39. Sang Permata

1K 167 6
                                    


.
.
.
.
.
Rain sedang duduk di gazebo belakang saat Lily datang menghampirinya, wanita itu tersenyum pada Rain yang memang sedang fokus pada ipad nya untuk bekerja.

"Rain lagi kerja?" Rain langsung mendongak saat mendengar suara lembut Lily, memang yang masih tinggal di rumah solo hanya Lily juga Fatma, karena Nita benar-benar mengajak Bian pulang ke surabaya, dan Salma juga harus mengurus pekerjaannya.

"Iya ma, cuma lagi ngecek gambar sedikit." Lily duduk di gazebo masih dengan senyum manis nya.

"Sibuk?" Rain menggeleng.

"Gak sibuk ma, ada apa? Mama Lily perlu bantuan Rain?" Lily menggeleng pelan.

"Gak ada, mama gak butuh bantuan apapun. Mama cuma mau ngobrol sama kamu." Mendengar itu Rain dengan cepat menyimpan file gambarnya dan langsung meletakan ipad nya.

"Mau ngobrol apa?" Lily kembali tersenyum saat melihat apa yang Rain lakukan.

"Mama rasanya pingin peluk kamu Rain, tapi gak bisa. Terakhir mama peluk kamu waktu usia kamu lima tahun kayak nya, waktu mama bawa main Resta ke jogja." Rain mengerjap.

"Mama Lily pernah ke jogja?" Lily mengangguk.

"Pernah, sama Resta juga. Kamu selalu manggil Resta abang saat itu, bahkan kamu bilang Resta cantik." Rain ikut tersenyum mendengar cerita Lily.

"Resta memang cantik, sama kayak mama Lily." Lily akhirnya tertawa mendengar jawaban Rain.

"Kamu bener-bener mirip ibuk kamu yang suka ceplas ceplos ternyata, padahal mama kira yang mirip sifat ibuk kalian itu Kendra." Rain tersenyum.

"Mama orang kesekian yang bilang gitu, mungkin karena Rain lebih banyak diem jadi gak banyak yang lihat sifat Rain ini." Lily mengangguk setuju.

"Jangan terlalu diem Rain, dulu waktu masih kecil kamu gak sediem ini kok." Rain mengangguk.

"Rain diem karena Rain punya banyak adik yang cerewet ma, bahkan Gala yang terlihat diam pun akan cerewet saat ketemu sama Kendra atau Noah. Jadi biarkan mereka aja yang banyak berbicara, Rain hanya perlu mendengarkan." Lily mengangguk setuju.

"Rain, kamu tau kan kalau mama ini sahabat sekaligus sepupu nya ibuk kamu?" Rain mengangguk.

"Tau ma, ibuk pernah cerita." Lily tersenyum simpul.

"Mama tau kamu pasti nolak semua bantuan mama, tapi mama gak akan pernah nyerah buat bilang kalau ada apa-apa atau perlu apa-apa kamu bisa bilang ke mama." Rain mengangguk.

"Mama tenang aja, mama itu mama nya Rain juga, tapi biarkan sebisa mungkin Rain urus hidup Rain sama Kendra sendiri ma, Rain mampu kok. Bukan bermaksud tidak menghormati mama, tapi Rain hanya tidak mau mengajari Kendra untuk terus bergantung pada orang." Lily rasanya ikut bangga saat mendengar ucapan Rain, putra kedua nya itu sangat dewasa.

"Ya sudah pokoknya jangan lupa hubungi mama kalau memang kamu butuh."
.
.
.
.
.
Resta sedang ada di ruang kerja nya saat Lily menemuinya, pemuda itu terlihat sibuk dengan segala laporan yang harus segera dia selesaikan.

"Anak mama sibuk banget ya?" Resta mendongak dan tersenyum saat melihat kehadiran sang mama.

"Gak terlalu ma, cuma Resta pingin cepet nyelesaiin aja." Lily meminta Resta untuk duduk di sofa yang ada disana.

"Resta, capek gak?" Resta tersenyum dan segera memeluk tubuh sang mama dari pinggir.

"Kalau di bilang capek, ya namanya kerja pasti capek ma, apa lagi kan Resta harus ngurusin cabang perusahaan papa, tapi Resta seneng kok." Lily tersenyum, sejak dulu Resta memang sangat ingin menjadi seperti sang papa, yang handal mengurus perusahaan dan bisnis-bisnisnya.

"Kalau capek istirahat nak, jangan di paksain." Resta mengangguk.

"Iya ma, Resta paham. Mama tenang aja, sebentar lagi Rain juga akan bantuin Resta." Lily tersenyum.

"Mama tadi baru aja ngobrol sama Rain, kelihatannya dia juga serius banget ngurusin kerjaannya." Resta mengangguk.

"Selama aku kenal Rain sejak kita tinggal disini, Rain anak nya memang selalu serius kalau masalah pekerjaan ma, gak pernah main-main."

Sret

Resta cukup terkejut saat Lily mengelus kepalanya dengan lembut.

"Resta, kamu ingat cerita mama soal ibuk gak?" Resta mengangguk.

"Ingat."

"Mama berhutang banyak sama ibuk, jadi ibuk bisa minta tolong ke kamu jaga Rain sama Kendra?" Resta tersenyum tipis.

"Ma, Rain sama Kendra itu adiknya Resta, pasti Resta jaga. Khususnya Rain, Resta gak tau kenapa, tapi Resta rasa Rain adalah permata keluarga Malendra, benar bukan ma?" Lily tersenyum mendengar ucapan Resta.

"Kenapa kamu bisa ngomong gitu?" Resta mengedikan bahunya.

"Cuma merasa ma, tapi Resta yakin itu benar."

"Tapi yang memiliki arti nama permata itu kamu." Resta tertawa kecil.

"Resta tau, tapi itu gak akan bisa menutupi jika permata sebenarnya adalah Rain. Mungkin sekarang belum terlihat, tapi Resta yakin beberapa bulan kedepan saat semuanya sudah rukun hal itu pasti akan terlihat jelas." Lily hanya diam mendengarkan ucapan Resta.

"Rain akan menjadi pusat perhatian semuanya, bukan karena kekurangannya tapi karena rasa sayang yang besar yang akhirnya terlihat. Resta juga yakin kalau yang lain akan berusaha membuat Rain sembuh dari phobia nya ma." Lily akhirnya tersenyum bangga mendengar penjelasan Resta.

"Ya kamu benar, beberapa bulan lagi semua akan terlihat. Jadi mama minta tolong ke kamu, tetap jadi Resta yang seperti sekarang, yang tegas dan tidak pilih kasih ke adik-adiknya." Resta hanya mengangguk.

"Iya ma, Resta akan terus berusaha supaya tetap jadi Resta yang bisa mama andalkan."
.
.
.
.
.
Sejak Axel meminta maaf kemarin, tidak ada lagi suasana permusuhan diantara mereka, terutama tatapan tajam Noah yang belum juga berubah pada Axel.

Axel sendiri tidak bisa memaksa Noah untuk memaafkannya, terutama ucapan Rain sebelumnya membuat dia sadar jika dia harus bersabar.

"Inget ya anak-anak, jangan lagi ada yang bertengkar, kalian saudara." Fatma mengingatkan anak-anak itu lebih tepatnya pada Noah.

"Noah sekarang kamu seorang abang, harus bisa jagain adek nya dan menghormati abang-abang nya, bunda gak mau denger laporan dari a Bagas kalau kamu bandel." Noah merengut mendengar ucapan sang ibu.

"Noah gak bandel lah bun, tanya bang Hujan kalau gak percaya." Fatma dan Lily tertawa mendengar hal itu.

"Iya iya bunda percaya, Resta, Rain bunda sama mama titip adik-adiknya ya?" Kedua anak tertua itu mengangguk.

"Iya bunda."

"Tenang aja bunda, Resta siap menghukum mereka kalau mereka bertengkar kok." Lily dan Fatma mengangguk.

"Kalau gitu, bunda sama mama berangkat dulu." Bagas dan Noah merengut saat sang bunda pamit.

"Kenapa sih bun, gak mau diantar?" Fatma menggeleng.

"Ya suka-suka bunda sama mam lah, kok kamu protes sih a." Bagas justru mendengus mendengar ucapan Fatma.

"Ya udahlah bunda pulang sana." Rain yang melihat Bagas kesal hanya bisa mengelus pundak pemuda tinggi itu.

"Ingat jangan ada lagi yang bertengkar loh ya." Kedelapan pemuda itu mengangguk.

"Bunda sama mama tenang aja, Resta akan pastiin mereka gak lagi bertengkar."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Double up ya...
Kenapa pada gak suka end cepet sih?
Kan enak ketemu book baru...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang