Tania kini baru selesai mengerjakan sholat istikharah, entah akan dapat petunjuk atau tidak ia tak peduli, sekarang ia hanya ingin mengumpulkan kepercayaan kembali untuk laki-laki itu.
Saat ingin memejamkan matanya, lagi-lagi harus berhenti sebab terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
Tok Tok.
"Ni, udah tidur? Papa mau ngomong bentar."
Itu suara Papanya. Tania tidak tau kapan Mereka pulang, dan buru-buru Tania membukakkan pintu, sebab sebenarnya dialah yang ingin berbicara banyak.
Ceklek.
pintu kamar terbuka.Tania mempersilahkan Papanya untuk masuk lalu ia duduk atas kasur, sedangkan papanya di kursi depannya.
"Apa kamu udah tau penyebab Gus imam di cambuk?"
Sudah Tania tebak, Papanya pasti membicarakan hal ini. dan sekarang ia tak masalah, bahkan ingin banyak bertanya.
"Udah Pa, tadi Nia juga udah ngomong kok sama Gus imam.
"Terus apa kamu masih tidak mau memaafkan?"
"Udah Nia maafin pa, cuma kalo nerima cintanya kayaknya harus di pikir-pikir dulu deh."
Papa terkekeh. mengelus rambut putrinya.
"Papa ngerti kok Ni, lebih baik kamu istikharah dulu, ingat menolak lamaran orang Sholeh itu akan menimbulkan bencana untuk di perempuan."Tania menganggukan kepalanya. "ini juga baru aja kok Pa istikharahnya."
"Yaudah jadi udah tau kan, apa alasan Papa mempercayai kembali Gus imam itu, karena sebenarnya waktu Papa bilang mau ke Bandung itu bohong, Papa sebenernya diam-diam menemui Gus imam secara empat mata."
"Dan saat bertemu, Papa nggak sengaja lihat luka di mulut Gus imam, dia bilang itu hukuman untuknya, Gus imam membakar mulutnya karena telah melukai hati kamu, dan itu yang membuat Papa kagum, di tambah lagi sekarang Gus imam meminta ayahnya untuk mencambuknya untuk merasakan sakit yang sama seperti kamu dulu."
"Papa melihat Gus imam itu adalah laki-laki yang bertanggung jawab, dan Papa juga yakin perkataannya waktu itu benar-benar khilaf, memang Papa tidak melihat sendiri saat kamu di beri hukuman, tapi papa melihat sakitnya kamu setelah menerima hukuman, dan Papa juga ikut merasakan."
Tania tak sadar menitihkan air matanya saat mendengar Papanya bercerita, ia juga tak menduga jika Papanya benar-benar ingin mencari tau sejauh ini tanpa sepengetahuan darinya.
"Papa memang sengaja ingin mendengar dari mulut gus imam sendiri karena ingin melihat ketulusannya, juga untuk memilihkan yang terbaik untuk putri Papa."
"Dan sekarang, Papa sangat yakin jika dia adalah laki-laki yang baik untuk kamu, dan Papa juga yakin jika seandainya kalian berjodoh, Gus imam tidak akan pernah berani menyakiti kamu."
Tak lama kemudian, Papa menyudahi ceritanya dan membiarkan putrinya beristirahat.
"Yaudah Ni, sekarang kamu tidur, Papa keluar dulu."
"Iya pa."
Papa pun keluar dari kamar Tania. lalu Tania kembali berbaring di kasurnya berusaha memejamkan matanya, namun setelah Papa datang, rasa kantuknya tiba-tiba hilang.
"Mata gue kenapa hilang mood gini ya, perasaan tadi koneksinya udah mau habis."
Tania masih berusaha untuk tidur dengan berbicara sendirian, dan lama-lama membuat ia sudah tak sadar jika sudah berada di bawah alam mimpi.
Seorang laki-laki dengan jubah putih berlari ingin menghampiri seorang perempuan yang tengah terduduk di pinggiran sungai.
"Cintanya imam."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR YANG TAK TERDUGA [TERBIT]
RandomMengisahkan seorang gadis bar bar dan pecicilan yang jatuh cinta dengan seorang anak kyai yang kelakuannya sangat bertolak belakang denganya. Tapi setiap hari gadis ini hanya mendapatkan penolakan, hingga akhirnya sadar dan memilih untuk mengejar ci...