Sembilan Belas

52.2K 2.8K 83
                                    

"Maaf, Zora." Zora membantu Anya memunguti beberapa buku yang berserakan di lantai, beberapa kotor membuat Zora langsung mengelapnya dengan tangan kosong.

"Makasih, tapi aku beneran enggak ada niatan mau nabrak kamu." Zora mengangguk paham menyerahkan buku kepada pemiliknya.

"Zora," panggil Anya saat Zora akan pergi meninggalkannya.

Mau tak mau Zora menghentikan langkahnya, menghadap ke arah Anya kembali. Anya mendekat, menyerahkan sebuah kertas ke arah Zora.

"Apa ini?" Zora bertanya heran sambil membolak-balikkan kertas tersebut.

"Lembar jawaban yang waktu itu kamu minta," balas Anya.

"Kapan?" Zora tak pernah merasa memintanya kepada Anya. Atau mungkin Zora yang asli.

"Udah agak lama, maaf banget ya." Anya tersenyum lembut langsung membalikkan tubuh dam pergi.

Zora tertegun. Sekarang dia mengetahui apa alasan banyak orang menyukai Anya. Anya terlihat begitu baik dan tulis, tak seperti dirinya.

Zora meremas kertas yang Anya berikan lalu memasukkannya ke dalam tong sampah. Karena Zora tak membutuhkan itu, dia tak peduli tentang nilainya yang akan turun atau pun naik.

Zora melangkah pergi dari sana, tanpa menyadari sebenarnya kertas yang Anya berikan bukanlah sebuah lembar jawaban, tetapi sebuah pesan yang sengaja Anya tulis di dalamnya.

Lalu seorang gadis dengan sepatu putih dan kaos kaki lumayan tinggi datang menghampiri tong sampah, memungut kembali kertas yang baru saja Zora buang.

Gadis misterius itu tersenyum miring saat melihat isi dari surat tersebut. Seperti dugaannya sebelumnya.

"Biasanya ular berada tepat di dekat kita agar dapat mematuk mangsanya."

"Sayangnya ular kali ini lebih pintar," ucapnya penuh kepuasan.

Karena ternyata surat ini sama sekali tak pernah Zora baca. Lagi pula Zora belum tentu dapat mengerti apa arti dari isinya.

Kertas berisi peringatan itu dia masukkan ke dalam saku bajunya, lalu pergi dari sana meninggalkan jejak sepatu yang menempel pada lantai putih sekolah.

***

"Parah sih!" Dira berteriak heboh menceritakan seseorang yang baru saja dia klaim sebagai lelaki idamannya.

Zora hanya dapat menggelengkan kepala tak habis pikir. Karena ini bukanlah pertama kalinya Dira begitu heboh karena menemukan pria idamannya, nyatanya ini sudah kesekian kalinya.

"Lo sama sekali enggak ada niatan gitu cari gebetan selain Gazza?" Dira menopang dagu menunggu jawaban dari Zora.

"Aku lagi males mikirin itu, lagi pula aku ini masih kecil." Dira tertawa mendengar jawaban Zora.

"Kita ini udah wajar kali pacaran." Itu menurut Dira. Karena sejak dulu Zora sama sekali tak pernah mengalami yang namanya jatuh cinta.

Sejak dulu dia terlalu sibuk dengan kasih sayang orang sekelilingnya. Sampai Zora tidak pernah mencari seseorang yang dapat dia cintai, apa lagi sang papa selalu melarangnya untuk berhubungan dengan lelaki.

"Atau lo masih cinta sama Gazza?" Dira bertanya curiga. Pasalnya tak akan semudah itu Zora melupakan Gazza, cinta pertamanya.

"Aku enggak suka sama Gazza, aku udah ikhlas dia sama Anya. Lagi pula mereka lebih cocok." Dira mengangguk paham, walau sedikit tak setuju.

Dira adalah haters pertama hubungan antara Gazza dan Anya. Karena dia merasa keduanya sama sekali tak cocok, lebih cocok Zora bersama Gazza.

"Iya sih, lo juga harus lupain Gazza. Karena lo udah cukup nyiksa hati lo sendiri, lagi pula sendiri lebih baik bukan?" Zora mengangguk.

"Aku lagi fokus dapetin hati kakak-kakak aku. Aku rasa itu udah cukup untuk sementara waktu, lagi pula bukankah keluarga itu nomor pertama?"

"Tapi enggak gini juga, Zora. Lo nyakitin diri sendiri!" bantah Dira tak setuju.

Dia merasa sedih saat melihat Zora dibenci bahkan oleh keluarganya sendiri. Dira tak ingin melihat seseorang yang seharusnya menjadi support sistem terbaik malah menjadi penumbuh luka terbanyak.

"Aku yakin semaunya bakal baik-baik aja. Kak Raffa sama Kak Zafia pasti bakal luluh pelan-pelan. Kamu percayain aja sama aku, aku ini kan gemesin masa mereka enggak luluh." Dira tertawa dan mencubit kedua pipi Zora gemas.

"Lo bisa aja, walau sebenernya lo sama sekali enggak gemes," ucap Dira sukses membuat Zora mengerucuti bibirnya sebal.

"Gue bakal bantuin dan dukung lo, inget lo enggak sendirian." Dira menyodorkan kepalan tangannya ke arah Zora, dan dibalas Zora dengan senang hati.

"Makasih, keberadaan kamu aja udah buat aku bersyukur banget," ucap Zora tulus.

Benar perlahan Zora mempercayai Dira. Dia merasa senang karena Dira lah yang dapat mengerti dirinya di sini. Zora adalah teman yang baik yang pernah dia temui sejak dulu.

"Aku yakin semuanya bakal baik-baik aja. Lagi pula aku yakin kedua kakak aku sebenernya sayang sama aku."

"Pasti, karena kalian sedarah. Mungkin mereka cuma belum berdamai dengan masa lalu, jadi lo harus lebih bersemangat!" Dira merentangkan tangannya, mempersilakan Zora untuk masuk ke dalam pelukannya.

Dengan senang hati Zora masuk ke dalam pelukan Dira. Memeluk Dira dengan erat, dia bersyukur memiliki Dira di sisinya.

Tebak yuk siapa cewek yang ngambil surat dari Anya.

Aku kaget banget sehari viewnya naik 3k lebih, ternyata peringkatnya naik hehe.

Makasih semuanya. Tanpa kalian karya ini bukan apa-apa.

Call me Moma ya. Karena aku Momanya pada karakter aku hehe

Jangan lupa vote dan komen.

Antagonis yang Terbuang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang