Pemakaman Zora berjalan lancar, sayangnya semua orang masih begitu terpuruk atas kesedihannya, atau lebih tepatnya menyesal. Gazza menjadi pihak yang paling menyesal, karena dia yang lebih banyak menabur luka dihati Zora.
Setelah semua orang pulang, Gazza tak beranjak barang sedetik pun dari sana. Dia hanya menatap gundukan tanah penuh bunga dengan tatapan kosong. Walau tidak menangis siapa pun yang melihatnya tau jika Gazza begitu kehilangan.
Gazza berjongkok, mengelus nisan Zora begitu lembut. Dia tersenyum tipis menatap gundukan tanah penuh bunga itu.
"Kenapa harus cara ini, Zora?"
"Kenapa harus dengan cara ini lo pergi?" Tak ada sahutan, hanya terasa angin yang berhembus menyapu kulit halusnya.
Gazza tak suka beranjak setelah beberapa menit terdiam, lebih tepatnya dia banyak menyesali segala hal, atau dia hanya tak menyadari jika sejak awal yang dia butuhkan hanyalah Zora.
Gazza jadi merindukan gadis itu. Dia masih ingat sikap Zora sebelum kecelakaan, gadis itu begitu ceria terlihat sangat bahagia. Dia juga sangat suka mengganggu Gazza, bahkan sepertinya hari-hari gadis itu hanya untuk mendengar omelan atau makian Gazza.
Jika Anya terlihat begitu lembut, Zora adalah kebalikannya. Mungkin jika sejak awal semuanya tidak tertuju pada Zora dengan kebencian, mungkin Zora akan menjadi salah satunya siswa populer di sekolah mereka.
Zora cukup pintar walau nakal, wajahnya sempurna, lahir dari keluarga kaya raya, terlihat sempurna. Sayang semua memang takdir tuhan yang tidak dapat diprediksi.
"Maafin gue Zora," ucapnya lirih.
"Gue tau gue bener-bener enggak bisa termaafkan, maaf gue selalu nyakitin lo. Makasih semua cinta yang lo kasih selama ini. Lo yang tenang ya di sana, makasih buat semuanya." Tanpa sadar air matanya menetes, air mata yang selama ini tak pernah dia perlihatkan pada orang lain.
"Ini semua hukuman buat kami, gue juga enggak yakin bisa maafin diri sendiri. Lo yang tenang, makasih telah hadir di hidup gue selama ini." Sakit, Gazza merasakan sakit yang teramat dalam pada hatinya.
Dia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya setelah apa yang terjadi pada Zora. Dia menyesal, sangat bahkan. Rasanya Gazza tidak dapat hidup dengan tenang dengan bayang-bayang senyum kesakitan Zora.
Gazza menunduk dalam dengan tangan yang masih berada pada nisan. Dia berusaha menyembunyikan tangisnya, bahkan tubuhnya telah bergemetar karena hal itu.
Satu yang Gazza inginkan, melihat Zora memaafkan. Mungkin hal itu akan membuatnya tenang, sayangnya Zora pergi bahkan dengan sifat tak layak semua orang kepadanya.
Setelah merasa tenang Gazza bangkit, menghapus air matanya hingga terlihat biasa saja. Dia menatap sebentar nisan Zora, lalu melangkah pergi meninggalkan pemakaman yang sudah begitu sepi.
Tak lama dari kepergian Gazza datanglah seorang pemuda dengan pakaian serba hitam menuju ke makan Zora. Dia menatap makam Zora tanpa ekspresi, tetapi wajahnya menyiratkan begitu banyak kesedihan.
Dia Mahesa, seseorang yang sejak tadi menunggu kepergian Gazza. Dia ingin menemui Zora sejak pagi, sayangnya Mahesa tidak memiliki keberanian besar.
Mahesa berjongkok di samping makan, menatap lama pada tulisan nama gadis yang pernah dia sakiti di sana. Percayalah Mahesa adalah salah satu orang yang tidak baik-baik saja setelah kepergian Zora, jelas dia merasa paling bersalah di sini.
"Apa kabar, Zora?" tanyanya.
"Maaf atas kejadian waktu itu Zora. Gue salah, bahkan kata maaf aja engga bisa mengubah segalanya. Maaf, seandainya sejak awal gue bisa hapus perasaan gila ini." Mahesa meremas gundukan tanah itu dengan dada yang bergemuruh hebat.
"Gue cinta sama lo Zora, bahkan sejak kita masih sama-sama. Gue enggak bisa nahan perasaan bodoh ini, perasaan yang buat lo malah menderita."
"Gue bener-bener cinta sama lo, walau dengan cara yang salah." Mahesa jelas tau jika sejak awal dia tak dapat bersatu dengan Zora.
Sejak kecil kedua orang tuanya menjelaskan bahwa Zora adalah adiknya tidak lebih. Dia dilarang jatuh cinta, jelas sejak awal dia dan Zora hanyalah saudara.
Namun, mengapa perasan ini bisa hadir. Mahesa tidak peduli jika itu dengan orang lain, tetapi mengapa harus Zora. Mengapa mereka sama-sama tak dapat memiliki, bahkan sejak awal Mahesa sendiri sadar jika Zora lebih mencintai Gazza.
"Gue pergi ya, lain waktu gue ke sini lagi. Lo baik-baik di sana." Mahesa bangkit walau ada rasa tak ikhlas dalam dirinya. Mahesa ingin terus menemani Zora.
***
Zafia jelas tak baik-baik saja. Seminggu kepergian Zora gadis itu sama sekali tak ke luar dari kamar. Namun, dia mengingat satu hal yang sialnya hampir saja dia lupakan.
CCTV, dia hampir melupakan hal itu. Dia tidak sendirian, ada Raffael, Gazza, bahkan Mahesa yang entah sejak kapan dan dengan alasan apa sudah berada di rumahnya.
Zafia tak merasa bersalah, lagi pula dia juga ingin semua orang memastikan kebenaran sejak awalnya.
Di sinilah mereka, di ruang tamu. Setelah mendapatkan rekamannya Zafia langsung mengajak mereka semua untuk melihatnya di sana.
"Kalian siap?" Zafia menatap semuanya satu persatu.
Keempatnya merasakan perasaan yang sama, penasaran serta khawatir yang amat sangat mendalam. Hingga rekaman CCTV terlihat.
"Zora?" Gazza mendekati tubuhnya agar dapat melihat rekaman lebih jelas.
Zafia menutup mulutnya tak percaya saat rekaman memperlihatkan sang ayah melecehkan adik mereka, bukan hanya itu saja jelas Zora mendapatkan kekerasan.
Raffael yang sadar dengan situasinya menarik Zafia ke dalam pelukannya, membiarkan sang adik menangis di sana.
Mahesa mengepalkan tangan kuat, begitu pula Gazza yang langsung memalingkan wajah saat melihat rekaman semakin jelas. Gazza langsung pergi dari sana tanpa banyak bicara, entah mengapa dia merasa ikut hancur.
Bagaimana bisa gadis yang terlihat angkuh dan baik-baik saja menerima ini semua. Lebih sialnya lagi mengapa semua keluarganya seakan tutup mata, bagaimana mereka malah membuat Zora dalam situasi rumit yang malah membuatnya semakin disalahkan.
Gazza langsung pergi dari rumah itu, jelas semua anggota keluarga ini adalah seseorang yang tak pantas dianggap keluarga. Gazza merasa marah kepada keluarga Zora, tetapi juga dengan dirinya.
Sejak lama dia berteman dengan Zora, bagaimana dia tak menyadari hal ini, bagaimana bisa Zora menyembunyikan semuanya seperti ini. Atau selama ini dia kurang peka dengan keadaan Zora yang seharusnya membutuhkan pertolongan.
"Sialan!" Gazza menghentikan motornya di pinggir jalan memukul angin sebagai pelampiasan.
Dadanya naik turun menahan emosi, bahkan matanya memerah menahan semua yang terasa akan meledak di dalam dirinya.
"Kenapa Zora bisa ngerasain hal seperti ini ya Tuhan!"
Sialnya waktu itu saat Zora mengakui semuanya Gazza juga ada di sana, dan bodohnya dia tak dapat melindungi gadis itu.
Aku enggak jadi double up ya, tapi aku usahain.
Menurut kalian kalau ada sequelnya gimana, season 2 nya?
Sebenarnya aku udah siapin sih hehe. Tinggal nunggu antuasias kalian aja.
Tencu dukungan kalian semua. Ah aku bahagian lihat komen-komen kalian semua.
Oh iya kalian bisa ke cerita aku yang lain ya, soalnya ada cerita transmigrasi lainnya!
Papay!
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang Terbuang (END)
Novela Juvenil⚠️ Mengandung adegan kekerasan (Cerita Lengkap!) Adeline hanya anak manja yang hidup penuh dengan keberuntungan. Sayangnya nasib baik tidak berpihak kepadanya saat perasaan ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Adeline harus mati terbunuh oleh musuh bisn...