Tiga Dua

47.2K 2.9K 24
                                    

Pagi-pagi sekali Zora sudah rapi dengan hoodie biru, serta celana joger. Rambutnya ia ikat tinggi meninggalkan beberapa helai rambut di samping telinga. Seperti rencananya kemarin, dia akan membolos sekolah untuk mencari rumahnya. Walau sebenarnya Zora sedikit tak yakin jika dunia yang sekarang dia tempati sama seperti dunianya dulu, tetapi mencoba tidak ada salahnya bukan.

Zora berjalan ke luar tanpa ragu, matahari juga belum benar-benar muncul, semua orang yang di rumahnya sepertinya sedang tidur atau bahkan bersiap-siap.

Pilihan utamanya kali ini adalah taksi, dia ingin mengajak sopir pribadinya sayangnya Zora tak ingin ada orang lain ikut campur dengan urusannya saat ini.

Taksi yang dia pesan sebelumnya sudah ada di depan, Zora berjalan cepat memasuki taksi. Lalu taksi yang dia tumpangi langsung pergi dari perkarangan rumahnya.

"Aduh deg-degan banget," gumamnya.

Ada beberapa kemungkinan di dalam kepalanya. Pertama, dia memang berada di dunia ini, tapi dia khawatir jika orang tuanya sudah meninggal karena insiden waktu itu. Kedua, dia tak berasal dari sini, dunia yang dia tempati sekarang bukanlah kenyataan . Atau bahkan sebenarnya dia berada dari luar negeri. Zora pun tidak yakin dengan semuanya.

Tapi ada satu hal yang membuat Zora yakin, daerah tempat tinggalnya benar-benar ada di sini. Bukan berarti memang kehidupannya yang dulu berada di sini. Semalaman Zora mencari tau tentang alamat rumahnya dari internet dan mengejutkan memang benar-benar ada.

Jarak tempuh dari rumahnya ke alamat itu adalah satu jam, cukup jauh tapi tak masalah Zora ingin memastikan semuanya.

Zora memasang headphone di telinganya, memejamkan mata menikmati lagu yang mengalun merdu di telinganya. Dia tersenyum tipis, membayangkan jika dia dapat menemui ibunya atau bahkan rumahnya yang begitu dia rindukan.

Setelah menempuh waktu satu jam Zora langsung turun dari taksi setelah membayar, dia menghela napas pelan meyakinkan dirinya yang benar-benar tak tenang sekaligus penasaran.

Zora menatap sekelilingnya yang tampak asing, dia mengernyit heran. Lalu melangkahkan kakinya menyusuri wilayah itu. Ini jelas wilayah yang asing dalam ingatannya.

Zora mendongak, menatap sebuah rumah pohon yang berada di atas pohon yang sangat besar. Zora berjalan mendekat, mengelilingi beberapa kali pohon besar itu.

"Kapan ada pohon di sini, terus milik siapa?" Zora jelas bingung. Yang dia bayangkan adalah rumah mewahnya dulu, dan ada ibunya yang menyambutnya dengan senyum lebar. Bukan rumah pohon yang sudah terlihat sangat tua, namun tampak masih kokoh.

"Apa salah alamat ya?" Zora bergumam lagi.

Dia tak yakin salah alamat, jelas di maps tertera alamat ini, bahkan begitu jelas.

Di sekeling rumah pohon itu hanya ada beberapa rumah yang tampaknya sudah lama tak berpenghuni, tetapi jelas ini bukan rumahnya atau tetangganya. Bangunan itu terlihat seperti bangunan lama, mungkin didirikan saat Zora masih kecil.

Zora duduk di rerumputan, tak peduli celananya akan kotor atau ada serangga yang menggigitnya. Dia masih begitu bingung.

"Mungkin aku emang enggak dari dunia ini kali ya?" ucap Zora.

Zora kembali memperhatikan rumah pohon besar itu. Sebenarnya Zora tak begitu asing, dia seperti pernah bermain ke rumah pohon. Sayangnya dulu dia adalah anak rumahan yang manja, dia selalu berada di rumah selama masa kecilnya. Walau begitu Zora beruntung dia memiliki kedua orang tua yang begitu menyayanginya.

"Mending pulang aja, deh." Zora bangkit membersihkan celananya yang tertempel rumput kering.

Namun, sebelum pergi Zora menemukan sesuatu dari ujung matanya. Zora membalikkan tubuhnya, dia terkejut saat menemukan seseorang yang begitu dia kenali sudah berdiri di belakangnya tanpa ekspresi.

"Jadi lo sadar juga tempat ini?" ucap pria itu masih tanpa ekspresi.

"Kamu tau tempat ini?" Jelas Zora penasaran. Bagaimana ada orang lain yang tau dia ke sini, jelas-jelas tak ada yang melihatnya.

"Lo inget?" Pria itu berjalan mendekati Zora.

Zora yang merasa takut memundurkan tubuhnya hingga menubruk pohon besar yang berada di belakangnya. Zora merasakan punggungnya dingin dari pohon besar yang sepertinya lembab itu.

"Lo inget tempat ini, bukan?" Zora langsung menggeleng menepis ucapan pria itu.

"Sebentar lagi lo inget." Zora melebarkan matanya saat merasakan bibirnya menyentuh bibir pria di depannya itu. Dengan repleks Zora mendorong pria itu kasar, hingga akhirnya dia bisa terlepas dari pria itu.

"Stop —"

Ucapan Zora terhenti saat merasa kepalanya begitu sakit, seperti ada tekanan besar di kepalanya. Hingga gadis itu merasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya.

"Gue pastiin lo inget," ucap Pria itu sebelum kesadaran Zora hilang, dan terjatung ke dalam pelukan pria berhoodie hitam dengan masker hitam.

Pria itu tersenyum puas saat melihat Zora di dalam pelukannya dengan wajah pucat.

"Ucapin makasih sama gue," ucap Pria itu dengan suara serak.

Siapa ya kira-kira cowok itu?

Tebak yuk!

Wajib follow aku loh ya kalian!

Bye-bye tencu 100knya guys!

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang