Seharian ini Zora benar-benar hanya berada di rumah bersama Bi Nana. Walau biasanya dia memang hanya di rumah, tetapi kali ini berbeda. Kedua kakaknya tidak ada di rumah.
Setau Zora Zafia akan menginap di rumah temannya, sedangkan Raffael memang sering tidak pulang ke rumah entah karena alasan apa.
Zora saat ini sedang berjalan mengelilingi rumah besar milik Zora yang asli. Walau sudah cukup lama berada di sini, nyatanya Zora tidak pernah benar-benar melihat apa saja isi di rumah ini. Selain itu kadang dia merasa tidak bebas untuk melihat-lihat.
"Pintu apa ini?" Zora berusaha membuka sebuah pintu coklat besar di depannya. Sebuah ruangan yang berada tepat di dekat gudang yang sudah lama tak terpakai.
"Pintunya di gudang kali, ya?" Dengan memberanikan diri Zora memasuki gudang yang sudah benar-benar berdebu. Dari kata bi Nana memang hampir tidak ada yang memasuki ini saat kedua orang tua mereka meninggal.
Zora menghidupkan saklar lampu, lalu terlihatlah seisi ruangan yang terlihat cukup berantakan. Semua barang berada di sana, ada kotak berisi baju bekas, foto, bahkan sepeda.
Tidak heran lagi jika semuanya disia-siakan, hanya saja cukup sayang karena tidak diberikan pada orang yang lebih membutuhkan.
"Ini dia!" Zora bersorak senang saat menemukan apa yang sedari tadi dia cari, tetapi sebelum pergi matanya menemukan sebuah kotak besar yang terbuka.
Memang karena suka penasaran akhirnya Zora memutuskan untuk mengeceknya, siapa tau ada hal yang menarik, atau ada barang yang masih dia bisa dia pakai.
"Ini pasti bekas mainan Zora waktu kecil." Terdapat sebuah boneka berbentuk gajah, serta mainan lainnya. Sekarang Zora paham kenapa semuanya disimpan dengan rapi, mungkin saja terlalu banyak kenangan yang tersimpan.
Lalu Zora menemukan sebuah album foto cukup tebal yang sudah berdebu. Saat baru membuka Zora langsung disambut dengan foto keluarga, salah satunya ada Zora di sana.
"Sebelum semuanya terjadi, pasti Zora juga disayang sama keluarganya." Dilihat dari foto masalalu saja dia sudah dapat menebak, semua senyum di dalam foto itu begitu terlihat bahagia.
Walau beberapa foto ada Raffael yang memasang wajah terpaksa, sepertinya pemuda itu tidak suka difoto. Sedangkan Zafia terlihat menikmati saja, bahkan terlihat begitu cantik dan lucu.
Lalu terlihat Zora kecil di sana, diperkirakan berumur lima sampai tujuh tahun. Zora tersenyum tipis, Zora dulu terlihat begitu lucu.
"Mending aku bawa aja." Zora menutup album kembali, berniat menyimpannya di kamar sebagai kenang-kenangan.
Saat ingin bangkit sebuah kertas jatuh dari sana, Zora mengambilnya ternyata salah satu foto yang terlepas dari tempatnya.
"Oh foto Papa."
"Akkhh!" Zora berjongkok memegangi kepalanya yang begitu sakit, bahkan sebuah suara asing memasuki indera pendengarannya.
"Bibi!" Zora berusaha berteriak. Ingin bangkit pun rasanya dia tak mampu, kepalanya benar-benar terasa sakit seperti tertimpa sesuatu.
"Non Zora!" Bi Nana berlari panik saat melihat Zora sudah tergeletak di lantai dengan darah ke luar dari hidung gadis itu.
Sedangkan Zora tak merasa apa pun selain kegelapan.
***
Bi Nana bernapas lega saat melihat Zora sudah membuka matanya. Sejak tadi Bi Nana begitu panik, sayangnya kedua kakak Zora sama sekali tak dapat dihubungi akhirnya Bi Nana menelpon dokter, syukurnya dokter berkata jika Nonanya itu baik-baik saja.
"Bibi?" Zora berusaha bangkit dibantu dengan Bi Nana.
"Non butuh apa?" Zora menggeleng sebagai balasan.
"Zora mau tanya, Bibi." Bi Nana mengangguk dan mendekat ke arah Zora untuk dapat mendengar pertanyaan gadis itu.
"Apa penyebab mama dan papa meninggal, Bi?" Bi Nana sedikit menegang, dia tak mengira pertanyaan itu yang akan ditanyakan oleh majikannya.
"Jujur sama Zora, Bi." Bi Nana bernapas pasrah, mau bagaimana pun semua tak dapat ditutupi. Apa lagi Zora adalah anak dari kedua majikannya itu.
"Non," panggil Bi Nana pelan.
"Tuan meninggal karena tertusuk oleh Non." Bi Nana berkata pelan, takut menyinggung perasaan Zora. Mau bagaimana pun Zora mengalami hilang ingatan, dan tak mengingat itu semua.
"Aku, Bi?" Zora menunjuk dirinya penuh keterkejutan.
Awalnya dia kira mereka menuduh Zora sebagai pembunuh hanya karena Zora menjadi saksi, atau bahkan kesalahpahaman. Namun, jadi benar Zora membunuh ayahnya sendiri.
"Apa aku sengaja ngelakuin itu, Bi?" Bi Nana menggeleng. Semua orang tak tau alasan apa yang membuat Zora melakukan itu, selain Zora sendiri.
"Bibi enggak tau, Non. Semua orang bahkan enggak tau alasannya, yang kami tau waktu itu melihat Tuan sudah bersimpah darah. Tuan berkata jika Nona yang menusuknya, sebelum tuan meninggal. Lalu Non mengakui itu." Zora menghela napas kasar. Kenapa bisa seperti itu.
Sepertinya dia memang benar-benar sial berada di tubuh ini. Bagaimana bisa semuanya malah semakin rumit, lebih rumit dari yang dia pikirkan sebelumnya.
"Tapi Bibi yakin, pasti ada alasan kenapa Non melakukan itu." Bi Nana menggenggam tangan Zora.
Sebagai pengasuh Zora sejak kecil, Bi Nana tau bagaimana sikap asli Zora sebenarnya. Walau Zora terlihat jahat, Bi Nana yakin Zora masih memiliki hati.
"Untuk Mama, Bi?" Bi Nana sedikit ragu membalas pertanyaan Zora. Karena Bi Nana tau, kepergian nyonya di rumah ini cukup menjadi luka besar bagi semua orang, termasuk Zora.
"Setelah Tuan meninggal Nyonya depresi, Nyonya sengaja menghilangkan nyawanya dengan menyayat nadinya." Zora menutup mulutnya terkejut.
Dia merasa tubuhnya gemetar, entah karena alasan apa. Mungkin ini perasaan Zora yang asli, atau mungkin perasaannya sebagai manusia.
Zora tak tau bagaimana perasaan Zora yang asli. Kehilangan kedua orang tuanya dengan cara yang begitu menyakitkan, dia juga yakin Zora tidak mungkin sengaja membunuh ayahnya.
"Lalu apa sebelumnya hubungan aku dan Papa baik-baik saja?"
Terimakasih banyak atas ucapan dan doanya buat kalian semua. Aku ga percaya loh bisa dapet banyak ucapan dari para pembaca tersayang aku.
Semoga doa terbaiknya bakal berbalik untuk kalian juga ya.
Yuk sebagai kado vote, share, dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang Terbuang (END)
Novela Juvenil⚠️ Mengandung adegan kekerasan (Cerita Lengkap!) Adeline hanya anak manja yang hidup penuh dengan keberuntungan. Sayangnya nasib baik tidak berpihak kepadanya saat perasaan ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Adeline harus mati terbunuh oleh musuh bisn...