Empat Belas

56.8K 3.3K 40
                                    

Seperti janji Dira sebelumnya. Saat ini mereka berdua sedang berada di kafe dekat sekolah mereka. Dira juga sengaja mencari kafe yang cukup sepi agar mudah untuk menjelaskan kepala Zora.

Sejak tadi Zora benar-benar gugup. Dia akan mendengarkan langsung dari Dira apa penyebab dirinya begitu dibenci oleh orang-orang terutama kedua kakak kandungnya sendiri.

"Gue enggak tau mulai dari mana, tapi yang pasti gue pengen lo jangan sampai kepikiran tentang semua ini. Lagi pula dari awal gue yakin elo ga salah." Zora meremas jemarinya gugup mendengar ucapan Dira.

"Apa ada alasan fatal sampai mereka benci aku, apa lagi kak Zafia dan Raffael?" Dira mengangguk membenarkan, jika alasan mereka membenci Zora bukanlah hal sepele.

"Lo itu enggak sejahat itu gue yakin."

"Zora!" Zora menoleh terkejut saat melihat Raffael berjalan ke arahnya dengan langkah lewat. Yang membuatnya bingung adalah wajah marah Raffael yang ditujukan kepadanya.

"Kakak?"

Zora tersungkur keras saat tanpa perasaan Raffael menampar pipinya keras. Dira yang melihat itu mendekati Zora, berusaha membantu gadis itu berdiri.

"Sialan lo iblis!" Semua pasang mata saat ini beralih pada keributan yang dibuat oleh Raffael. Raffael seakan tak peduli langsung menarik kasar Zora ke luar dari sana.

"Zora!" Dira ingin mengejar Zora, tetapi entah sejak kapan salah satu teman Raffael sudah menahan tangannya. Dia tak sadar jika Raffael tidak datang sendirian.

"Lepas!" Dira berteriak marah. Dia tak bisa membiarkan sahabatnya disakiti seperti itu, apa lagi dengan saudara kandungnya sendiri.

"Jangan ikut campur," balas Devan semakin mencengkram tangan Dira hingga sang empunya meringis kesakitan.

Di lain tempat Raffael membawa Zora ke gang sepi, yang benar-benar sepi bahkan tak ada siapa-siapa di sana selain mereka berdua. Zora ketakutan saat Raffael menariknya tanpa perasaan.

"Emang bener-bener setan ya lo!" Zora berusaha menahan tangannya yang masih dicengkeram kuat oleh Raffael.

"Apa lagi?" Zora benar-benar muak sekarang. Selalu dia yang disalahkan.

"Anya koma." Dira benar-benar bingung mendengar ucapan Raffael, apa lagi saat mendengar kabar mengejutkan ini. Padahal saat pulang sekolah tadi dia masih melihat Anya baik-baik saja.

"Gimana bisa?" Mau bagaimana pun Zora ikut merasa khawatir.

"Lo!" Zora terkejut saat Raffael mendorongnya hingga membentur gembok yang berada tepat di belakangnya.

"Ini!" Raffael menyodorkan ponselnya yang menampilkan sebuah rekaman cctv.

"Ini lo, gue tau bener hoodie ini milik lo!" Zora membeku melihat rekaman cctv yang berada di dalam ponsel Raffael. Pasalnya benar ini hoodienya, bahkan salah satu tas yang dia punya.

"Itu bukan aku!" Zora menatap Raffael berusaha menyakinkan.

"Aku dari pulang sekolah sama sekali enggak pulang atau ke rumah Anya, Kak!" Zora meraih tangan Raffael. Dia ketakutan sekarang, bagaimana bisa dia dijebak seperti ini.

"Bacot lo!" Raffael mendorong kepala Zora, mencekik gadis itu.

Zora berusaha menahan tangan besar Raffael. Dia berusaha bicara tetapi rasanya begitu sulit, hanya air mata yang saat ini dapat mewakili perasaannya.

"Setelah lo bunuh kedua orang tua gue, sekarang lo berusaha ngeracuin sepupu gue!" Napas Zora tercekat mendengar ucapan Raffael, apa lagi fakta jika Zora membunuh kedua orang tuanya.

"Ka-kak." Raffael melepaskan cekikkannya. Menatap puas Zora yang terjatuh dan berusaha mengatur napasnya hingga terbatuk.

Zora mengangkat kepalanya, menatap Raffael yang saat ini sedang memalingkan wajah ke arah lain.

"Maksud ucapan kakak tadi apa?" Zora bertanya. Dia telah mendapatkan jawabannya.

Raffael berjongkok, menyamai tinggi mereka lalu mendekati wajahnya ke Zora yang langsung memundurkan tubuhnya ketakutan.

"Lo itu pembunuh sialan, semua orang mati karena lo. Pembawa sial!" Tanpa perasaan Raffael menendang dada Zora hingga gadis itu terjatuh.

Zora mengerang kesakitan, dia memegangi dadanya sambil menatap sendu Raffael. Raffael sama sekali tak peduli malah pergi meninggalkannya Zora begitu saja sendirian di sana.

Zora meringkuk, menangis dalam diam di sana. Dadanya terasa begitu sesak, tetapi lebih sesak lagi saat yang memperlakukannya seperti ini adalah Raffael. Jiwa asli Zora pasti akan sangat kecewa, tetapi apakah Zora memang sejahat itu.

Apa alasan Zora membunuh kedua orang tuanya sendiri. Mengapa Zora merasa Zora yang asli tidak sejahat itu, apa lagi saat mendengar ucapan Dira. Dia yakin ada yang salah dari semua ini.

Lalu siapa yang berusaha membunuh Anya dam menjadikannya kambing hitam. Bagaimana pelaku bisa menemukan hoodie serta tasnya, Zora masih yakin jika hoodie dan tasnya tersimpan rapi di dalam lemarinya.

Sebenarnya siapa yang orang itu incar, Anya atau dirinya. Atau bahkan keduanya?

Zora berusaha bangkit sambil menangis. Dia ingin berteriak, dia ingin menangis kencang dan mengadu jika dia kesakitan. Namun, di sini tidak ada yang peduli padanya. Lalu untuk apa dia mengadu.

Zora menyenderkan tubuhnya di tembok, berusaha meredakan rasa sakit di dadanya dengan air mata yang masih turun dengan deras. Hingga sepertinya langit juga merasa kesedihan Zora, karena tak lama itu hujan turun dan membasahi tubuh ringkih Zora.

Zora tak berniat pergi dari sana. Dia merasa tubuhnya lemas, hatinya juga masih begitu sakit. Zora ingin berhenti setidaknya sebentar saja untuk mencerna semua ini.

Huhu jahat banget!!!
Siapa sih yang jadiin Zora kambing hitam?

Raffael gemes banget pengen tendang biar nyangkut di atas genteng aja.

Yuk vote

Double up ga nih????

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang