24. Senyum Noah

984 175 6
                                    


.
.
.
.
.
Rain bangun lebih pagi di banding biasanya hati ini, pemuda itu lega saat melihat Noah masih lelap di kasur nya.

Semalam, Noah menangis di pelukannya, namun setelah nya pemuda tinggi itu sudah mau makan. Dengan begini Bagas tidak akan khawatir lagi, adik nya itu tidak akan menangis lagi.

"Rain?" Rain yang baru saja menyalakan lampu dapur tampak terkejut karena panggilan Resta.

"Kamu bikin aku kaget Res." Resta tersenyum simpul mendengar ucapan Rain.

"Maaf, semalem kamu pulang jam berapa?" Rain memperhatikan Resta yang mulai mengeluarkan bahan untuk memasak sarapan.

"Jam sebelas lebih sepuluh aku udah di rumah kok." Resta mengangguk kecil, jam segitu belum terlalu malam untuk Resta yang biasa pulang menjelang pagi sebelumnya.

"Memang kamu habis dari mana?"

"Dari jogja, ada yang perlu aku ambil di rumah." Resta secara spontan menghentikan gerakannya dan menatap Rain tidak percaya.

"Kamu pergi ke jogja? Sendirian?" Rain mengangguk.

"Rain, kenapa gak ajak salah satu dari kita sih? Terus kamu langsung balik gitu?" Rain hanya tersenyum tipis.

"Suasana nya lagi gak mendukung buat ngajakin salah satu dari kalian Res, lagi pula aku baik-baik saja." Resta menghela nafas panjang.

"Haduh Rain, tolong jangan gitu lagi. Iya gue tau kamu hafal rute solo-jogja, tapi kalau nyetir sendirian kan capek." Rain kembali memberi anggukan.

"Memang barang yang mau kamu ambil itu penting banget?" Rain lagi-lagi mengangguk.

"Apa yang kamu ambil?"

"Gitar." Jawaban Rain jelas langsung membuat Resta syok, hanya untuk mengambil gitar Rain rela menyetir sendiri dari solo ke jogja tanpa istirahat.

"Rain ya tuhan!" Rain mengedikan bahunya saat melihat Resta yang tampak syok.

"Gak apa Res, yang penting Noah udah mau makan semalem. Gak ada lagi yang perlu kamu khawatirin soal Noah sekarang, satu-satunya yang harus kita khawatirin adalah hubungan si kembar dan Axel selanjutnya."
.
.
.
.
.
Bagas masuk ke kamar Noah dan Rain, tujuan nya hanya satu yaitu membangunkan Noah dan mengambil piring berisi makanan yang dia tinggalkan untuk Noah semalam.

Bagas terdiam sejenak saat melihat tempat tidur Rain sudah rapih, karena biasanya Rain masih tidur saat Bagas masuk kesana. Bagas juga tidak menemukan piring makan malam Noah semalam, sepertinya Rain sudah membawanya ke dapur.

"Noah, ayo bangun." Bagas menepuk tangan Noah pelan, karena biasanya hanya Bagas yang bisa membangunkan pemuda itu.

Bagas tersenyum saat melihat Noah mengerjapkan matanya, selalu seperti ini. Jika di bangunkan orang lain Noah bahkan tidak akan bangun meskipun audah di bangunkan lebih dari sejam, tapi saat dirinya yang membangunkan, hanya butuh dua atau tiga kali tepukan maka Noah sudah bangun.

"Bangun, gue tinggal kebawah dulu, nanti gue bawain sarapan lo kesini." Noah hanya menatap punggung Bagas yang akan keluar dari kamar nya.

"Bagas." Bagas langsung menoleh saat mendengar suara lirih Noah.

"Ya?"

"Gue mau roti bakar buatan lo." Bagas langsung tersenyum dan mengangguk.

"Iya, nanti gue buatin roti bakar buat lo." Bagas bahagia, mendengar Noah meminta roti bakar menandakan jika kembarannya itu sudah mau makan.

Bagas segera turun ke lantai satu untuk membantu Resta di dapur, karena dia yakin jika Resta pasti sudah menyiapkan segala nya.

"Bang Resta, kita masih punya roti kan?" Resta dan Rain menoleh bersamaan saat mendengar pertanyaan Bagas.

GranthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang