.
.
.
.
.
Lily menatap Bian kesal, bahkan setelah mendapat ultimatum dari semua putra nya Bian hanya mematung di ruang tengah."Mas Bian, sana ke kamar Rain! Kenapa masih disini?" Bian tersentak saat mendengar suara Lily.
"Bagaimana aku menghentikannya?" Lily, Fatma, Salma dan Nita ingin sekali rasa nya memukul Bian saat ini juga.
"Ya terserah gimana kamu mas!"
"Satu hal yang perlu kamu tau mas, Rain memiliki sifat seperti Milia. Kamu tau sendiri Milia bahkan bisa menyembunyikan dua anak nya bertahun-tahun dari jangkauan kamu, tidak menutup kemungkinan Rain juga akan melakukan hal yang sama setelah keluar dari rumah ini." Bian meraup wajahnya, dia ingin menghampiri Rain namun ego nya terlalu tinggi.
"Mas Bian! Ya allah, kenapa masih diem aja! Mas mau kehilangan enam anak mas? Kalau aku sih gak keberatan ya, toh Gala juga nyaman sama Rain sama Kendra." Bian langsung bangkit setelah mendengar ucapan Salma.
"Gengsi nya itu loh gak hilang hilang dari dulu, udah tua juga." Lily dan Fatma menggelengkan kepalanya saat mendengar Salma menggerutu.
"Nita, lebih baik setelah ini kamu seret mas Bian pulang ke surabaya aja, disini dia cuma bikin emosi anak-anak gak stabil. Bukan apa ya Nit, tapi kondisi Rain sama Kendra belum bisa di tekan kayak gini." Nita mengangguk saat Lily mengatakan itu.
"Mereka baru aja kehilangan sosok ibu yang selama ini selalu ada buat mereka, karena kecerobohan mas Bian juga. Mas Bian harus bersyukur saat Kendra dan Rain tidak membencinya, karena diantara yang lain mas Bian tidak terlalu mengenal keduanya, bahkan jarang menghabiskan waktu dengan mereka."
.
.
.
.
.
Bian menahan koper yang akan ditarik oleh Rain, kehadiran Bian yang tiba-tiba itu membuat Rain dengan cepat melepaskan kopernya dan melangkah menjauhi Bian."Tidak ada yang boleh pergi dari rumah ini, maafkan papa Rain." Rain hanya menatap Bian datar, tanpa niat untuk membalas. Tangan Rain kembali terulur untuk meraih kopernya, namun lagi-lagi Bian menahan koper itu.
"Rain."
"Rain gak akan mau tinggal disini selama papa masih egois." Bian menatap nanar pada Rain, putra keduanya yang memang jarang sekali bertemu dengannya.
"Maaf kan papa, papa hanya khawatir dengan kondisi Axel." Rain menghela nafas kasar dan itu membuat Bian menatap lekat pada sang putra.
"Papa, Axel itu sehat. Papa hanya khawatir pada Axel, tapi apa papa pernah memikirkan bagaimana perasaan Noah saat papa membela Axel dengan keras di hadapannya?"
"Anak papa bukan hanya Axel! Papa punya delapan anak dan papa sendiri yang meminta kami untuk tinggal disini, seharusnya papa bisa bersikap adil. Rain gak mau Noah, Bagas dan Kendra semakin membenci papa." Bian terdiam, sejak beberapa hari lalu kalimat-kalimat panjang yang Rain ucapkan selalu mampu menamparnya.
"Maafkan papa, setelah ini papa tidak akan melakukannya lagi, papa berjanji." Rain menghela nafas panjang saat Bian mengatakan itu.
"Cukup buktikan pa, jangan berjanji. Karena sebenarnya kami semua yang ada disini, enam dari delapan anak papa tidak pernah lagi percaya pada janji papa."
.
.
.
.
.
Bian berhasil menahan Rain agar tidak pergi, dan secara otomatis yang lain pun juga tidak pergi.Saat ini Rain hanya diam di kamarnya sendirian, karena Noah sedang menjalankan hukumannya dengan di awasi sang bunda juga Bagas, sedangkan Axel di awasi oleh Nita dan Resta.
Rain kembali termenung, memikirkan kepala apa saja yang sudah dia ucapkan pada sang ayah beberapa hari ini. Rain tau dia sudah bersikap kurang ajar pada sang ayah, meskipun bukan maksudnya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grantha
FanfictionKita memang beda ibu tetapi satu ayah. Beda sifat dan beda karakter juga, mungkin masa lalu kita ada yang kelam ada juga yang bahagia. Atas dasar perintah dari Ayah kami semua dipertemukan di kota Solo yang indah. Mungkin diantara kami ada yang meny...