.
.
.
.
.
Resta tau jika diantara dia dan Rain, mungkin adik-adik mereka akan lebih takut pada Rain, melihat bagaimana tatapan tajam Rain tadi yang serupa dengan sang papa.Resta sebenarnya cukup bingung kenapa Axel terlihat sangat tidak suka pada Rain, padahal dia perhatikan Rain bahkan belum berinteraksi dengan pemuda itu.
"Rain, Kendra makan dulu." Kendra yang semula memeluk Rain langsung mendongak dan menemukan Resta berdiri tidak jauh dari mereka.
"Sana makan." Kendra menggeleng saat Rain menepuk punggung nya.
"Sama abang." Rain menghela nafas dan mengangguk.
"Ya udah, ayo." Kendra langsung berdiri setelah melepaskan pelukannya pada Rain.
"Bang Resta maaf." Resta tersenyum tipis, dia tidak harus marah pada Kendra karena dia tau Kendra hanya membela Rain, disaat Axel memancing amarah nya.
"Iya gak papa, gue tau lo cuma ngebela Rain. Sekarang ayo makan, udah di tungguin yang lain." Kendra mengangguk dan berjalan mendahului Resta juga Rain.
"Kendra anaknya gampang emosi, apa lagi sama anak yang memang dia gak suka. Jadi aku minta maaf ya, kalau seandainya nanti kamu sering lihat Kendra marah-marah. Marahin aja gak papa kok, kalau masih gak mempan panggil aku aja, asal jangan di pukul. Kendra gak bisa di pukul, tubuhnya gak sekuat itu." Resta terdiam setelah mendengar ucapan panjang Rain, mencoba mencerna informasi baru tentang salah satu adiknya itu.
"Iya, gak usah khawatir. Aku bukan orang yang suka main tangan, paling nanti kalau gak bisa aku handle, aku minta bantuan kamu." Rain akhirnya tersenyum tipis dan mengangguk.
"Udah ayo makan." Resta hanya memberi kode pada Rain untuk berjalan lebih dulu, dia ingat peringatan Kendra tadi, jika Rain tidak suka di sentuh.
"Bang Rain, mau nasi goreng atau bakmi?" Rain mengernyit saat Kendra tiba-tiba bertanya, padahal dia baru saja masuk ke ruang makan.
"Gala gak bisa makan banyak, sama kayak abang, jadi ini setengahan. Atau mau setengahan sama aku nasi goreng nya?" Rain yang mendengar itu langsung menatap ke arah Gala.
"Gala, kamu kenyang makan segitu?" Gala yang namanya disebut langsung mengangguk.
"Kenyang bang, kalau kebanyakan nanti perut ku sakit." Rain mengangguk dan meraih piring berisi setengah porsi bakmi dari tangan Kendra.
"Abang ini aja, kamu habisin nasi goreng nya." Kendra mengangguk dan mulai memakan nasi goreng nya. Rain hanya melihat bagaimana mereka semua makan dalam diam, mungkin karena ajaran keluarga atau mereka masih canggung.
"Setelah makan kita jangan langsung ke kamar, duduk sini dulu. Kita adain jadwal piket sama ngelist makanan yang kalian suka, atau gak kalian suka. Supaya nanti waktu kita masak semua bisa makan, ngerti?" Semua yang ada disana mengangguk, karena bagaimana pun Resta adalah yang tertua dan mereka harus menurut.
Lima belas menit mereka habiskan dalam hening, dan setelah semua sudah selesai makan, Resta memulai semuanya.
Resta bahkan mengambil kertas di kamarnya, Resta meminta pada Bagas untuk menulis semua hasil yang mereka dapat hari ini.
"Ada yang punya alergi?" Resta menatap satu persatu adiknya dan mendapat gelengan dari mereka.
"Kacang." Resta menatap lekat Rain yang baru saja bersuara.
"Apa Rain?"
"Aku alergi kacang." Resta mengangguk dan Bagas langsung menulis hal itu.
"Selain kacang ada lagi?" Rain menggeleng.
"Oke kalau gitu kalian bisa balik ke kamar, istirahat, pasti capek habis perjalanan jauh hari ini." Ucapan Resta membuat adik-adiknya langsung beranjak dan pergi ke kamar mereka. Hanya tersisa Resta dan Rain disana, ah jangan lupakan Bagas masih menempelkan kertas hasil tulisan nya ke kulkas.
"Besok biar gue yang masak, tapi kayaknya menu sarapan mereka beragam deh." Resta tertawa kecil sambil membaca pesan dari sang papa yang masuk ke ponselnya.
"Besok aku bantu." Ucapan Rain membuat senyum Resta semakin mengembang.
"Oke deh, kalau gitu ayo istirahat sekarang."
.
.
.
.
.
"Bang Hujan, lampunya nanti gue matiin gak papa?" Rain yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menatap Ke arah Noah dan mengangguk."Gak papa matiin aja." Noah langsung tersenyum lega.
"Kamu udah mau tidur?" Noah menggeleng saat mendengar pertanyaan Rain.
"Belum bang, gue mau maraton anime dulu." Rain menatap ke arah kasur Noah yang memang sudah tersedia laptop dan beberapa cemilan disana.
"Lo mau tidur bang?" Rain menggeleng.
"Gak, kenapa?"
"Kalau lo mau tidur, gue mau maraton pake headphone, tapi kalau lo belum mau tidur gue gak pake." Rain akhirnya paham maksud Noah menanyakan itu.
"Oh gitu, aku belum mau tidur, kamu bebas mau maraton nya, tenang aja." Noah tersenyum lebar, tidak salah kalau dia sekamar dengan Rain. Rain tidak seperti Bagas yang akan mengomel saat tau diri nya maraton anime.
Rain meraih novel yang dia bawa dari rumah, pemuda itu memiliki kebiasaan membaca novel sebelum tidur. Rain terlalu fokus pada novelnya, dan Noah fokus pada anime yang tengah dia tonton.
Kamar kedua pemuda itu hening, hanya ada suara dari anime yang di tonton Noah. Rain juga tidak memiliki niat untuk mengganggu aktivitas Noah, pemuda itu memilih menatap sekeliling kamar mereka. Hingga tatapan Rain terfokus pada sebuah gitar akustik yang ada di samping sofa, tepat di sebelah meja milik Noah.
"Kamu suka main musik?" Pertanyaan spontan itu terucap dari bibir Rain dan berhasil membuat Noah menekan tombol pause.
"Hah? Musik?" Noah menatap bingung pada Rain hingga akhirnya dia paham jika Rain menatap gitar nya.
"Oh iya bang, gue suka musik. Gue suka main gitar karena almarhum kakek yang ngajarin, gitar itu juga hadiah dari kakek sebelum meninggal." Rain mengangguk paham, tatapannya masih lekat pada gitar milik Noah.
Ingatan Rain berhasil memutar memory masa lalu nya dulu, saat dia masih anak-anak. Rain kecil suka bermain alat musik, bahkan papa dan ibuk nya menyediakan piano juga gitar untuk Rain atau Kendra bermain musik. Namun seiring berjalannya waktu, Rain di tuntut untuk meninggalkan musik dan fokus menjadi yang terbaik untuk ibu dan adiknya.
Jika boleh jujur Rain rindu menyentuh alat musik, rindu memainkan jari-jarinya pada alat musik asli dan bukan sekedar aplikasi.
"Lo mau mainin gitar nya bang?" Rain terkejut saat Noah kembali membuka suara.
"Oh gak usah." Noah mengernyit, dia jelas melihat bagaimana tatapan lekat Rain pada gitar miliknya itu. Dia tau jika kakak nya itu ingin memainkan gitar itu.
"Loh kalau abang mau, abang bisa mainin kok." Rain tetap menggeleng.
"Gak usah, aku takut itu rusak. Kata kamu itu hadiah dari almarhum kakek kamu kan." Noah tersenyum tipis dan beranjak untuk mengambil gitar itu.
"Nih bang, gue pinjemin. Lagian gitar nya gak bakal rusak kalau gak abang banting. Jadi mainin aja kalau abang mau." Rain terpaksa menerima gitar yang di sodorkan Noah padanya. Tangannya menyentuh senar-senar gitar itu dengan lembut, dan hal itu tidak luput dari perhatian Noah.
Hanya butuh waktu beberapa detik sampai telinga Noah mendengar petikan dari senar gitar yang dimainkan Rain secara acak, namun anehnya itu tetap membentuk melodi yang masih bisa di nikmati.
Noah sengaja membiarkan Rain terus memainkan gitarnya tanpa menginterupsi, Noah menikmati melodi yang dihasilkan Rain saat ini, bahkan pemuda itu melupakan anime nya yang belum selesai dia tonton.
"Bang Hujan, bisa bikin lagu? Kalau bisa ayo kapan-kapan bikin sama gue bang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Grantha up
Ada nungguin Rain gak sih?
Atau ada yang penasaran sama Rain dan adik-adik nya?Selamat membaca dan semoga suka..
See ya...
–Moon–
KAMU SEDANG MEMBACA
Grantha
FanfictionKita memang beda ibu tetapi satu ayah. Beda sifat dan beda karakter juga, mungkin masa lalu kita ada yang kelam ada juga yang bahagia. Atas dasar perintah dari Ayah kami semua dipertemukan di kota Solo yang indah. Mungkin diantara kami ada yang meny...