"Selamat pagi!" Raffael dan Zafia sama-sama menoleh ke arah Zora yang sedang berlari ke arah mereka dengan senyum merekah bibir gadis itu.
Raffael dan Zafia sama-sama bersikap tak acuh, bahkan menganggap seolah Zora hanyalah angin lalu. Bahkan sapaan gadis itu sama sekali tak disambut baik oleh keduanya.
"Susunya enggak ada rasa, Bibi." Zora menatap Bi Nana yang berdiri tak jauh dari meja makan dengan bibir cemberut.
Bi Nana yang mendengar keluhan Zora segera menghampiri Zora, lalu meraih gelas susu milik gadis itu.
"Biar Bibi tampan," ucap Bi Nana sambil mengelus kepala Zora. Bukan hal yang mengagetkan lagi, karena Bi Nana dan Zora memang sedekat itu.
"Bibi gimana sih, masa susunya enggak ada rasa," rengeknya kesal.
"Bisa diem gak?" Zora menatap ke arah Raffael yang saat ini sedang menatapnya tajam. Zora tak peduli, mengacuhkan tatapan Raffael.
"Aku mau makan sama Bi Nana aja!" Zora membawa piring berisi sarapannya menuju ke belakang. Tak menyadari tatapan Raffael yang semakin menajam karena tingkah kekanakan gadis dengan baju seragam yang sama dengan Zafia adik keduanya.
"Bi Nana aku enggak mau duduk di sana, di sana ada singa aung!" Terdengar suara teriakan Zora bahkan gadis itu membuat suara menyerupai singa versinya sendiri.
"Sialan!" umpat Raffael kesal saat sadar sindiran itu ditujukan untuknya.
"Biarin aja, Kak," ucap Zafia yang sedari tadi menyimak. Dia ikut terganggu juga dengan kecerewetan Zora.
"Bi Nana!" Zora berlari melewati meja makan. Bahkan gadis itu telah menangis entah karena apa.
Raffael dan Zafia sama-sama memperhatikan tingkah adik mereka yang selama ini selalu mereka benci. Keduanya benar-benar heran dengan tingkah Zora, seperti bukan gadis itu.
"Huwa Bibi!" Suara teriakan Zora makin keras. Bahkan kini terdengar entakkan kaki yang diyakini berasal dari gadis berumur tujuh belas tahun itu.
"Iya Non!" Bi Nana berlari terburu-buru menghampiri suara Zora.
"Drama macam apa ini?" Zafia meletakkan sendok dan garpunya. Seketika dia tak selera makan mendengar suara berisik Zora.
"Mau ke mana?" tanya Raffael saat melihat Zafia bangkit, padahal sarapan miliknya belum habis.
"Udah kenyang," balas Zafia seadanya dan langsung pergi dari sana.
Raffael ikut meletakkan sendoknya, seketika dia juga tak napsu untuk menghabiskan sarapannya. Sepertinya Zora memang tak bisa membuat hidup mereka tenang walau sehari saja.
Raffael pergi dari ruang makan dengan wajah datar, sekilas dia melirik Zora yang sedang sesegukkan di dalam pelukan Bi Nana. Melihat itu Raffael berdecih sinis, kebenciannya kepada Zora semakin bertambah.
Sedangkan Zora, gadis itu meratapi buku sekolahnya yang basah akibat tersiram susu akibat kecerobohannya. Padahal dia harus mengumpul tugas hari ini, tetapi bukunya malah rusak.
"Udah Non, nanti Non bisa kerjain ulang." Bi Nana mencoba membujuk Zora yang masih terus menangis.
"Aku enggak mau sekolah, deh," putus Zora. Dia takut dihukum, dia yakin nanti ada guru jahat yang membuatnya kesusahan.
Jika dikehidupan sebelumnya Zora selalu aman karena papanya, sekarang Zora tak yakin dengan hal itu. Di sini dia sendirian, bisa-bisa semua teman sekolahnya akan bahagia melihat Zora dihukum.
"Ya udah nanti Bibi izinin, yang penting Non Zora jangan nangis lagi." Zora mengangguk patuh dan menghapus air matanya walau masih sedikit sesegukkan.
Awalnya Bi Nana merasa canggung dengan suasana ini, karena biasanya Zora bersikap acuh tah acuh. Lalu sekarang melihat gadis itu menangis dan merengek seperti anak kecil membuat Bi Nana bernar-benar bingung.
"Aku mau ke kamar," ucap Zora sambil bangkit dan memungut semua bukunya.
Zora menatap nanar bukunya yang sudah tak berbentuk. Semua tinta pena luntur hingga membuat semua tulisannya acak-acakan.
"Nanti Bibi bawa camilan sama es krim buat Non Zora." Zora mengangguk penuh semangat.
"Enggak sia-sia aku bolos sekolah." Zora terkikik geli. Sepertinya bolos sehari bukan hal yang perlu disesalkan. Hari ini dia akan menghabiskan harinya dengan menonton drama dan juga memakan banyak camilan.
Lagi pula Zora lelah, dia tak suka berada di sekolahan yang besisi banyak orang jahat. Apa lagi Gazza, Zora benar-benar tak suka dengan pria menyebalkan seperti Gazza.
Bahkan Zora masih curiga jika yang membunuh kelinci cantik itu adalah Gazza. Jika benar Zora akan menuntu Gazza, awas saja pemuda itu.
Setelah berganti pakaian dengan pakaian santai, Zora langsung merebahkan dirinya di ranjang. Bibir gadis itu tersenyum lebar saat melihat berbagai camilan sudah berada di atas ranjangnya. Apa lagi saat melihat beberapa cup es krim kesukaannya di sana.
"Siap bertempur!" Teriaknya penuh semangat.
Hari ini belum ada konflik dulu hehe.
Mohon komennya wahai pembaca yang budiman.
Besok double up ga nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang Terbuang (END)
أدب المراهقين⚠️ Mengandung adegan kekerasan (Cerita Lengkap!) Adeline hanya anak manja yang hidup penuh dengan keberuntungan. Sayangnya nasib baik tidak berpihak kepadanya saat perasaan ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Adeline harus mati terbunuh oleh musuh bisn...