Jumat sore. Kost Arjuna sepi.
Udin lagi 'kencan' di cafe, Anan sama Noki belum balik dari sekolah, Andra masih di kampus, dua orang yang udah lulus lebih milih pacaran di luar, Bima sibuk ngerjain permintaan lukis klien dan milih ngandang di kamar. Tinggal Siko, Didim, Teru sama Jihau di ruang santai.
Jihau lagi mainan nunchaku sambil bengong natap hujan, Didim ngejoki game, Teru sama Siko asik nonton horror di TV.
"ANJENKKKKKKK!"
CTAK!
Lagi ngelamun, malah dikagetin sama teriakan super dupernya Teru. Ujung nunchaku yang Jihau mainin malah mendarat di belakang kepala. Sambil ngelus belakang kepalanya, Jihau misuh. "NGAPAIN NONTON HORROR KALAU LO NYA TAKUT?"
"SEREM, BANG. ADA POCONG!" Teru membela diri, dia nunjuk TV yang mana ada pocong lagi bawa celurit. "LO KALAU DIKEJAR POCONG MACEM GITU MESTI TERIAK JUGA."
Masih fokus main game, Didim cuman ketawa.
"Yang lain pada ke mana, sih? Udah jam segini juga. Mana hujan lagi." Jihau menaruh nunchaku, duduk di kusen jendela. Tangannya terulur, nyentuh air hujan. "Jadi pengen hujan-hujanan."
"HAYUK." Teru berdiri, siap-siap buka baju. "GUE IKUT!"
"COK! UDAH GEDE NGAPAIN MAIN HUJAN-HUJANAN?! MALU SAMA UMUR." Jihau ngegas. Agak tergiur dikit, sih.
"Yah, bang. Gue udah siap buka baju padahal." Teru meletre, dia udah nggak gagas tontonannya lagi.
"Udah masuk musim kemarau kok hujan masih ada aja. Makin ngeri aja ini dunia." Didim.
"Udah seminggu nggak hujan. Nasib bocah magang gimana ya ini?" Jihau.
"Mereka bawa mantol deh keknya."
"Enggak bawa, kok." Siko nunjuk dua mantol yang ada di bawah meja. "Kemarin dikeluarin Noki, katanya penuh-penuhin jok motor."
"Perlu dijemput?"
"Ngapain jemput." Jihau yang dari tadi nangkring di jendela, ngelihat dua orang yang goncengan masuk ke pagar kost. "Orangnya udah pulang."
Siko berdiri. Dia lari, dari dapur lalu diam di tempat jemuran sambil bawa handuk kering. Dua orang yang tadi kebasahan langsung menuju ke garasi, ngebuka pintu tempat jemuran.
"Kenapa nggak neduh dulu, sih? Nunggu hujan reda." Siko ngomel sambil ngasih dua handuk ke mereka.
Noki nggak menerima. Dia malah melempar handuknya ke Anan sambil jalan ke dapur. Ngebuka jaket sama kemeja putihnya lalu dimasukin ke mesin cuci. "Mau nitip?"
"Hn." Anan jawab sambil ngelap muka.
"Masukin aja. Ntar gue sekalian nyuci." Noki langsung ngeloyor ke kamar.
Anan nurut, dia ngebuka jaket, disusul ngebuka kancing kemeja. Pas sadar kalau masih ada satu orang yang ngawasin, Anan berhenti. "Ngapain?"
"Gue cuciin."
"Mau dicuci Noki."
"Noki masih mandi. Gue aja yang nyuci."
"Noki sekalian nyuci baju punya dia sendiri." Anan memijat kening. "Lo ganggu."
Siko yang datang sebulan lalu paling cuman bisa diem, tapi sekarang dia berani menyahut. "Gue cuman diem."
Anan melengos. Dia masuk kamar, nggak peduli lantai basah. Ditutupnya pintu kencang-kencang, sampai orang yang lagi di ruang santai ikutan kaget. Siko yang dari arah dapur langsung jadi bahan informasi.
"Kenapa dia?"
Siko mengendik. "Nggak tau. Gue cuman nawarin cuci baju dia, tapi orangnya malah marah."
"Lagi capek kali. Bang Anan emang suka marah-marah kalau kebanyakan bareng sama orang. Magang di sekolah kan susah." Teru coba menghibur, dia menepuk sofa di sebelahnya. "Duduk sini."
Siko nurut, baru mau taruh pantatnya di sofa, suara mobil terdengar. Kayak bocah lulus TK, dua orang langsung ke pintu depan.
Siapa? Siko sama Teru.
Pemilik mobil di kost Arjuna cuman Jihau sama Andra. Jihau ada di rumah, berarti Andra yang dateng. Kalau Andra pulang, dia selalu bawa makanan.
"BANG, BELI APA????"
Baru juga buka pintu, plastik yang Andra pegang langsung diambil alih Teru. "WIDIH, SERABI. KOK SORE-SORE BISA DAPET SERABI?"
"Di alun-alun udah buka." Andra mengusuk kepala Teru lalu masuk. "Anan belum pulang, kan? Gue beli banyak, sisihin buat Anan dulu. Ntuh anak suka serabi."
"Udah balik dia, lagi mandi." Jihau ikut boxing serabi di karpet. "Ada yang keju nggak?"
"Ada satu kotak isinya keju sama coklat, cari aja." Andra duduk di kursi depan Didim. "Sepi banget? Pada belum pulang?"
"Sebagian belum. Lo beli berapa?"
"60 biji."
Didim kesedak. "BANYAK BENER?!"
"Dimakan sebelas orang abis lah nanti."
"Tapi lo nggak suka serabi, kan?"
"Kalian kan suka."
Didim cuman bisa melongo. "Dasar old money."
Noki keluar kamar, bisa terdengar dari pintu kamar yang terbuka. Baru aja nongolin kepala, dia langsung puter balik ke kamar, habis itu muncul lagi dengan kaos yang udah dia pakai. "Beli berapa?"
"Banyak. Ambil aja."
Noki ngambil empat, dua untuknya, dua untuk Didim lalu duduk di kusen jendela.
Kali ini Anan yang keluar kamar.
"Ada serabi tuh. Mumpung masih anget."
Anan yang biasanya paling gencar masalah makanan, cuman bisa berdiri bersandar di tembok. Mengabaikan omongan Andra, matanya malah natap sekumpulan penghuni yang lagi makan serabi.
"Siapa yang lo incer?"
Mereka noleh bersamaan, natap Anan bingung.
"Selain gue, siapa lagi yang lo incer?"
Tatapan mata Anan tajam, menusuk langsung ke retina Siko. Semua orang juga tau siapa yang dia ajak bicara. "Apanya?"
"Nggak usah pura-pura polos. Gue udah capek ngurus gelagat lo." Anan bersidekap. "Siapa yang lo incer?"
Dengar keheningan yang nggak kayak biasanya, Bima ngebuka pintu kamar, ngintip.
"Andra? Noki? Bima? Apa Teru?" Menghela napas, Anan melanjutkan. "Gue aslinya nggak mau ngomong ini, tapi gelagat lo bikin gue muak."
Siko menurunkan serabi yang tadi mau dia gigit. "Gue nggak ngerti apa maksud lo."
"Lo boti, kan?"
Andra sama Didim nyimak, Jihau duduk pasrah, Noki masih stay makan serabi.
Teru malah kegirangan. "Boti? Mau ke mana? Gue ikut, dong! Nanti kita bopat, bonceng empat. Hehe."
Noki melempar bungkus serabi ke kepala Teru. "Diem lo."
Bima nutup pintu alon-alon. Nggak mau berurusan. Dia udah jijik duluan.
"Mata lo aneh, cara lo nyentuh penghuni lain juga aneh, lo suka masuk ke kamar orang lain tanpa ngetuk lebih dulu." Kening Anan mengerut, nggak tau lagi mau ngomong gimana. "Lo... bikin gue jijik."
Siko berdiri.
"Semua penghuni di sini anti sama yang namanya suka sejenis. Kita menolak keras LGBT. Gue tau kita sekarang lagi hidup di kota gede, banyak macam orang yang ada, tapi jelas kita nggak berharap ada jenis orang kayak lo yang ikutan tinggal satu atap bareng kita."
"Anan-"
"Gue kasih waktu dua hari. Lo milih keluar dari kost Arjuna atau gue laporin ke pemilik kost." Anan jalan ke dapur. "Buang juga bekas pembalut lo di tempat sampah kamar mandi. Jijik banget bayangin ada tai di sana."
Wah... pada diem. Teru aja diem.
Emang, ya. Orang pendiam kalau sekali ngomong mesti bikin sakit hati.
Siko yang dengarnya aja nangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA (END)
Teen FictionPenghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari part 5. Juni 2023-19 Maret 2024