Orang yang paling bucin di kost Arjuna itu Jihau. Walau orangnya cengeng, nggak bisa diandelin, suka petikalan dan sama sekali nggak punya karisma, Jihau jadi orang yang berbeda saat pacarnya ada di samping dia.
Jihau tiba-tiba jadi manusia yang dewasa, emang suka ketawa, tapi ada sedikit aura dominan, wajah cengengnya keliatan garang dengan mata pandanya.
Kayak kejadian sebulan sejak Jihau masuk kost Arjuna.
Bima, yang lagi nongki di teras sambil ngelukis di baju, menahan diri buat nggak tersenyum miring saat ada mangsa di depan mata.
Gimana enggak? Ada cewek cantik, badan tinggi, pakaian seksi, rambut panjang, kulit eksotis lagi berdiri di depannya. TIPE BIMA BANGET!
Beranjak dari duduknya, Bima menyisir rambutnya ke belakang. Biasa, tebar pesona. "Mau cari kost? Di sini khusus cowok, mau gue bantu cariin yang khusus cewek?"
Diacuhkan. Bima malah disuguhi wajah judes. Apalagi cewek di depannya malah ngelipat tangan di depan dada, nantang.
"Atau lo temannya salah satu penghuni kost sini?"
Dia menaikkan satu alis, memiringkan kepala, enggan menjawab.
Bima pantang menyerah. "Nama lo siapa? Boleh minta nomor lo? Siapa tau kalau nanti ada butuh apa-apa, lo bisa hubungin gue."
"Jina."
"Oh, nama lo Jina? Gue Bima." Bima ngulurin tangan, nggak segera mendapat sambutan, dia nurunin tangan. "Mau jalan-jalan?"
"Bajingan."
Bima ngerasa merinding tiba-tiba, punggungnya terasa panas, seakan ada bahaya di belakang sana. Ditambah ngedengar bisikan setan penuh ancaman dari dalam rumah, juga suara plotek-plotek yang bikin suasana semakin mencekam.
Jina, cewek itu malah tersenyum, dagunya terangkat penuh kesombongan.
"Yang lo godain itu cewek gue, bajingan!"
Bima noleh, dihadapkan Jihau yang berdiri di depan pintu sambil memainkan nunchaku. Mata pandanya natap Bima garang. "Nyentuh Jina, lo mati."
Yap. Sejak saat itu, Bima nggak pernah ada di kost saat Jihau lagi latihan main nunchaku.
"JIHAU!" Jina manggil dari kamar -kamar Jihau-, numpang tidur katanya, biasa... Perjalanan bisnis luar kota sambil curi kesempatan jenguk sang lelaki idaman.
Jihau yang lagi minum soda kesedak. Tenggorokannya perih, tapi kakinya tetap ngelangkah menuju kamarnya. Dia membuka pintu, duduk di tepi kasur, lalu ngecup pipi Jina. "Udah bangun?"
"Hm." Jina diem saat Jihau sibuk benerin rambutnya yang udah kayak singa. Mata Jina jelalatan natap baju depan Jihau yang basah. "Kenapa, nih?"
"Kena soda dikit." Jihau nurunin tangan, ngasih senyuman usil kayak biasa. "Karena lo manggil gue tadi."
Jina ikut senyum, ngecup rahang Jihau sebagai ucapan maaf.
"Mau balik kapan?"
"Nggak tau." Jina mengendikkan bahu. "Gue males balik ke Bogor."
"Siapa yang nyuruh lo kerja di sana bukannya di sini?"
Jina mendelik. "Siapa juga yang nyuruh lo kuliah di sini bukannya di Bogor nemenin gue?"
Jihau malah cengengesan. "Kan lo tau nilai gue nggak cukup buat kuliah di sana."
Gimana bisa mereka ketemu padahal beda kota?
Sedikit cerita... Umur mereka terpaut tiga tahun. Jina yang waktu itu udah semester 7, iseng jalan-jalan ke kota lain buat cari refresing, setelah disibukkan sama magang dan punya atasan yang nggak ngotak galaknya.
Nongki di alun-alun sendiri, eh ga sendiri ding, ditemani cilor sama pop ice coklat, natap sekitar, terus disuguhin sama orang yang nari di depan mata.
Genre pop, tapi kebanyakan tarian ambil dari grup yang ada di Korsel itu. Nggak terlalu minat, Jina udah males buat nonton.
Lagunya lagu barat, tariannya tari Korsel. Aneh.
Tapi ada yang lebih aneh. Ada satu cowok yang tiba-tiba ikut nari padahal itu tarian antara dua grup. Yang aneh tuh bukan baju dia yang serba warna-warni, bukan rambut jabrik dia yang kayak preman jalanan, tapi tarian yang dia bawa. Tari tradisional coy!
Bayangin, lagu yang diputer lagu barat tapi dia nari tari tradisional, jawa lagi. Harusnya nggak nyambung, harusnya aneh, tapi entah gimana, ketukan tempo yang dia bawa selalu pas sama iring-iringan lagu.
Bukannya dapat sorakan ejekan, dia malah dapat sorakan penyemangat.
Itu Jihau. Dia nggak sendiri, ada mamanya yang berdiri agak jauh natap anaknya sambil tepuk tangan.
Terpukau, Jina buang jauh-jauh harga dirinya.
Dia ngedeketin Jihau, ngasih kode ini itu, bela-belain pergi ke kota Jihau tiap hari minggu biar bisa ketemu, rela ngeluangin waktu buat ngajarin Jihau biar itu anak bisa lulus. Dan setelah selesai ujian, kali ini Jihau yang hampiri Jina, bawa bunga sambil ngasih cengiran.
Bilangnya. "Makasih udah selalu ada buat gue." Tapi apa yang Jihau lakuin saat itu bikin kalimat kayak 'mau nggak jadi pacar gue?' menjadi nggak berarti.
Tanpa ba-bi-bu, Jihau masangin cincin sepuluh ribuan di jari Jina.
Jina nggak masalahin, dia udah paham apa yang Jihau maksud.
Sama kayak sekarang. Di detik ini, di waktu ini, di saat-saat Jina masih rebahan di kasur dengan Jihau yang duduk di sampingnya.
Mengelus tangan Jina, Jihau menatap lama cincin yang dulu dia kasih masih Jina pakai.
Jihau menunduk, mengecup jarinya lama. "Mau ganti?"
"Huh?"
Jihau melepas cincin lama Jina, merogoh saku dan mengeluarkan dua cincin tanpa kotak. Benar-benar nggak ada kotak, kayak orang beli tapi langsung dipakai. Memasukkan cincin yang kecil di jari manis Jina, lalu memasukkan satu cincin yang lebih besar ke jari manisnya sendiri.
Berdeham, Jihau mengusap tengkuk. Ketara sekali kalau dia gugup. "Lamaran resminya, gue perlu ke rumah lo kapan?"
AOWBWUWBSNKQH.
Bukannya Jina, cowok-cowok penghuni kost Arjuna mengintip di balik pintu yang malah salting.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA (END)
Teen FictionPenghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari part 5. Juni 2023-19 Maret 2024