Dua Delapan

47K 2.6K 28
                                    

Sebelumnya hidup Zora memang rumit karena banyak orang yang membencinya. Lalu sekarang sepertinya lebih rumit lagi, ketika kehadiran Kaisar. Lelaki yang Zora kira cuek, ternyata benar-benar di luar ekspektasinya. Ditambah dengan sikap Gazza yang sepertinya anak kecil, selalu berubah-ubah.

Seperti saat ini, Gazza berubah seperti kucing got yang butuh perlindungan. Benar-benar gila, Zora harus sabar menghadapi pemuda itu yang selalu mengikutinya ke mana-mana.

Tanpa dilihat pun Zora tau ini ada yang salah. Ke mana perginya Gazza sang lelaki angkuh, kasar, dan menyebalkan. Kenapa dia malah bertingkah seperti anak anjing jalanan ini.

"Apa sih?!" Zora bersedekap dada membalik tubuhnya menatap Gazza yang setia mengikutinya sejak awal jam istirahat tiba.

"Enggak tuh," jawabnya tanpa rasa bersalah. Sepertinya ini jawaban yang sama ke lima yang telah Gazza ucapkan.

"Bisa gausah ngikutin aku?!" Gazza mengedikkan bahu seakan tak peduli, ya dia benar-benar tak peduli.

"Masa bodo!" Zora berjalan pergi dengan mengentakkan kaki menyalurkan kekesalannya.

Gazza tidak peduli, dia tetap terus melangkah mengikuti langkah kaki kecil milik Zora. Jauh, dibandingkan langkah Gazza kaki Zora benar-benar pendek.

Gazza tersenyum mengejek dengan pikirannya, memang nyatanya begitu. Mungkin jika sang empunya tau Gazza akan kena lemparan maut.

"Kamu disuruh Anya, ya?" Gazza menghentikan tubuhnya mendadak saat tanpa aba-aba Zora sudah di hadapannya.

"Plis deh aku enggak ganggu Anya, ganggu siapa pun itu! Jadi plis jauh-jauh deh!" Semua pasang mata menatap ke arah mereka berdua dengan penasaran.

Gazza yang benar-benar seperti anti sosial malah kali ini merasa tak peduli, wajah menyebalkannya masih terus menatap ke arah Zora yang sudah berapi-api.

"Gazza!" Zora sukses memutar bola mata malas saat sang tuan putri tiba.

"Kamu dari mana aja, sih? Aku dari tadi cariin kamu." Anya terlihat menyeka keringat di dahinya, itu membuktikan jika gadis itu baru saja berlari cukup jauh.

"Dari kelas," jawab Gazza.

Zora memandang Gazza tak percaya. Ternyata Gazza suka berbohong juga, ya. Zora kira Gazza adalah seseorang yang jujur. Zora terkikik geli karena itu.

"Kamu kenapa?" Anya yang menyadari keberadaan Zora langsung bertanya. Dia tampak penasaran mengapa Zora berada di sini bersama Gazza.

"Enggak kenapa-kenapa. Oh Gazza, aku pergi dulu kan tuan putri kamu udah di sini. Bye!" Zora berlari penuh kekuatan pergi dari sana. Dia bersyukur karena lepas dari Gazza.

Namun, sialnya Zora menabrak seseorang hingga jatuh cukup keras ke lantai.

"Mama!" Zora berteriak spontan, dia meringis kesakitan bahkan tak mempedulikan rasa malunya.

"Maaf." Seseorang yang menabrak Zora membantu Zora untuk bangkit.

"Kaisar?" Kaisar tersenyum menanggapi sapaan Zora.

"Maaf banget, ya. Sakit?" Zora mengangguk spontan. Karena memang benar bokongnya benar-benar sakit.

"Ma—"

"Eits!" Zora menepis tangan Kaisar kasar. Bagaimana tidak pemuda itu benar-benar mengambil kesempatan dalam kesempitan, dia ingin menyentuh bokong suci Zora.

"Eh, maaf." Zora memutar bola matanya malas. Sudah ketebak jika Kaisar sengaja.

"Bye!" Zora mengibaskan rambut panjangnya hingga mengenai wajah Kaisar, lalu melaju pergi dari sana.

Kali ini lengkap sudah hari-harinya buruk karena kedua pemuda itu. Ada sepertinya Zora harus menjauhi keduanya, lagi pula Zora tak ada keperluan dengan keduanya.

Terutama Gazza, dia tak ingin berurusan dengan Anya. Lagi pula cukup mencurigakan bukan, kenapa Gazza malah mendekatinya sekarang. Atau ini memang skenario yang sudah mereka rencanakan.

"Bener-bener mencurigakan," ucap Zora.

"Siapa yang mencurigakan?" Dira datang dengan plastik berisi camilan.

"Bukan siapa-siapa, wah mau dong!" Dira dengan senang hati memberikannnya kepada Zora. Memang karena niat awalnya ingin berbagi dengan Zora.

Beberapa hari kemarin Dira tidak masuk sekolah, dan otomatis Zora merasa kesepian. Dira tidak hadir karena harus pulang kampung karena neneknya yang sakit.

Sekarang Zora kembali senang karena memiliki teman. Jika seperti ini Zora tidak takut untuk ke kantin dan berkeliling sekolahan. Hanya saja seperti Dira hari ini terlihat sangat kelelahan.

"Ayo ke kelas!" ajak Zora pada akhirnya.

"Oke, ayo." Keduanya jalan beriringan menuju kelas mereka yang tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri.

Dibalik kedekatan keduanya, ada seseorang yang menatap mereka berdua tidak suka. Sepertinya itu bukan hal yang memgejutkan lagi, sejak awal Zora adalah antagonisnya, jadi wajar saja mereka yang tidak menginginkan kebahagiaan sang antagonis.

Walau sekarang dirinya bukan Zora, tetapi semua orang mengenalnya sebagai Zora. Mau tidak mau Zora harus menerima, karena sekarang dirinya adalahh sebagian dari Zora.

***

Zora terbangun pukul dua pagi. Dia meruntuki dirinya sendiri yang lupa membawa air, karena Zora memiliki kebiasaan bangun karena merasa haus.

Zora meraba saklar rumahnya, dia menggerutu karena rumah orang kaya sangat suka sekali gelap-gelapan. Saat sudah menemukan saklar Zora langsung menuju dapur.

Belum juga mengambil air putih, Zora dikagetkan dengan sosok lain yang berada di dapur selain dirinya.

"Anya?" Zora mengernyit bingung karena keberadaan sepupunya itu. Karena setahunya Anya hari ini tidak menginap di rumah mereka.

"Kamu ngapain malem-malem ke dapur?" tanya Zora penasaran. Pasalnya Anya seperti seseorang yang tidak baru saja minum atau pun makan.

"Oh, aku mau minum tapi enggak jadi. Aku ke kamar ya?!" Anya langsung pergi dari sana tanpa menunggu balasan dari Zora.

Melihat tingkahnya Zora semakin curiga, sebenarnya apa yang dilakukan Anya malam-malam di rumah mereka. Zora juga yakin kemarin dia tidur lebih dari jam sepuluh, dan tidak ada yang bertamu di rumah mereka.

Lalu jam berapa Anya sampai di sini?dan apa alasannya?

Udah lama enggak update maaf ya.

Jangan lupa vote dan komen guys!

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang