Dua Satu

49.6K 2.8K 36
                                    

"Dia kan cowok nyebelin waktu itu!" Zora tersenyum penuh kemenangan saat melihat sosok yang membuatnya dendam tiba-tiba muncul di hadapannya.

Dengan langkah lebar Zora mendekat ke arah pemuda dengan penampilan yang benar-benar jauh dari kata rapi. Zora bergidik ngeri, Kaisar benar-benar seperti anak yang tidak niat untuk sekolah.

Zora agak bingung sebenarnya. Kenapa bisa kebetulan dia berada satu sekolah dengan pemuda menyebalkan itu, apa lagi Zora merasa baru pertama kali ini bertemu Kaisar di sekolah.

"Ini rokoknya." Zora seketika menyembunyikan tubuh saat melihat seorang siswa dengan kaca mata yang menyerahkan bungkusan rokok dengan takut-takut. Zora sudah dapat menebak jika pasti pemuda malang itu adalah siswa yang dirundung manusia menyebalkan seperti Kaisar.

"Ngapain lo!" Zora hampir saja berteriak, untuk saja dengan sigap Zora menutup mulutnya.

"Ngintipin siapa, sih?" Zora menarik Gazza pergi dari sana. Bisa bahaya jika Gazza tau siapa yang sejak tadi dia perhatikan.

"Apaan sih!" Gazza menepis tangan Zora yang menggenggam tangannya tak suka. Zora juga langsung menjauhi tubuhnya karena malu, dia benar-benar tak memiliki maksud apa-apa.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Zora kesal. Padahal dia sudah menemukan mangsanya, sayangnya gagal karena Gazza datang.

"Suka-suka gue dong!"

"Ngegas amat," cibir Zora.

Dia sebenarnya agak heran. Gazza ini seperti remaja yang terkena tekanan darah tinggi. Ya walau pun hanya saat bersamanya saja, ya tapi tetap saja itu bukankah agak menyebalkan.

"Lo ngeliatin Kaisar?" tanya Gazza penasaran.

"Kamu liat?" Zora terkejut. Dia kira Gazza tak melihat siapa yang sedari tadi dia perhatikan, ternyata Gazza cukup jeli juga. Dan untuk Kaisar, jika Gazza mengenalnya berarti pemuda itu siswa lama di sekolah mereka.

"Kamu kenal Kaisar?" tanya Zora penasaran. Atau jangan-jangan Kaisar adalah teman Gazza, karena keduanya sangat cocok jika berteman. Si menyebalkan bertemu lelaki menyebalkan lainnya, bukankah menarik?

"Hm," balas Gazza.

Zora memutar bola matanya malas mendengar respons yang sangat tidak niat sekali, tapi sepertinya Gazza sedang sakit gigi jadi maklumi saja.

"Kalian temenan?" Bukannya menjawab Gazza malah menatap Zora curiga. Sialnya saat alis pria itu terangkat malah terlihat semakin tampan, Zora tau apa penyebab Zora yang asli tergila-gila dengan pria darah tinggi seperti Gazza.

"Kenapa?" Zora menggaruk tengkuknya.

"Hehe nanya doang." Gazza berdecih mencibir jawaban Zora. Terlihat puas jika dia sama sekali tak puas dengan jawaban yang tidak jelas dari gadis di depannya itu.

"Jangan-jangan lo mau macem-macemin Anya?!" tuduh Gazza tanpa perasaan dan pemikiran. Zora mengerucuti bibirnya sebal, sungguh Gazza benar-benar perlu diberi pengertian.

"Wajah bapak Gazza yang terhomat. Bapak bisa tau dari mana saya mau jahatin gadis kesayangan bapak? Lagi pula kita lagi bahas Kaisar loh, bukan Anya." Gazza tampak sekali tak peduli. Seolah ucapannya itu memang benar adanya, bahkan wajahnya benar-benar tak menunjukkan rasa bersalah.

Sayang sekali Gazza adalah salah satu cogan di dunia ini. Jika tidak Zora ingin sekali merusak wajah menyebalkan itu.

"Otak lo kan satu dua sama iblis." Jleb sekali. Ternyata selain menyebalkan, mulut lelaki itu selalu diasah agar semakin bertambah tajam.

"Menurut kamu selama ini aku jahat?" Maksud Zora saat dia baru saja datang di tempat asing ini. Bukan saat Zora yang asli masih berada di sini, tetapi sepertinya Gazza tak mengerti.

"Jadi menurut lo selama ini lo malaikat?" Sudah cukup. Zora melambaikan tangan menyerah mengobrol bersama Gazza.

Sepertinya Gazza telah terkena pelet Anya dan pikirannya hanya ada gadis itu. Lagi pula Zora tak mempermasalahkan, karena wajar saja karena Zora yang dulu dicap buruk oleh orang-orang.

Walau sama saja, prilaku Gazza benar-benar di luar ekspektasi. Pemuda itu tetap saja mengibarkan bendera perperangan. Mau bagaimana lagi, semuanya terlanjur sudah terjadi.

"Terserah, aku laper. Bye!" Gazza memperhatikan Zora yang berlari dengan cepat dan hilang dari pandangannya.

Gazza mengernyit heran. Dia semakin hari merasa Zora sangatlah berbeda, bukan seperti Zora yang dia kenal. Dari cara bicaranya, tingkahnya, dan tatapannya. Gazza merasa semuanya berbeda, hanya wajah gadis itu yang sama.

Selama ini Gazza mengenali sorot mata berapi-api milik Zora, sorot mata yang menjelaskan bahwa ada kemarahan di dalam matanya. Namun, apakah semuanya berubah secepat itu?

"Kenapa dia berubah?" Tanda tanya besar di dalam kepala Gazza.

Walau seperti itu, Gazza yakin ada hal yang telah direncanakan oleh gadis licik seperti Zora. Gazza hanya perlu memastikan jika Anya baik-baik saja.

***

"Aduh pelan-pelan dong!" Zora mengelus dahinya yang terasa nyeri. Sungguh dia yakin yang dirinya tabrak bukanlah manusia, melainkan tembok berjalan.

"Mangkanya jalan pake mata!"

"Pake kaki dong!" Pemuda yang baru saja ditabrak Zora memutar bola mata malas. Tampak malas meladeni Zora.

"Lo cewek waktu itukan?" Zora mengernyit, lalu mengangguk saat mengingatnya.

"Kamu cowok nyebelin waktu itukan!" Kaisar tampak mengedikan bahu tak peduli. Lagi pula dia tak merasa jika dirinya menyebalkan.

"Dasar cowok nyebelin enggak bertanggung jawab!" Zora bersedekap dada, berusaha terlihat garang di depan pemuda itu.

"Emang lo hamil?" Zora menatap Kaisar tak percaya.

"Enak aja!" Kaisar memutar kembali bola matanya mendengar nada dramatis dari gadis yang sama sekali tidak dia kenali itu.

"Zora!" Zora menoleh saat namanya dipanggil. Lalu melihat Gazza berlari ke arahnya dengan wajah kelewatan datar. Zora mengernyit, tak mengerti mengapa Gazza memanggil namanya.

"Sini!" Gazza menarik Zora agar lebih mendekat dengannya, lalu menatap tak suka pada Kaisar yang masih tampak biasa saja.

"Ngapain lo sama dia?" Zora menunjuk dirinya dan Kaisar sambil menatap Gazza.

"Emang kenapa?" Gazza menghela napas pelan, lalu menarik Zora agar pergi dari sana. Sayangnya Zora memanglah gadis yang sangat keras kepala.

"Kenapa sih tarik-tarik!" tanya Zora kesal. Dia berusaha melepaskan cengkeraman tangan Gazza pada lengannya.

"Jangan deket-deket sama dia, Zora!" ucap Gazza penuh penekanan.

"Kenapa, apa peduli kamu?!" Zora menepis tangan Gazza, lalu pergi dari sana begitu saja.

Kaisar yang berdiri cukup jauh tampak penasaran. Dia tersenyum senang saat mengira jika Zora dan Gazza adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

"Menarik juga," ucapnya.

Sedangkan Gazza menghela napas kasar. Tampak menyesal sekaligus kesal. Seharusnya dia tak mempedulikan Zora, tetapi dia tak bisa. Entah kenapa Gazza merasa tak dapat mengontrol dirinya.

"Sialan!" makinya penuh kekesalan.

Hai-hai

Terima kasih buat yang sudah mampir!

Tanpa kalian karya aku bukanlah apa-apa. Terima kasih untuk suportnya, dan maaf jika karya aku masih banyak kekurangan.

Yuk jangan lupa follow, komen, dan vote biar aku tambah semangat.

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang