44. Guru

33 4 1
                                    

Sudah seminggu beradaptasi, sekarang giliran mereka buat mengajar. Benar apa yang Anan bilang di kata sambutan waktu apel dulu. Nggak satu pun dari mereka yang berniat bersikap lembut.

Mereka cuman ngelakuin apa yang mau mereka lakuin, ajarin apa yang mau diajarin, ngejelasin pun kalau ada yang bertanya.

Semua siswa-siswi nya pada diem? Silahkan nikmatin rasanya ketinggalan pelajaran.

Apalagi buat dua orang penghuni Arjuna. Mereka kayak orang yang nggak punya empati, nggak ngasih ampun sama sekali. Guru yang ngawasin aja sampai geleng kepala.

"Pak, ini serius mau dibongkar?"

Dengan seragam wearpack yang udah Noki pakai, dia mengangguk. Kedua tangannya terlipat di depan dada, matanya mengawasi semua siswa yang kebingungan. "Kenapa? Nggak tau cara bongkarnya?"

"Ini udah dibongkar, pak."

Emang sudah dibongkar, tapi cuman badan luar aja yang dibongkar. Mesin di dalam masih utuh. "Kalau bongkar yang luarnya doang bocah SD juga bisa. Bongkar bagian dalam. Kalian udah kelas dua, harusnya udah tau kan cara bongkar yang aman tuh gimana?"

Siswa yang pakai kacamata natap guru sekolah mereka. "Serius boleh dibongkar?"

"Saya gurunya di sini ya, kepala jurusan cuman ngawasin. Kalau ada apa-apa, tanya ke saya." Noki beranjak dari duduknya. "Bongkar sesuka kalian. Kalau ada baut yang masih terpasang, lepasin. Habis itu kita pasang bareng-bareng."

Satu motor dipegang tujuh orang, jadi totalnya ada lima motor yang perlu dibongkar. Setelah ngelihat perkembangan belajar di sini, Noki memutuskan buat memulai dari awal.

"Jangan takut salah, jangan takut gagal, kalian sekolah di kejuruan. Kalau kalian gagal sekali, itu wajar. Kalian sekolah buat ngatasin kegagalan kalian. Kalau sekali coba langsung bisa, ngapain pakai sekolah segala?"

"Pak Minoki-"

"Saya lagi ngajar, pak." Noki nggak suka diinterupsi, apalagi di hari pertama dia ngajar. Mulutnya sama sekali nggak bisa direm waktu kepala kejuruan mau membenahi cara ngajarnya. "Lihat dulu cara saya. Kalau mau ngasih kritik, saya dengerin selesai kelas."

Kepala kejuruan diem, siswa diem, Noki lanjut ngajar.

Keheningan nggak berlangsung lama, soalnya ada satu siswa yang nggak sengaja bikin oli bocor.

Pada panik, kesan pertama yang Noki kasih itu nyeremin, jadi pada takut kalau gagal. Tapi Noki malah ketawa, dia nutup satu-satunya lubang tempat oli bocor. "Ngapain tegang? Cuman oli bocor. Hal kayak gini udah biasa, dibikin santai. Karena kalian nggak bisa, makanya saya ada."

"Terus kalau bapak tetap nggak bisa gimana?"

Noki melirik ke kepala kejuruan. "Nih, suhunya pasti bisa bantu."

Sementara itu, di lab teknik Arch...

"Pak, sudut kemiringan atap biasanya berapa?"

Anan yang tadi fokus melihat hasil gambar pondasi kelas satu, mendongak. Natap satu siswa yang tadi bertanya. "Lakuin sesuka kamu."

"Kok gitu, pak? Aku miringin sampai 60°."

"Nggak apa-apa. Silahkan."

Siswa tadi cemberut, dia noleh natap kepala kejuruan. "Beneran boleh?"

"Loh, kok tanya bapak? Gurunya kan dia." Sambil ketawa evil, kepala kejuruan masuk ke kantor samping lab. Kabur dia. Lumayan, dapet hari bebas.

"Mau kamu miringin sampai 70° pun saya nggak bakalan protes." Anan menaruh kertas gambar, dia bersandar di meja sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Silahkan."

"Ya udah, aku kasih kemiringan 90°."

Anan mengangguk. "Silahkan. Kamu bisa bikin jadi atap miring."

"Aku nggak jadi bikin atap!"

"Nggak masalah." Anan mempersilahkan. "Kamu bisa pakai atap datar. Cuman perlu ninggiin tembok biar nggak engap."

"Pak. Ini serius boleh?"

"Kan tadi saya udah bilang. Lakuin apa yang kamu mau. Gunain imajinasi kalian, terserah mau kalian bikin kayak gimana. Saya dateng ke sini buat ngasih tau kalian kalau nggak ada batasan dalam teknik, apalagi bangunan. Mau kalian desain bentuk kayak kodok pun bisa."

"Terus kalau nanti bangunannya nggak jadi gimana?"

"Nah itu." Anan jalan pelan sambil menjelaskan. "Itu urusan teknik sipil. Tugas kalian buat ngedesain. Emang sekarang kalian diajarin buat bikin rencana bangunan, dasar mekanika, Auto Cad, denah dan printilannya segala macem, tapi waktu kalian masuk kampus nanti dan mulai fokus sama hal yang mau kalian pelajarin, kalian cuman perlu pikirin satu hal, keluarin imajinasi dan tuang itu ke dalam gambar."

Semua siswa-siswi natap Anan. Yang cowok jelas kelihatan tertarik sama kalimat 'desain sesuai imajinasi', tapi yang cewek jelas tertarik dengan yang lain.

Mas mas Jawa bentukan Anan masa mau dilewatin? Mubazir!

"Kalau ada masalah sama rancangan kalian, susah buat apply imajinasi kalian, bingung mau gimana buat bikin gambar kalian menarik, kalian bisa tanya saya. Saya bantu sebisa saya. Oke? Sudah clear penjelasan saya?"

"Pak." Siswa yang paling tinggi angkat tangan. "Bapak pernah gambar tapi ditolak dosen?"

"Enggak kalau dosen lihat hitungan saya bener." Anan memberi senyuman tipis. "Tapi saya pernah dapet proyek kecil bareng teknik sipil buat ngerancang bangunan. Saya yang gambar, dia yang realisaiin."

"Terus gimana, pak? Lancar?"

"Jelas enggak! Kita cek-cok setiap ketemu. Saya ngotot sama gambaran saya dan dia ngotot biar saya ubah gambaran saya. Katanya terlalu rumit, mustahil buat diselesaikan."

"Endingnya gimana, pak?"

"Tetap dibuat. Maket udah jadi dan proyek kita laku di pasaran. Saya dapet uang, dia dapet uang. Usaha nggak pernah mengkhianati hasil." Anan menepuk pundak siswa. "Dibuat santai. Kalau nggak santai, kalian bisa gila masuk teknik."

"Tunjukin maketnya dong, pak. Nanti dikira cuman bualan aja."

Suara yang sering Anan dengar. Ada nada meledek yang tercampur dengan tawa tertahan, suara yang kemarin sudah Anan dengar tapi masih tetap dia rindukan.

Anan berbalik, bukan cuman senyuman tipis, tapi senyuman lebar. Matanya menyipit. Dia jalan ke pintu lab, mendekat ke cewek yang tadi main nyahut aja. "Ngapain di sini?"

"Kan gue udah bilang dulu SMK sini."

Anan memiringkan kepala. "Terus?"

"Sekalian lihat pacar gue." Friki nyengir. Senyum Anan makin melebar dibuatnya.

Lab Arch dan lab otomotif itu bersebrangan. Noki yang berdiri di depan pintu lab nggak sengaja lihat mereka. Dia mendecih lalu kembali masuk. "Bucin najis."

ARJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang