41. Hari Pertama

33 4 1
                                    

"Pengumuman terakhir, harusnya kalian pengumuman bapak sebelumnya kalau ada mahasiswa magang baru buat ngajar di Kejuruan kalian. Mereka beda sama mahasiswa magang yang datang minggu lalu buat ngurus pelajaran biasa." Bapak kepala sekolah natap Anan. "Silahkan sambutannya."

Ada lima orang yang berbaris di depan dengan seluruh siswa-siswi yang lagi berbaris di lapangan. Tata tertib sekolah yang harus dilakukan setiap hari kecuali ada keadaan tertentu yang ngebuat kegiatan mereka tertunda, apel pagi.

Anan maju, dia mengetuk mic sekali. "Halo, saya Ananda, perwakilan mahasiswa magang dari universitas XXX. Mungkin bapak kepala sekolah sudah ngasih tau tentang kami, tapi biar kami kasih tau lagi. Rata-rata dari kami jurusan teknik, passion kami bukan di pendidikan. Kami datang ke sini buat ngasih tau kalian pentingnya jurusan yang bakal kalian ambil nanti, jadi jangan salahin kami kalau kami nggak bisa ngajarin kalian dengan lembut. Terimakasih."

Noki melongo. Dia tau kalau attitude-nya sendiri nggak baik, tapi apa yang Anan lakuin tadi melebihi batas. MANA ADA KATA SAMBUTAN KAYAK GITU?!

Kelompok mahasiswa magang yang datang seminggu lalu dari universitas berbeda ikut melongo.

Bapak kepala sekolah yang dengar kalimat sambutan Anan cuman bisa ketawa, malah nggak kelihatan marah sama sekali. "Itu sambutan dari pak Ananda, kita akhiri pengumuman hari ini. Silahkan kembali ke kelas masing-masing dan ikuti pelajaran dengan baik."

Bubar. Siswa-siswi pada masuk kelas, guru yang lain juga masuk kantor.

"Itu sambutan ngajak kerjasama atau ngajak gelut? Kampus terpandang minusnya nggak punya sopan santun, ya?" Satu cowok mahasiswa magang dari kelompok lain nyindir waktu lewat di depan mereka.

Noki yang nggak terima nyaut sambil jalan di belakang mereka, memastikan mereka mendengar dengan jelas. "Bocah SMK nggak perlu sama yang namanya kelembutan di belajar-mengajar, emangnya bocah TK? Dilihat sekilas juga cara mengajar kita beda." Noki nyalip, nggak lupa ngasih lirikan sadis. "Mana yang dari kampus terpandang, mana yang dari kampus pinggiran."

Wah mantap.

Anan senyum tipis. Mereka jalan ke kantor buat dapat arahan, sedangkan kelompok lain langsung mencar buat mengajar.

"Yang dari universitas XXX, kan?" Guru cewek yang masih muda bertanya.

"Iya."

"Mari, saya antar ke ruangan kalian."

Melewati kantor, mereka sampai di satu ruangan yang sebelahnya itu sudah perpustakaan. Mereka masuk, ada dua kelompok meja yang berbeda. Satu lebih besar, satu lebih kecil. Meja yang besar sudah terpenuhi sama tumpukan kertas.

"Jadi ruangan kalian di sini, maaf ya kalau agak sempit. Kalau mau ruangan yang lebih luas, kalian bisa ke perpustakaan di sebelah. Anak SMK jarang ke perpus, jadi kalian bisa bersantai di sana."

"Makasih, bu." Anan mengangguk, menaruh tasnya di meja. "Jadi, kapan kita dibimbing buat masuk ke kelas kejuruan?"

"Setelah istirahat pertama kepala kejuruan bakal dateng buat jemput kalian. Buat sekarang kalian bisa keliling sekolah dulu, anggap aja perkenalan lingkungan." Dia senyum selagi menjelaskan. "Kalau ada apa-apa, kalian bisa cari guru di kantor."

Saat guru itu pergi, semua langsung duduk di kursi.

"Gue udah ngerasa capek." Bersandar di kursi, Anan mendongak natap langit-langit.

"Siapa yang nyuruh lo ngasih kata sambutan kayak gitu?" Noki membuka kancing almamaternya. "Nyari musuh namanya."

"Gue denger kita bakal ngajar empat mata pelajaran sehari. Kenapa kemarin dapet pemberitahuan ngajar hari dua pelajaran?" Indah. Cewek fakultas ekonomi yang dulu Anan cari sampai mampus dan tetep nggak ketemu karena Indah keburu balik.

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang