Suasana rumah tampak sepi, tetapi terlihat Raffael yang sedang asik dengan ponselnya. Sedangkan Zafia sejak tadi belum pulang ke rumah dengan alasan memilih janji dengan teman-teman. Memang beberapa hari ini Raffael lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, tak heran Zora selalu menemukan kakak lelakinya itu duduk sendirian di ruang tamu, bahkan di dapur.
Zora melewati Raffael begitu saja. Dirinya lelah seharian belajar baru saja pulang dari sekolah, tetapi siapa sangka Raffael malah memanggil namanya. Membuat Zora mau tak mau menghentikan langkahnya.
"Diamlah di kamar seharian besok, Tante Mayang akan datang ke sini besok." Zora mengernyit bingung, karena dia tak mengenal seseorang yang baru saja Raffael sebutkan.
"Adik Papa," jelas Raffael saat menyadari kebingungan Zora.
Zora menganggukkan kepala. Walau terlihat santai nyatanya Zora khawatir saat mendengar ada anggota keluarga yang akan datang ke rumah mereka. Karena dirinya sama sekali tak tau kondisi apa yang akan terjadi. Apakah mereka akan menyambutnya dengan baik.
"Masa bodolah." Zora mencoba menepis pikiran buruknya. Siapa tau apa yang dia pikirkan tidaklah benar, siapa tau Tante Mayang yang Raffael maksud adalah orang baik.
Yang Zora tau adalah keluarga dari ibunya. Ibunya memiliki tiga saudara, yaitu ibu Anya dan ayah Mahesa. Sedangkan sang ayah Zora tidak tau pasti, dia tak berani bertanya lebih tentang itu kepada kedua kakaknya. Untuk saudara ibunya, Zora mengetahui dari Anya yang sempat bercerita tanpa dipinta.
Zora memasuki kamarnya, langsung merebahkan dirinya tanpa membersihkan tubuh. Sebenarnya bukan hanya tubuhnya yang lelah, tetapi juga mentalnya.
Bagaimana bisa seseorang menjalani hidup tanpa mengetahui apa pun, semuanya terasa begitu membingungkan untuknya saat ini. Semuanya sama sekali tak bisa Zora ingat.
Dia meruntuki Zora yang asli yang tidak meninggalkan sedikitpun ingatan untuknya. Jika begini Zora sama sekali tak memiliki peta untuk melangkah terlalu jauh.
Zora menatap langit-langit putih kamarnya. Terasa menyenangkan, hingga rasa kantuk terasa menjalar. Zora memejamkan matanya, langsung masuk ke alam mimpi dengan harapan semuanya akan berjalan baik esok.
Zora sebenarnya ingin pulang, dia tiba-tiba merasa tak ingat di mana tempatnya berada dulu, itu sebenarnya lumayan aneh untuknya. Kenapa ingatannya juga malah perlahan menghilang.
***
Seperti janjinya kemarin, Zora tidak ke luar kamar sama sekali. Bahkan kali ini dia berusaha tak peduli dengan suara tawa yang berasal dari luar rumahnya.
Yang Zora tau adalah Anya berada di sini. Zora cukup heran, karena setaunya Zora tidak ada hubungan dengan keluarga ayahnya. Tetapi mengapa Anya terlihat sangat akrab dengan mereka.
Zora menekuk lututnya, memeluk lututnya dalam diam. Pelan-pelan Zora mendengar pembicaraan mereka, hanya pelan.
Zora menghela napas kasar, sebenarnya dia ingin pergi dari sini. Dia bosan berada sendirian di sini, padahal dia berharap tidak pernah sendirian lagi saat ini. Sayangnya tuhan tak mengabulkan itu. Zora hanyalah seorang anak yang berharap kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya.
"Kalian dong main-main ke rumah Tante, terutama Anya." Anya tersenyum lembut dan mengangguk, "aku harap bisa sering main ke rumah tante," balas Anya ramah.
"Kamu ini makin cantik aja," puji Mayang kepada Zafia.
"Kamu juga, Anya."
Zora mendengkus sebal. Sebenarnya di mana dia ini, kenapa hidupnya selalu sial. Padahal sebelumnya dia tidak pernah merasakan sesial ini, semuanga benar-benar sial.
"Tante juga makin cantik," puji Anya lembut dan dibalas anggukan oleh Zafia yang begitu setuju.
Walau pun cukup berumur Mayang juga masih terlihat awet muda, tak ayal beberapa orang begitu memujinya.
"Ke mana anak pembawa sial itu?" Mayang menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Zora yang tak berada di mana pun.
"Entah," balas Zafia tak peduli.
Sedangkan Raffael menoleh sekilas kepada kamar Zora yang masih terang, otomatis Zora melihat semuanya.
"Kalian jangan terlalu begitu dekat dengan dia!" Mayang tampak sekali tidak menyukai Zora. Padahal posisi Zora dan lainnya sama, Zora juga salah satu keponakan wanita itu.
Namun, karena sesuatu yang Zora lakukan di masa lalu membuat Zora begitu dibenci oleh keluarga ayahnya, salah satunya Mayang.
Dulu Mayang merupakan salah satu seseorang yang dekat dengan Zora, sejak masih kecil Mayang sering sekali menjaga Zora. Tetapi makin ke sini Mayang menunjukkan rasa tak sukanya secara terang-terangan. Bahkan dia tak segan-segan membuat Zora tak pulang seharian karena malas berada di rumah saat ada Mayang di sana.
"Anya masuk ke kamar duluan, ya?" Anya yang sejak tadi menguap akhirnya menyerah memutuskan untuk tertidur lebih dahulu.
Mayang mengangguk, lalu mengelus kepala Anya lembut. "tidur yang nyenyak, Sayang." Anya tersenyum dan mengangguk langsung masuk ke salah satu kamar yang memang sudah dikhususkan saat dirinya menginap di sana.
"Ingat pesan tante." Mayang kembali membuka suara saat memastikan Anya benar-benar masuk ke dalam kamarnya.
"Jangan baik sama dia, ingat kalian jadi yatim piatu karena adik kalian itu. Dia sengaja membutuh orang tua kalian." Raffael menundukkan kepala tapi tak ayal pemuda itu mengangguk paham.
Sedangkan Zora yang sejak tadi masih duduk di belakang pintu terkejut, ternyata benar Zora telah membunuh orang tuanya. Namun, karena alasan apa hingga Zora melakukan hal keji itu.
"Aku yakin Zora enggak mungkin melakukannya tanpa alasan," ucap Zora penuh keyakinan.
Saat ini dia menempati tubuh Zora, dia yakin Zora yang asli tidaklah sejahat yang orang lain pikirkan. Zora akan memastikan hal itu.
Udah direvisi jadi kalian bisa baca ulang oke!
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis yang Terbuang (END)
أدب المراهقين⚠️ Mengandung adegan kekerasan (Cerita Lengkap!) Adeline hanya anak manja yang hidup penuh dengan keberuntungan. Sayangnya nasib baik tidak berpihak kepadanya saat perasaan ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Adeline harus mati terbunuh oleh musuh bisn...