21 - Bocah Kematian

28 3 1
                                    

Orang yang punya pekerjaan di kost Arjuna itu Andra, Bima sama Didim. Noki juga, tapi bedanya dia bukan dipihak disuruh-suruh, tapi pihak menyuruh. Punya bengkel yang dia bangun bareng (mantan) istrinya saat awal masuk kuliah dengan modal lomba rakit yang sering Noki ikutin waktu SMK ngebuat dia punya penghasilan yang cukup, belum lagi akun di perbelanjaan online yang ngejual printilan bengkel sudah diikuti lebih dari tiga puluh ribu orang, uangnya makin tumpah-tumpah sekarang.

Jadi, sebagai orang yang bisa hamburin uang pakai hasil kerja kerasnya sendiri, Noki sering traktir penghuni kost berbagai macam makanan.

Kayak yang dia lakuin sekarang.

Baru balik ngampus, Noki pulang ke kost dengan seplastik camilan untuk Sakha, ponakan Anan.

"Ngapain?" Noki ngelepas sepatu, masuk ke ruang tengah sambil natap sekeliling, udah kayak kapal pecah. "Abis ada gempa, ya?"

"KENAPA BARU BALIK?!" Jihau teriak nggak terima. "INI UDAH JAM BERAPA? LO MAU LEPAS TANGGUNGJAWAB DARI NGASUH BOCIL, YA?"

"Lepas tanggungjawab pala lo." Kelas harusnya udah selesai dari jam lima, tapi Noki baru sampai jam enam lebih. Abis beres kelas, dia mampir ke toko buat beli jajan sekalian melipir ke bengkel miliknya.

Menaruh tasnya di sofa, Noki jongkok di depan Sakha. Diambilnya mainan kayu yang udah nggak berbentuk. "Jangan bilang kalau ini punya gue."

"Nih anak nggak mau diem sumpah, bang." Teru yang tepar di lantai, bersuara. "Gue ambil mainan di kamar lo, dia baru bisa diem."

Noki memijat kening. Itu mainan kodok dari kayu, harusnya susah buat dilepas ulang karena ada baut yang terpasang, belum lagi itu mainan baru Noki buat sebulan lalu, iseng-iseng saat nemu kayu nggak terpakai di belakang kost.

Noki menyenggol lengan Sakha, ngebuat si bocil natap Noki sambil meringis. "Gue potong tangan lo boleh?"

"ANJENK, BANG! ISTIGHFAR!" Teru ngerubah posisinya jadi duduk, dia ngedekat ke Sakha, meluk perutnya dari belakang. "ANAK ORANG INI WOI!"

Semua punghuni kost berkumpul kecuali Randu yang pergi sama Yuci dengan alasan cari makan. Nada Noki terlalu datar untuk bisa dikatakan bercanda. Semua dalam keadaan tepar, yang masih kelihatan seger ya orang yang punya kesabaran turah-turah, Anan, Endi sama Andra. Selain mereka, udah lemas nggak karuan.

"Jangan main-main, gue bisa mati kalau nih anak kenapa-kenapa." Anan ngebuka plastik yang tadi Noki bawa. Disodorkannya satu pada Sakha. "Mau?"

Bukannya menjawab, Sakha malah merampas jajanan yang disodorkan Anan lalu membuangnya, secara nggak sengaja malah ngenain Udin yang rebahan di samping dia.

Noki ngedorong pundak Sakha pelan. "Tangan lo enteng banget, nggak pernah diajarin sopan santun?"

"Namanya juga bocah, masih belum ngerti beginian." Andra menghela napas. "Lo juga main tangan, mana lawannya bocil lagi."

Jujur, Noki nggak terlalu suka sama yang namanya anak kecil. Dia punya trauma sendiri, kalau bisa Noki nggak mau terlibat dengan semua hal yang barbau bayi.

"Dia udah makan belum?"

"Belum."

Kening Noki berkerut. "Dateng siang tadi sampai sekarang belum kalian kasih makan?"

"Nih bocil bukan ayam yang kalau dikasih jagung langsung dimakan, bang." Teru yang jawab. "Susah sumpah, kita kasih makan apa aja, dia nggak mau."

Noki mainin jarinya di perut Sakha. "Mau makan apa lo? Bilang, gue jabanin."

"Masih bayi, cok! Nggak bisa jawab." Bima berdiri, dia kali ini duduk di sofa lalu menghanti channel TV. "Energi gue habis hari ini."

Sakha malah prengas-pringis, dia berdiri, dengan langkah yang masih belum mantep, dia hampiri Bima. Kedua tangannya terangkat, meminta digendong.

Bima menggeleng, menolak. "Jangan sama gue, sama Noki noh."

Kayak ngerti apa yang Bima omongin, Sakha malah memberengut, sudut bibirnya turun, tanda mau nangis.

Bima mengerang, dia menunduk, sudah menjulurkan kedua tangan hendak menggendong, tapi yang dia dapat malah tamparan di pipi.

Plak!

Suaranya nyaring. Bima terdiam sambil nyentuh pipi, yang lain juga ikut diem, kecuali Teru yang udah ngakak dari tadi.

"Gue setuju sama Noki." Bima nunjuk Sakha yang udah berlari keliling kost. "Kita potong tangan dia."

Teru ngakaknya makin kenceng.

Noki mengusap tengkuk, matanya nggak lepas dari Sakha yang asik lari-larian sambil jatuhin barang. Perusak, tangannya nggak pernah bisa diem walau hanya semenit, wajahnya wajah ngeselin, orang yang lewat aja pasti tau kalau ini anak tuh bandel.

Berdiri, Noki hampiri Sakha, dia nenteng Sakha paksa dengan satu tangan lalu jalan ke dapur. Dibukanya pintu kulkas. "Bilang, mau makan apa?"

"Papa."

"Gue bukan bapak lo." Noki ambil telur. "Mau telur goreng?"

"Papa!"

"Dibilang gue bukan bapak lo!" Noki menurunkan Sakha. "Gue bikin nasi goreng aja."

"Papa!!!"

"Gusti gusti. Pengin misuh kok lawannya bocil." Noki jongkok setelah ambil sekotak susu, disodorkannya ke Sakha. "Minum ini terus diem, gue masak dulu sebentar."

Baru kali ini Sakha nurut, Andra yang ngintip dibalik tembok, menghela napas lega. Dia berbalik ke ruang tengah, mengacungkan jempol pada teman-temannya. "Aman, tangan Sakha masih utuh."

Noki sibuk masak, nggak perlu ngulek bumbu karena Randu selalu nyiapin bumbu ulek siap pakai di toples, katanya biar gampang kalau mau masak.

Nggak butuh waktu lama buat selesai, Noki nyuguhin sepiring penuh nasi goreng di hadapan Sakha. Masih di dapur, duduk di lantai padahal ada meja makan di sampingnya. Ada dua sendok di piring, satu untunnya, satu untuk Sakha.

"Makan."

Sakha nggak mau, dia malah asik mainin sendok.

Nggak ambil pusing, Noki milih mengisi perut. Sakha yang natap Noki makan malah kepingin. Sekarang mereka mulai makan bareng.

Dua jam mereka di dapur. Noki terlalu malas buat beranjak, sedangkan Sakha malah asik makan jajanan yang ada di kulkas.

Penghuni lain juga mulai ngejalani rutinitas mereka setelah selesai membereskan kekacauan yang Sakha buat.

Besoknya... Anan ingin ke dapur, dia melewati kamar Noki yang pintunya nggak tertutup. Dilihatnya Noki tanpa atasan dengan Sakha yang ada dipelukannya.

"Bokem emang cocoknya sama bokem juga." Sambil menguap, Anan kembali berjalan. Nggak sadar kalau punggung Noki berkeringat dengan suara cercauan yang nggak jelas.

Mata Noki terbuka, napasnya tak beraturan. Dia terduduk dengan tangan memegang kepala. Air mata jatuh bahkan saat Noki tak berkedip. "Gue... butuh alkohol."

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang