Andra tersenyum lebar, satu tangannya memegang laptop sedangkan satu tangan yang lain membenarkan rambut cewek di depannya.
"Udah rapi?"
"Belum." Padahal udah. Malah aslinya nggak berantakan sama sekali, tapi Andra nggak bisa menahan diri buat nggak menyentuh cewek yang mampu memikat hatinya ini.
"Lama banget!" Dia merengek.
Namanya Hinda, maba yang baru masuk dua bulan lalu. Ambil jurusan teknik komputer, sama kayak Andra.
Pinter, suka bergaul, gampang banget akrab sama orang. Nggak ada orang yang nggak suka sama Hinda.
Mereka ketemu setahun yang lalu, saat Hinda masih SMA.
Di acara kampus yang Andra pimpin, Hinda menjadi salah satu pengunjung.
Ketemu cewek kerdil, pakaian oversize, rambut dikepang dua, tas kebesaran dibelakang punggung, ditambah Hinda berjalan sendiri. Andra menghampirinya, tanpa bertanya, dia membawa Hinda ke pusat informasi, ingin mengumumkan kalau ada anak yang hilang.
"Boleh minta nomernya nggak, kak?" Hinda yang meminta lebih dulu, Hinda yang mendekat lebih dulu.
Semua dilakukannya dengan perlahan, nggak menggebu-gebu layaknya bocah SMA biasa. Hinda hanya mengirim pesan masalah kampus -dia ingin masuk kampus yang sama dengan Andra-, ketemu hanya saat ingin mendiskusikan hal yang penting.
Taktik tarik ulur setelah lima bulan mendekat, Hinda menghilang seminggu. Membuat Andra kelimpungan, udah mengirim pesan, tapi selalu dibalas keesokan harinya.
Nggak bisa lagi menahan diri, Andra datang kesekolahnya. Mencarinya melalui pengumuman sekolah, berlagak seolah dia saudara jauh yang ingin memberi kabar penting, sekolah tentu nggak bisa menolak.
Hinda datang ke kantor, wajahnya panik luar biasa. Saat melihat wajah Andra, dia terdiam, lalu tertawa terbahak.
Nggak tau sejak kapan, mereka berlagak seperti pasangan. Saat Hinda bertanya, "Kita ini apa?"
"Pasangan."
"Sejak kapan?"
"Sejak gue datang ke sekolah lo."
Tertawa lagi.
Seolah menjadi candu.
Sekarang Hinda juga tertawa, lebar, suara tawa nyaringnya masuk ke telinga Andra. Membuat si pendengar makin melebarkan senyum.
"Udah, ah." Hinda menurunkan tangan Andra, dia mengecup rahang Andra sebelum berjalan menjauh. "Keburu dosennya dateng, dadah."
Bayangan Hinda hilang, baru Andra berbalik. Senyumnya pudar, disuguhkan penampakan Bima yang duduk di kursi bawah pohon sambil menatapnya dengan seringai.
"Seneng banget?"
Andra mengulum bibir, lalu duduk di samping Bima. "Sejak kapan lo liat?"
"Sejak lo nyentuh rambut bocil."
Andra tertawa. "Sejak awal berarti."
Bima tersenyum tipis, dia mengambil satu rokok di saku baju. "Jadian kapan?"
"Baru jalan enam bulan."
"Udah enam bulan dan lo masih bahagia?"
Andra nyengir, dia mengusap tengkuknya. Salting. "Dia yang pertama."
"Apanya?"
"Orang pertama yang gue suka, orang pertama yang bisa bikin gue berpikir 'gue mau hidup berdua sama dia', orang pertama yang bikin gue seneng setiap hari."
"..."
"Kalau jatuh cinta seenak ini, gue menyayangkan kenapa gue nggak jatuh cinta dari dulu aja." Andra menatap Bima. "Tapi pas sadar kalau orang yang bikin gue jatuh cinta itu Hinda, gue sama sekali nggak menyesal. Dia sesempurna itu di mata gue, gue bersyukur Hilda jadi orang yang pertama."
"Pertama ngancurin idup lo?" Ada nada sarkas di kalimat yang Bima ucap. "Nggak semua cewek itu baik."
"Nggak semua cewek itu jahat." Seolah nggak terganggu, Andra malah tersenyum. "Oke, kita nggak tau masa depan, ada kemungkinan juga kalau Hilda bakal bikin hidup gue hancur. Tapi dia pilihan gue, buat sekarang dan gue udah siap menerima konsekuensi dari keputusan yang gue ambil ini."
"Gue nggak bisa bilang apa-apa sama cowok yang baru ngerasain cinta buat pertama kali." Bima berdiri, menepuk pundak Andra. Kali ini dia tersenyum, tanpa paksaan. "Semoga sukses sama hubungan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA (END)
Teen FictionPenghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari part 5. Juni 2023-19 Maret 2024