Enam Belas

57.3K 3K 17
                                    

Zafia dan Raffael masih menjauhi Zora. Keduanya terang-terangan menatap sinis ke arah Zora yang berusaha untuk tak peduli, walau sebenarnya Zora merasa kalut.

Kemarin saat hari minggu dan semua orang pergi termasuk Bi Nana yang pulang ke rumahnya. Tiba-tiba ada seseorang yang mengirimkannya paket, yang membuat Zora terkejut adalah isi paket tersebut. Ternyata di sana ada hoodie serta tasnya yang hilang.

Zora benar-benar bingung, apa lagi saat melihat hoodienya benar-benar bersih seolah tak pernah dipakai, apa lagi wangi parfumnya yang sama sekali tak berubah.

Zora hanya bisa membolak-balikkan paket tersebut, berharap menemukan siapa pengirimnya. Lalu untuk kurirnya Zora sama sekali tak melihatnya.

Zora hanya bisa menyimpan semuanya kembali, walau dia yakin sebenarnya ini akan membuatnya semakin tertuduh. Namun, sebelumnya pun sudah begitu.

Hari ini hari senin, Zora sudah kembali ke sekolah seperti biasanya. Bahkan Zora tak mempedulikan beberapa orang yang menatapnya benci, atau bahkan ada siswa yang memakai kaca mata malah menatapnya takut.

Senyum Zora mereka saat melihat Dira berdiri di seberang jalan sambil melambaikan tangan ke arahnya. Zora ikut melambaikan tangan menunggu Dira menyeberang jalanan.

"Kangen banget!" Dira memeluk tubuh Zora dari samping, lalu membawa Zora masuk ke sekolah.

"Gimana beberapa hari ini, ada yang jahatin lo?" Zora menggeleng sambil tersenyum tipis. Sepertinya Dira tak perlu mengetahui kejadian yang menimpanya.

"Syukurlah, gue beneran khawatir sama lo." Zora tersenyum tulus melihat Dira yang begitu perhatian kepadanya.

"Makasih, Dira." Dira mengangguk langsung merangkul Zora saat keduanya memasuki kelas.

Sebenarnya untuk teman sekelas semuanya cukup baik-baik saja. Semua teman sekelas Zora dapat dibilang begitu tidak peduli dengan urusan orang lain, walau kadang Zora mendapati beberapa orang membicarakannya secara terang-terangan.

"Pagi guys!"

"Pagi!"

Nyatanya walau mempunyai teman yang sudah dicap buruk oleh hampir semua orang. Dira cukup terkenal dengan sikap ramahnya, seolah tidak ada yang peduli jika dia berteman dengan Zora. Walau kadang ada yang menyayangi keputusan Dira yang dianggap mereka bodoh.

"Nih gue ada coklat." Zora menerima coklat pemberian Dira dengan senyum lebar. Coklat dipagi hari adalah hal yang menyenangkan.

"Makasih." Dira mengangguk sebagai jawaban.

"Lo enggak diapa-apain sama kakak lo waktu itu?" Zora menggeleng dengan mulut penuh dengan coklat.

"Gue khawatir, tapi gue malah dipaksa pulang. Bener-bener temen kakak lo itu!" Zora terkekeh dengan keluhan Dira yang menurutnya lucu. Sebenarnya Zora bersyukur karena mereka tidak menyakiti Dira.

"Kalau ada apa-apa kasih tau gue, ya. Siapa tau gue bisa bantu," ucap Dira menawarkan diri. Dira memang selalu suka jika menjadi sandaran bagi sahabatnya.

"Terima kasih, pasti gue bakal kasih tau lo." Dira mengangguk dan beralih fokus pada ponselnya.

Dira menoleh saat merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ternyata Gazza yang saat ini menatapnya tajam. Sedangkan bangku depan Gazza kosong, itu bangku tempat biasanya Anya duduk.

Zora balas menatap Gazza, dia merasa tak bersalah karena memang itu nyatanya. Walau begitu Zora merasa khawatir dengan keadaan Anya, apa lagi sampai dikatakan kemarin sempat kritis.

"Kenapa?" Dira merasa curiga dengan Zora yang terus menatap Gazza.

"Enggak," sangkal Zora dan langsung mengalihkan perhatian dari Gazza yang masih terus menatapnya.

Zora meremas jemarinya. Jika begini dia tak bisa fokus belajar. Lagi pula kenapa Gazza tidak mau mengalihkan tatapannya yang terasa menyeramkan itu.

                                 ***

Zora merasa lega saat mendengar kabar jika Anya telah baik-baik saja. Dia bersyukur setidaknya Zora tidak merasa begitu khawatir. Mau bagaimana pun dirinya yang menjadi tersangka sekarang ini, walau pun dia sama sekali tak melakukannya.

"Kenapa bengong terus, sih?" Dira bertanya sebal. Dia merasa Zora telah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Akutuh laper!" rengek Zora berusaha mengalihkan perhatian Dira.

"Oke ke kantin ayo!" Zora terkekeh dan mengikuti langkah Dira. Dia harus lebih mementingkan kebahagiaannya sekarang. Lagi pula urusan Anya bukanlah urusannya.

Hanya saja semuanya terlalu labil malah menuduh Zora walau sebenarnya ada bukti, tetapi apakah mereka tidak mencaritahu lebih lanjut.

Dira kembali menoleh saat mendengar helaan napas besar Zora. Zora menyengir lebar saat menyadari Dira menatapnya.

"Sangking lapernya sampai pusing!"

Zora menarik Dira memasuki kantin. Sekarang adalah misi bahagia, setidaknya sehari saja. Karena Zora tau setelah ini semianya akan bertambah rumit.

Ditambah dengan fakta ada yang berusaha mojokkannya di sini. Bukankah itu berarti Zora juga terancam? Sepertinya Zora harus berhati-hati, berarti ada seseorang yang membuat dirinya seolah-olah antagonis di sini.

Walau sebenarnya Zora yang aslinya adalah Antagonis yang sebenarnya. Menurut semua orang di dalam dunia ini.

Kira-kira besok update ga ya?

Akutuh dari kemarin pengen update, sayangnya asam lambung aku naik dan alhasil aku enggak bisa fokus nulis.

Jadi mohon dukungannya!

Kira-kira double up ga besok nih? Aku enggak janji sih hehe.

Jangan lupa follow aku!

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang