26. Cerita Aidan

1K 181 8
                                    


.
.
.
.
.
Aidan menatap ragu pada Resta juga Rain yang duduk di depannya, keduanya tampak berbincang kecil tentang pekerjaan Resta. Aidan tau sekarang kenapa sang mama selalu ingin Axel menjadi sesempurna Rain, karena Rain memang berhak mendapat julukan itu.

Aidan ingin mengadu saat ini, dia tidak mungkin menceritakan kegundahannya pada Axel, karena Aidan tau mental Axel sudah lebih dulu di serang oleh sang mama.

Aidan hanya diam sambil sesekali meremas tangannya sendiri selama perjalanan pulang, bahkan tadi saat mereka berangkat ke stasiun pun Aidan tidak berbicara banyak pada sang mama.

"Aidan ada apa? Kamu mau ngomong sesuatu?" Aidan langsung mendongak begitu mendengar suara lembut Rain. Aidan bisa melihat Rain sedang menoleh ke arah nya dengan tatapan khawatir, begitu pula Resta yang melirik lewat spion tengah.

"Bang Rain, bang Resta, aku bisa cerita ke kalian kan?" Rain dan Resta langsung mengernyit bingung saat Aidan mengatakan itu, terutama terdengar sangat jelas jika Aidan tengah gugup saat ini.

"Boleh, mau cerita sekarang atau nanti di rumah?" Aidan langsung menatap ke arah Rain, kakak keduanya itu tampak tersenyum manis.

"Boleh disini aja bang? Aku gak mau bang Axel tau kalau aku cerita ke kalian, bang Axel bisa ngamuk ke aku nanti." Rain mengangguk dan langsung menatap ke arah Resta yang sedang fokus menyetir.

"Okey, kalau gitu kita cari cafe aja, gak enak kan kalau cerita di mobil gini." Aidan hanya bisa mengangguk, menuruti ucapan Resta selama dia tidak harus cerita di rumah.

"Cari yang sepi Res, kita butuh privasi."
.
.
.
.
.
Resta membawa Rain dan Aidan ke suatu cafe yang cukup aestetik namun terlihat sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang sudah pasti tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Rain, kamu mau pesen apa?" Rain hanya melirik sekilas ke arah menu yang ada di hadapan Resta.

"Matcha latte less sugar." Resta mengangguk, kemudian menatap ke arah Aidan.

"Aku americano aja bang." Resta mengernyit mendengar pesanan Aidan.

"Kamu yakin mau pesen americano? Nanti gak bisa tidur." Aidan menggeleng.

"Tenang aja bang, udah biasa." Resta tidak lagi bertanya dan segera memesan pada kasir.

Rain yang sedari awal melihat sekeliling langsung mengarahkan Aidan untuk duduk di meja yang ada di ujung dekat jendela, bukan tanpa alasan Rain memilih tempat itu, tapi karena tempat itu sedikit tertutup oleh tanaman hias jadi semakin membuat terlihat lebih privat.

"Sekarang kamu bisa cerita Dan." Resta yang baru saja datang sambil membawa nampan berisi tiga gelas minuman itu langsung meminta Aidan bercerita.

"Bang Rain, maaf. Maafin bang Axel kalau selama ini selalu ngejahilin abang." Rain mengangguk berbeda dengan Resta yang hanya mengernyitkan dahi nya.

"Udah aku maafin kok, kamu gak perlu khawatir." Aidan menunduk, rasanya dia sangat malu berhadapan dengan Rain saat ini.

"Aidan, ada hal yang bikin gue  penasaran sejak awal, kenapa Axel benci banget sama Rain?" Aidan menghembuskan nafas pelan.

"Semua karena mama kak." Resta melirik Rain, begitu pula sebaliknya.

"Maksud kamu?" Aidan meremas kedua tangannya.

"Mama selalu bandingin bang Axel sama bang Rain."
.
.
.
.
.
Brak

"Axel kenapa nilai kamu turun?!" Axel kecil yang saat itu berusia sepuluh tahun hanya bisa menunduk.

"M-maaf ma." Axel baru saja pulang sekolah bersama sang adik, dan sudah di sambut oleh wajah marah sang mama.

"Maaf, maaf saja bisa nya?! Semester lalu kamu janji untuk memperbaiki semua nilai kamu, tapi lihat apa ini?" Axel meremas kedua tangannya, dia tidak suka di bentak-bentak oleh sang mama, karena itu membuat telinga dan kepalanya sakit.

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang