari penjara selama sebulan itu bahkan sudah bisa menemukan dimana keberadaan Rain.
"Kita akan segera ketemu Rain, tunggu waktu kita bermain ya keponakan tersayang." Bima menjilat bibir bawah nya sendiri sambil membayangkan wajah manis Rain.
Bima sejak bebas sudah langsung mencari informasi tentang tempat tinggal Milia, yang sudah pasti ada Rain dan Kendra, namun yang dia temukan justru mengejutkan.
Bian, kakak nya sudah lebih dulu membuat semua putranya tinggal di satu rumah yang sama, hal itu menghancurkan segala rencana yang sudah Bima susun sejak keluar dari penjara.
Bima awalnya berniat menghasut salah satu putra Bian dan memanfaatkan itu untuk menyakiti Rain, namun semua itu gagal dan sepertinya dia harus turun tangan sendiri.
"Bukan kah tidak seru jika bermain berdua, bagaimana jika kita ajak salah satu adik mu untuk bermain Rain?" Bima menatap layar ponselnya, lagi-lagi pesannya tidak mendapat balasan karena Rain kembali mengacuhkannya.
"Bagaimana jika anak haram itu? Lagi pula dia bukan pewaris sah kan? Bian pasti tidak masalah dengan hal itu "
.
.
.
.
.
Bian mengepalkan tangannya saat panggilannya dengan Resta baru saja dimatikan, kabar yang di sampaikan Resta jelas membuat Bian marah sekaligus khawatir.Resta mengatakan jika Rain mendapat teror melalui pesan yang di kirim oleh nomor tidak di kenal ke ponselnya, dan Bian yakin jika itu berasal dari adik nya, Bima.
Bian mengusap wajahnya kasar, kesalahannya dalam bertindak di masa lalu akan membuat anak nya terlibat. Bian selalu menargetkan Rain, karena lelaki itu tau kedudukan Rain akan selalu menjadi yang paling tinggi diantara semua anak nya yang lain.
"Mas kenapa?" Nita yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Bian, menatap bingung pada suami nya.
"Bima sudah bebas, dan seperti sekarang sedang mencoba meneror Rain." Nita jelas terkejut mendengar ucapan Bian.
"Kapan Bima bebas mas? Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" Nita langsung ikut panik dan khawatir setelah mendengar hal itu.
"Sebulan lalu, aku baru saja dapat kabar dari salah satu polisi yang ada di sana." Bian memejamkan matanya.
"Aku akan cari tau Bima ada dimana sekarang, aku juga akan kirim orang-orang ku untuk mengawasi rumah anak-anak di solo. Bima bisa bertindak nekat pada Rain jika teror itu memang benar dari Bima." Nita mengangguk setuju.
"Aku akan coba hubungi mas Kana, aku akan minta mas Kana ikut menjaga anak-anak di solo." Bian mengangguk, menyetujui ucapan Nita. Karena kakak ipar nya itu pasti bisa menempatkan orang-orang terbaiknya untuk menjaga anak-anak mereka, terutama ada Axel dan Aidan disana.
"Maafkan aku mas, karena permintaan keluarga ku saat itu, mas Bian harus berkorban banyak hal." Bian mengulas senyum tipis dan menggeleng.
"Menerima permintaan keluarga mu untuk menyelamatkan mu dari Bima adalah keputusan ku, jadi kamu gak bersalah disini. Aku melakukan itu karena aku tau segila apa adik ku, terutama setelah tau jika dia dan ibu nya tidak mendapatkan apapun dari papa."
.
.
.
.
.
"Bang Resta habis dari mana?" Kendra yang menyadari Resta baru saja bergabung bersama mereka langsung menodong dengan pertanyaan."Habis telpon papa soal kerjaan, ada sedikit yang perlu di bahas." Kendra mengangguk paham.
"Bang Rain masih kerja bang?" Resta mengangguk, karena saat keluar dari ruang kerja, Rain masih duduk di meja kerja nya.
"Oh iya papa pesen mulai sekarang kalian kalau pergi keluar jangan sendirian, minimal ajak satu orang buat nemenin, jangan sampai hape kalian mati dan kalau ada apa-apa langsung telpon siapa pun yang ada di rumah." Ucapan Resta membuat keenam adiknya mengernyit bingung.
"Maksud abang apa? Kenapa harus kayak gitu?" Resta tersenyum.
"Ada orang yang mau nyelakain kita, jadi papa pesen kayak gitu. Jadi demi keamanan bersama turuti perintah papa." Keenam nya langsung mengangguk.
"Bang Rain udah tau?" Resta mengangguk.
"Mungkin besok atau lusa akan ada bodyguard yang datang kerumah, papa bilang gitu ke gue tadi, jadi usahakan jangan berulah, paham?" Lagi-lagi anggukan di berikan oleh keenam adiknya.
"Kalau ada orang lain yang ikut tinggal disini, kita harus kasih tau mereka supaya gak nyentuh bang Rain sembarangan bang." Resta mengangguk.
"Iya, gue udah bilang ke papa masalah itu, tapi nanti bakal gue tegasin lagi kalau mereka udah disini." Kendra yang mendengar itu tiba-tiba perasaannya tidak enak.
"Bang Resta, orang itu bukan om Bima kan?"
Deg
Semua yang ada di sana menatap Kendra terkejut, terutama Resta yang tidak menyangka jika Kendra akan langsung menebak dengan tepat.
"Bukan kan bang?" Resta melihat tatapan adik-adiknya yang sudah beralih padanya, pemuda itu menghela nafas panjang.
"Kecurigaan nya memang om Bima, tapi semoga saja bukan." Kendra tanpa aba-aba langsung beranjak dan pergi dari ruang keluarga, semuanya tau pasti Kendra akan menemui Rain.
"Bang, kalau memang itu om Bima, berarti yang dalam masalah bahaya bang Rain sama Kendra?" Resta mengangguk.
"Iya, tapi kita semua juga tetap harus waspada, om Bima bisa aja ngelakuin hal-hal di luar perkiraan." Resta tau jika ini akan membuat adik-adiknya was-was dan tidak tenang, namun bagaimana lagi jika ini adalah jalan terbaik, memberitahu semuanya.
"Pokoknya mulai sekarang kalau gak penting jangan keluar, apa lagi sendirian."
Ucapan Resta sukses membuat fokus mereka teralih, film harry potter yang masih terputar di layar televisi bahkan tidak sanggup mengambil kembali atensi mereka.
Dalam pikiran mereka semua saat ini adalah bagaimana membuat Rain dan Kendra aman, karena mendengar cerita pengalaman Rain sebelumnya. Tujuan Bima adalah Rain dan Kendra, bukan mereka, jadi bisa saja kali ini pun sama.
Jika dulu saja Bima bisa melakukan hal yang sangat kejam pada Rain dan Kendra yang saat itu masih anak-anak, apa lagi sekarang saat mereka sudah dewasa dan kemungkinan akan melawan balik bukannya menangis ketakutan seperti dulu.
"Bang Resta, bilang papa buat fokus sama bang Rain aja. Kalau di lihat dari kejadian sebelumnya, target om Bima pasti akan tetap sama, bang Rain." Semua terkejut mendengar ucapan Axel.
"Maksud kamu?"
"Bang Resta, kalau memang om Bima hanya menargetkan anak papa secara acak, om Bima gak akan jauh-jauh pergi ke jogja buat nyulik bang Rain sama Kendra saat itu, sedangkan ada aku sama Aidan yang setiap hari ada di dekat nya." Resta terdiam, pemuda itu setuju dengan pemikiran Rain, begitu pula yang lain.
"Ya sudah nanti gue bilang papa, tapi ingat kalian juga tetap harus waspada."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang
Double up ya...
Lanjut?Selamat membaca dan semoga suka
See ya
–Moon–
KAMU SEDANG MEMBACA
Grantha
FanfictionKita memang beda ibu tetapi satu ayah. Beda sifat dan beda karakter juga, mungkin masa lalu kita ada yang kelam ada juga yang bahagia. Atas dasar perintah dari Ayah kami semua dipertemukan di kota Solo yang indah. Mungkin diantara kami ada yang meny...